Mendua

1.6K 65 0
                                    

Ada kalanya kita harus berbagi bahagia dengan orang lain
Ada kalanya pula kita harus berbagi kasih dengan orang lain
Ada kalanya juga kita harus berlaku adil untuk mengambil sebuah keputusan penting dalam hidup berkeluarga

Roda kehidupan terus berputar. Kehidupan berkeluarga Naya dan Fatih semakin hangat. Keduanya sama sama paham tugas antara suami istri, sehingga konflik akan sangat mudah ditepis oleh mereka berdua.

Hidup di lingkungan pesantren yang asri, membersamai para santri setiap harinya, merupakan potret kehidupan yang menenangkan dan membahagiakan.

Setiap harinya, Fatih dan Naya berboncengan dengan motor melewati area pesantren. Mereka berdua sibuk mengembangkan kependidikan di Pondok Pesantren As Syadzili.

Kemesraan mereka berdua memang mengalahi keromantisan Romeo dan Juliet. Tak hayal, kebersamaan mereka berdua sering menjadi topik pembicaraan menyenangkan bagi santriwati putri.

"Wah... Adem ya lihatnya.."

"Wah... Serasi syekali..."

"Wah... Indahnya pernikahan beliau"

Dan masih wah wah banyak lagi.

Hari demi hari mereka lalui bersama dengan bahagia. Harmonis dan romantis.

Suatu hari. Ketika adzan subuh berkumandang, tak seperti biasanya Naya belum terbangun dari tidurnya. Selepas mengimami sholat subuh berjamaah di masjid komplek putra, Fatih kembali ke rumahnya.

Melihat istrinya yang masih terbaring, Fatih merasa heran lalu menghampirinya.

"Bi... Bangun lah.. Sholat subuh... "

Ucap Fatih seraya mengelus rambut panjang nan hitam Naya.

Naya tak bergeming.

Fatih menyentuh lembut pipi Naya, dan betapa kagetnya Fatih setelah menyentuh pipi bulat Naya, suhu tubuhnya meningkat. Naya demam.

Fatih gelagapan. Langsung memanggil Ibu Nyai Shofiya dan langsung membawa Naya ke rumah sakit secepatnya.

Sangat nampak sekali kekhawatiran Fatih dari wajahnya. Raut wajah kalut dan ketakutan melihat orang yang begitu dicintainya tengah terbaring lemas tak berdaya. Matanya pun enggan terbuka.

Seorang dokter berjilbab memasuki ruangan dimana Naya dirawat. Dokter tersebut memeriksa suhu tubuh dan tensi darah Naya beberapa saat. Fatih masih saja memperhatikan Naya dengan begitu cemas.

Ibu Nyai Shofiya bersama khadimahnya menunggu di luar. Setelah beberapa lama, Dokter tersebut meminta Fatih untuk memasuki ruangan khusus. Fatih mengikuti langkah dokter tersebut.

"Mas ini... Suami mbaknya?"

Tanya sang dokter.

Fatih mengangguk mantap.

"Iya dok, ada apa dengan istri saya dok? "

Tanya Fatih, cemas.

Dokter tersebut tersenyum. Lalu memelankan suaranya, dan berbicara dengan bahasa isyarat kepada Fatih.

Tanpa perlu belajar bahasa isyarat khusus, Fatih sudah paham apa yang dimaksudkan sang dokter. Seketika raut wajah Fatih berubah. Kini dia tidak bisa berkata apa apa.

Fatih keluar ruangan dokter dan menghampiri Naya yang kini tengah terbangun dan ditemani Ibu Nyai Shofiya, disampingnya.

"Bagaimana hasilnya, nak? Naya sakit apa? "

Fatih diam membisu, mataya kini mulai berkaca kaca. Kelopak matanya kini tergenang dengan air mata. Fatih segera menggenggam erat tangan istrinya. Naya pun heran dan bertanya tanya.

"Ada apa bi? Kok bibi nangis.. ?"

Tanya Naya dengan suara yang agak serak.

Fatih kini tak kuasa memendung tangisnya. Air matanya tiba tiba tumpah, dia langsung memeluk istrinya. Melihat tingkah Fatih, Ibu Shofiya pun semakin bingung dan mulai panik.

"Hks.. Maafkan aku bi.... "

Ucapnya dengan nada terisak.

"Iya bi.. Ada apa dengan ana bi.. Sampaikanlah bi... "

Ucap Naya, ikut menangis di pelukan Fatih.

"Maafkan Bibi.. Bibi kini harus mendua... "

Ucapnya.

Spontan Ibu Nyai Shofiya kaget dan membelalakkan matanya tak percaya atas apa yang dilontarkan oleh anaknya.

Tak hanya beliau, Naya pun kaget lalu melepaskan pelukannya. Dan menatap kosong ke arah mata Fatih yang kini penuh dengan air mata.

Naya pun terisak.

"Apa salah Naya bi...? Katakan..bi..?"

Fatih menyentuh kedua pipi Naya yang kini basah dengan air mata.

"Maafkan bibi... Mulai saat ini... Bibi akan menduakan cinta kita bi... "

"Siapa perempuan itu bi? Siapa? "

Tanya Naya mulai emosi menarik kerah baju Fatih.

Fatih mengelap air matanya, lalu mengarahkan matanya ke arah perut Naya, tangan kanannya kini menyentuh perut Naya.

"Dia bi... Dia yang tengah berada disana.. "

Ucap Fatih lalu tersenyum ke arah Naya.

Naya pun tambah menangis tak percaya.

"Naya hamil bi? " tanyanya tak percaya.

Fatih langsung memeluk erat Naya, yang begitu dicintainya sembari mengelus punggungnya, begitu bahagia.

Ibu Nyai Shofiya geram dan gemas dengan drama yang Fatih buat langsung memukuli punggung anaknya dengan tas kecil yang dibawanya secara bertubi tubi.

"Ih.. Sejak kapan anak Ummi ini jago berakting... Ya Allah... Ummi kaget dipikirnya ada apa apa.. "

Ucapnya dengan nada yang agak terisak. Mata beliau berkaca kaca, terharu.

Ibu Nyai Shofiya lalu memeluk Naya.

"Mabruk anakku... Mulai saat ini, Naya gak usah bantu pekerjaan rumah lagi ya.. "

Naya tersenyum.

"Oh ya.. Biar Ummi yang menghubungi mama Naya dan mengabarkan berita bahagia ini..."

Ucap Ibu Nyai Shofiya semangat.

Naya dan Fatih hanya bisa tersenyum melihat semangat Umminya.

Fatih tak henti hentinya mengecup kening Naya, bahagia.

"Terimakasih bi... Bi bahagia sekali.. "

Ucapnya mesra.

Naya pun larut dalam kebahagiaan.

Hari hari Naya semakin berwarna. Lahirnya bayi yang dikandungnya merupakan hadiah terbesar bagi dua keluarga yang sangat mengidamkan kedatangannya. Anak tersebut akan menjadi cucu pertama keluarga H. Abdullah dan juga pula cucu pertama bagi keluarga KH. Ahmad yang akan menjadi penerus perjuangannya dalam mengembangkan pondok pesantrennya kelak.

Semakin hari, Fatih semakin intens mengurusi segala kebutuhan istrinya. Cek up tiap bulan, tasyakkuran, hingga kebutuhan ibu hamil kebanyakan, yaitu ngidam.

Meskipun kadang tengah malam, Naya membangunkan Fatih, untuk minta dibelikan eskrim lah, sate Madura lah, Martabak telor dan masih banyak lagi. Hehehe...

Fatih sangat menikmati masa tersebut. Fatih sangat gembira dan sangat bahagia. Semua perhatiannya, dia curahkan kepada istrinya.

Tak hanya Fatih, Ibu Nyai Shofiya merawat dan memanjakan menantunya dengan sangat luar biasa.

Sesekali, beberapa minggu sekali Mama Naya dan abahnya mengunjungi Naya di Pasuruan. Kadang pula, Naya bermain dan Menginap di rumah orang tuanya di Surabaya untuk mengusir kejenuhan.

Semuanya perhatian dan sangat antusias menanti kelahiran cucu pertama dari keluarga mereka masing masing.

Awesome sekali....

Untukmu, ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang