Ketenangan

1.4K 53 1
                                    

Tambak Sari, Gresik

Mobil pick up hitam itu memasuki sebuah komplek Pondok Pesantren Ar Raudah yang terletak di pelosok Daerah Gresik, tepatnya di Desa Tambak Sari.

Merupakan suatu rutinitas mingguan yang dilakoni pak Sulaiman sebagai petugas dapur pondok untuk membeli kebutuhan dapur kiai dan santri selama seminggu dengan membelinya langsung di pasar sayur, Surabaya. Selain harga sayur mayur di Surabaya lebih murah juga kualitasnya juga patut diperhitungkan.

Maka dari itu, Kiai H. Bukhori memerintahkannya untuk melaksanakan pembelian sayur dan bahan pangan lainnya disana.

Tidak seperti biasanya, malam itu sesampainya di pondok, pak Sulaiman langsung menuju  dhalem Kiai Bukhori. Dengan tergopoh gopoh, Pak Sulaiman, mengucapkan salam dari teras kediaman beliau.

Tak lama, K. Bukhori keluar rumah dan menjawab salam.

"Ono opo tho, Man?"

"Sapurane Pak Kiai... Tadi di jalan, abdi nemu orang Kiai.. "

Tutur Pak Sulaiman, sopan.

"Orang bagaimana? Masih hidup kah? "

Lanjut tanya beliau. Penasaran.

"Iya Kiai, Pemuda berumur sekitar 25an begitu Kiai, tapi tidak sadarkan diri Kiai.. "

K. Bukhori mengangguk pelan.

"Sekarang dimana?"

Pak Sulaiman menunjuk ke arah pick up di belakangnya.

"Bawa masuk ke dhalem timur, istirahatkan dia disana dulu, nanti setelah maghrib, Insyaallah saya lihat... "

"Enjih pak Kiai.. "

Ucap Pak Sulaiman merendahkan badannya lalu undur diri. Penuh hormat.

Sesuai dengan perintah K. Bukhori, pak Sulaiman membaringkan tubuh pemuda misterius tersebut di atas kasur, di sebuah kamar  tamu. Yang terletak di pojok dhalem sebelah timur dekat masjid.

Pak Sulaiman mencoba membangunkan pemuda tersebut dengan menyipratkan air yang diambilnya dari kamar mandi masjid menggunakan gayung. Setelah beberapa kali dicipratkan, akhirnya pemuda tersebut sadar.

"Ughk Ughk.. Saya dimana? "

Ucap pemuda tersebut, perlahan bangun dari pingsannya.

"Alhamdulillah, sudah sadar... Sampeyan namanya siapa? "

Tanya pak Sulaiman.

Pemuda tersebut memejamkan mata sejenak, mencerna pertanyaan yang dilontarkan bapak tua dihadapannya. Merasa terlalu cepat, pak Sulaiman membatalkan pertanyaannya.

"Wes sudah ndak usah dijawab dulu geh.. Sampeyan mandi dulu, disana kamar mandinya.. Ini pakaiannya boleh ambil disini.. Nanti Insyaallah Bapak Kiai akan mengunjungi Sampeyan geh.. "

Kata pak Sulaiman ramah. Sementara pemuda tersebut mengangguk lemah.

"Nanti saya antar makan malam sampeyan kesini, dimakan geh.. "

Ucapnya lagi sebelum meninggalkan kamar kecil tersebut.

Fatan mengedarkan pandangannya yang sedikit kabur keseluruh penjuru ruangan. Ruangan sempit 4x4 itu nampak bersih dan rapi. Kamar yang hanya berisikan kasur kecil dan sebuah laci plastik berwarna warni di pojok ruangan. Dengan kondisi yang masih lemah, Fatan mengikuti instruksi yang disampaikan bapak tua tadi.

Setelah maghrib, seorang anak laki laki bersarung tiba tiba mengetuk pintu kamar Fatan. Mengucap salam beberapa kali lalu masuk ke kamar tersebut.

Anak kecil dengan kulit sawo matang tersebut tersenyum ramah ke arah Fatan yang tengah duduk di pinggir kasur. Setelah menghabiskan sepiring nasi dengan lauk tempe goreng tepung dan sayur sup yang diletakkan pak Sulaiman ketika Fatan sedang mandi tadi.

"Sapurane Mas, ditunggu pak Kiai di teras masjid.. "

Ucapnya santun.

Fatan terperanjat, dia segera berdiri dan mengangguk paham ke arah anak tersebut.

Akhirnya Fatan melangkahkan kakinya mengikuti anak kecil tadi menuju teras masjid. Dari jauh, sudah nampak seorang laki laki yang masih fresh, berpakaian serba putih, berjenggot putih dengan sorban hijau dibajunya tengah duduk sembari memperhatikan para santrinya berlalu lalang menuju asrama masing masing.

K. Bukhori berdiri menyambut kedatangan Fatan dan langsung mempersilahkannya untuk duduk bersamanya.

"Assalamualaikum... Selamat datang di pondok pesantren kami... Saudaraku.. "

Sambut Kiai Bukhori lalu menghadiahi Fatan dengan sebuah pelukan.

Fatan terkesima. Dia menerima pelukan dari seseorang yang baru saja ditemuinya. Sangat ramah.

Fatan tersenyum.

"Sudah sholat maghrib? "

Tanya K. Bukhori.

Fatan menggeleng.

"Saya tidak sholat pak, saya bukan muslim" Jawab Fatan.

K. Bukhori sedikit terperanjat. Mendengar statement Fatan. K. Bukhori menarik nafas panjang, lalu mendekati Fatan.

"Saudara ingat namanya siapa? "

Tanya sang kiai.

"Saya Fatan Kiai.. Fatan Ose William.. Saya seorang Kristen Katolik..."

K. Bukhori mendengarkan dengan seksama.

"Bagaimana bisa saudara bisa ditemukan pingsan di pinggir jalan oleh salah seorang pembantu pondok tadi, masih ingat? "

Fatan terkesiap. Lalu mulai berterus terang. Dia menceritakan semua dari awal. Asal usul keluarganya, tentang gereja, tentang sekolahnya di luar negeri bahkan tentang Naya. Fatan menjelaskan semua. K. Bukhori mendengarkan dengan sangat baik, sesekali beliau mengangguk anggukkan kepalanya, menunjukkan keseriusan dan kepahamannya terhadap apa yang disampaikan oleh Fatan.

Kini, Fatan mulai berlinang air mata, ketika dia mengisahkan masa masa dia terjatuh dan seolah olah mendapatkan sebuah hidayah dari Allah.

K. Bukhori memeluk dan merengkuh pundak Fatan, bibirnya menggumamkan lafadz takbir beberapa kali. K. Bukhori lalu tersenyum.

"Saya akan membantu adik untuk mengucapkan kalimat syahadat, bagaimana? "

Fatan mengangguk cepat, layaknya anak kecil yang sedang menangis dan ditawari permen, tangisnya berubah menjadi senyuman ceria.

"Kalau setelah sholat isya' bagaimana? Disaksikan seluruh santri..? "

Tanya beliau kembali.

"Baik Pak Kiai... "

Jawab Fatan menunduk patuh lalu menciumi punggung tangan K. Bukhori.

Akhirnya, setelah sholat isyak tepat, dihadapan dan disaksikan oleh seluruh santri Ar Raudah, Fatan mengucapkan lafadz Syahadatain dengan dituntun oleh K. Bukhori.

"Allahu Akbar... Allahu Akbar.. "

Suara takbir menggema di Masjid Ar Raudah. Seluruh santri bahagia menyambut saudara baru yang entah datang darimana.

Fatan memeluk K. Bukhori. Berterimakasih.

"Mulai saat ini, kamu tinggallah disini, saya anggap anak.. Belajarlah ilmu agama disini, hafalkan Al Qur'an.. Insyaallah kami siap membimbing.. "

Petuah K. Bukhori yang semakin membuat hati Fatan terenyuh dan tentram.

Sejak saat itulah, Fatan kini telah pergi jauh, meninggalkan Surabaya, keluarganya, BEM Kampusnya, teman temannya dan juga seorang Naya.

Bersambung...
---------------------------------------------------------------

Untukmu, ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang