Garis Takdir

1.4K 63 1
                                    

Sebagai istri yang sholihah dan patuh terhadap suaminya, Naya melaksanakan apa yang telah dipesankan Fatih untuknya.

Pasca keberangkatan Fatih, Naya tidak pernah keluar rumah, dia lebih senang berada di dalam rumah, menemani Fahad yang sudah mulai tumbuh dan membersamai ibu nyai Shofiya berkutat di dapur.

Keesokan paginya.

Setelah sarapan bersama, Naya memutuskan untuk menidurkan Fahad yang masih saja terus menangis sejak pagi kemarin.

Sementara itu, KH. Ahmad memilih untuk melihat beberapa tayangan berita televisi di ruangan tengah.

Di salah satu berita internasional, BBC, dikabarkan bahwa telah terjadi sebuah kecelakaan pesawat di perairan laut merah menuju Kairo, yang menewaskan seluruh penumpang di dalamnya.

Kiai Ahmad yang tengah akan menyeruput kopi yang dihidangkan di atas mejanya tiba tiba gemetar, membelalakkan mata lalu beristighfar. Tatapannya nanar. Kelopak matanya mulai memanas dan perih.

Seketika, tiba tiba telfon rumah yang berada di ruang tengah pun berdering, Nyai Shofiya segera menuju pusat suara dan mengangkat telefon.

"Assalamualaikum Ibu, apakah benar ini dari keluarga Fatih Hizbullah Syadzili, Lc. MA? "

Sahut suara di seberang sana yang entah darimana.

"Waalaikumussalam, iya.. Dengan siapa ini.. Ada apa dengan anak saya?"

Jawab Ibu Nyai Shofiya, khawatir.

"Maaf bu, anak ibu menjadi salah satu korban terjatuhnya pesawat egyptair kemarin malam bu.. Dan Jenazah sudah ditemukan.. "

Ucap suara di ujung sana, yang tidak tahu apa yang terjadi pasca informasi yang disampaikannya.

Ibu Nyai Shofiya tercekat. Nafasnya seolah olah terhenti. Tubuhnya tiba tiba melemas,  beliau jatuhkan tubuhnya di atas lantai. Pandangannya kini sudah tak terarah. Sementara telepon di tangannya sudah terjatuh entah bagaimana proses jatuhnya.

Di kepalanya kini, mulai berkelebat memori Fatih kecil sejak dia lahir, balita, remaja dan masa masa kebersamaan beliau bersama Fatih. Pandangannya sudah mulai kabur perlahan.

Oh Fatih...

Dengan segenap kekuatan yang masih dimiliki, beliau hempaskan suara rintihnya.

"Abbbiiiiiii........ "

Teriak Ibu Nyai Shofiya.

K. Ahmad pun ikut terperanjat seolah olah, paham situasi saat itu. Beliau langsung menghampiri Nyai Shofiya yang tengah jatuh bersimpuh tersungkur di dekat meja telepon.

Dengan penuh rasa iba, K. Ahmad langsung mendekap istri beliau dan tak pula mampu menahan rasa sesak di dadanya. Air mata pun sulit dibendung.

"Abbiii... Anak kita bi.... Fatihhhhhhhh"

Teriak Nyai Shofiya berurai air mata. Tangannya mencengkram kuat lengan baju koko K. Ahmad.

K. Ahmad pun juga tak kuasa. Beliau berusaha menenangkan Nyai Shofiya.

"Istighfar mi.. Istighfar... "

Ucapnya sembari merangkul badan Nyai Shofiya yang kini benar benar melemah. Tak disangka, beberapa menit kemudian, beliau terjatuh pingsan. K. Ahmad langsung meminta bantuan santriwatinya yang berada di samping kediaman dan membawanya ke kamar utama.

K. Ahmad berkali kali beristighfar, dan berusaha tenang dan ikhlas. Beberapa pesan dari kepolisian dan pihak imigrasi pun masuk ke laman whatsapp K. Ahmad. Beliau pun menerima dan menyetujui perihal pemulangan jenazah Fatih secepatnya ke Indonesia.

Untukmu, ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang