Permintaan

1.5K 72 7
                                    

Lantunan ayat suci al Qur'an menggema memenuhi ruangan masjid yang cukup luas tersebut. Alunan ayat yang dibacakan secara tartil membuat setiap yang mendengar pasti merasakan ketenangan.

Ratusan santri sedang bertadarrus bersama para pembimbing di halaqoh masing masing. Seperti biasa, Fatan berjalan berkeliling mengontrol jalannya halaqoh.

Tiba tiba, dari arah pintu utama, muncul Ust Zainullah, yang juga sebagai Ust di pondok tersebut, berjalan ke arah Fatan.

"Ya Ustadz, dipanggil Kiai menuju ke kediamannya sekarang...! "

Ucapnya, agak berbisik.

Fatan mengangguk pelan. Meskipun hatinya kini bertanya tanya ada apa gerangan memanggilnya secara mendadak.

Setelah menyerahkan amanah mengontrol kepada Ust Zainullah, Fatan berjalan menuju kediaman Kiai dan Ibu Nyai Sumayyah.

Sampainya di kediaman, Fatan langsung mendapati Kiai dan Nyai sedang duduk di ruang utama.

"Assalamualaikum... "

Ucap Fatan lalu langsung menunduk menyalami dan menciumi punggung tangan Kiai yang sudah dianggap orangtuanya sendiri tersebut.

"Waalaikumussalam .. Duduk Ust!"

Kiai menyilahkan Fatan untuk duduk di kursi panjang berhadapan dengannya.

Fatan menuruti perintah sang Kiai. Lalu bersiap menyimak setiap kata yang Akan dilontarkan oleh sang kiai.

"Begini Ust, antum kan sudah lama disini, dan sudah kami anggap anak kami sendiri... Umur antum berapa sudah Ust? "

Tanya Kiai.

"Sebentar lagi 30 Kiai... "

Jawab Fatan lalu menunduk.

"Nah, saya pikir sudah waktunya Ustadz ini untuk membina rumah tangga.. "

Ucap Nyai Sumayyah berikutnya.

Mendengar ucapan ibu Nyai Sumayyah, Fatan tersipu dan tersenyum malu malu.

"Bagaimana Ust? "

Tanya Nyai Sumayyah lagi.

"Hehehe..  Tidak ada yang mau ke saya nyai... "

Jawab Fatan polos.

"Hussshhhh...  Kata siapa coba? "

Kilah Nyai Sumayyah.

"Kalau kami ada calonnya bagaimana Ust?"

Tanya Nyai Sumayyah lagi dan lagi.

Jantung Fatan otomatis berhenti berdetak sejenak. Entah mengapa, secara otomatis, Sekelebat bayangan wajah Naya mengganggu pikirannya, membuat dia terkaget dan tersendat lalu batuk secara tidak sengaja.

Fatan terdiam.

"Bagaimana Ust?"

Fatan tetap diam lalu menatap kedua orangtua di hadapannya.

Dia pun mengulas memori betapa baiknya keduanya telah menerima dirinya sepenuh hati, mengajarkan ilmu agama padanya hingga saat ini dia bisa menjadi seorang Ustadz. Nampak sekali pengharapan yang sangat dari wajah beliau berdua, sehingga untuk menolak, sangat tidak mungkin.

Dengan nada suara gemetar, Fatan menjawab.

"Baik, ana akan coba Nyai Kiai... "

Kiai dan Nyai Sumayyah saling berhadapan dan tersenyum.

"Calonnya ini Insyaallah terbaik Ustadz...  Tapi.. Kekurangannya.. "

Penggal Nyai Sumayyah.

Fatan tersentak mendengar suara terakhir Nyai Sumayyah yang seolah olah dijeda.

Untukmu, ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang