Past or Future

95 17 7
                                    

Dega menghela nafas begitu mereka sampai di bestcamp DS, ia menghempaskan tubuhnya diatas sofa, diikuti Jay yang mulai bersikap bossy. Pria itu menatap Dega, ia tersenyum sinis.

"Gw gak nyangka, orang kepercayaan Josh sepengecut itu di masa lalunya." Ujar Jay, setengah meledek.

"Ya, loe harus percaya mulai sekarang." Ujar Dega, tersenyum. Ia tau, Jay berniat mengejeknya. Ia sendiri sadar, dirinya tak sehebat itu untuk jadi orang kepercayaan Josh. "Btw, soal Josh, gimana keadaannya di rumah sakit?" Ujarnya pada Yuta yang kebetulan tak ikut tadi, karna tugasnya menjaga Josh di rumah sakit.

"Parah sekali, meskipun dia selalu bilang baik-baik saja. Tulang bahunya patah, tubuhnya membutuhkan beberapa jahitan, untung wajahnya tak papa-"

"Apa? Kenapa loe baru bilang sekarang? Apanya yang gak papa, wajahnya separah itu waktu dibawa."

"Dia... Enggak harus kehilangan wajahnya, Ga."

"Santai, Ga, dia baik-baik aja, yang perlu loe pikirin itu besok." Ujar Jay, sedikit mencibir.

"Emang besok kenapa?"

"Dega mau duel bareng Sean..."

"Sean? Ketua EXO?"

"Iya, gw yang jadwalin. Jenius, kan?"

"Ga!! Loe lupa, kemarin loe baru aja dipukulin, dan besok loe harus duel lagi?"

"Emang kenapa? Ada masalah?"

"Loe pikir Dega gak butuh istirahat? Gimana bisa loe jadwalin duel, sedangkan Dega lagi sakit."

"Dia baik-baik aja, loe berlebihan deh."

"Dega itu harusnya di rumah sakit bareng Josh, belum tentu juga dia gak ada patah tulang." Ujar Yuta, ia bahkan menarik jaket Jay dengan kasar.

"Dia masih bisa jalan, yaelah, berlebihan banget." Ujar Jay, kesal.

"Sudahlah, toh semuanya udah dijadwalin. Gw gak papa kok, Ta, gw cuman butuh tidur sebentar, ntar juga baikan."

"Noh, dengerin!!"

"Awas loe, kalo Dega sampe kenapa-napa, loe yang bakal gw hajar." Ujar Yuta sambil mendorong Jay, membuat pria itu kembali duduk di sofa itu.

Jay hanya memutar matanya, kesal.

"Ada apa?" Tanya Wendy, gadis itu yang baru masuk itu duduk disamping Dega.

"Gak-"

"Jay tuh berulah lagi, ngapain coba nyuruh Dega duel sama Sean, dia kan lagi masa pemulihan." Ujar Yuta, kesal.

"Apa? Bener, Ga?" Ujar Wendy, Dega menghela nafas.

"Dia yang mau kok, Sean juga..."

"Loe gak dengerin omongan gw tadi pagi, ya? Dega itu harus ke rumah sakit, dia gak baik-baik aja." Teriak Wendy, tentu saja ia marah, Jay itu seenaknya saja menduelkan orang lain, tanpa mau tau keadaan mereka.

"Dega setuju kok..."

"Itu karna loe yang maksa, Dega bukan tipe orang yang suka sama kekerasan..."

"Udahlah, gw gak bisa ngelak, Sean udah setuju." Ujar Dega, pelan. "Jangan kayak gitu, dia niat bantuin gw."

"Bantuin apanya?"

"Loe kan tau dia kayak gitu, yaudahlah, kita liat besok aja." Ujar Dega, mulai jengah dengan sikap mereka.

"Mati loe, kalo Dega makin parah..." Ujar Wendy, penuh ancaman.

"Aishh, cewek masa kayak gitu? Biarin aja, ntar Josh makin ilfil lho." Ujar Dega, mencoba mencairkan suasana.

"Biarin aja, toh dia ada di rumah sakit." Bentak Wendy, ia benar-benar tak habis pikir dengan mereka. Apa isi otak pria-pria ini hanya duel? Memperebutkan wilayah? Balap motor cuman demi dapet hal yang mereka inginkan?

"Udah, udah, gak perlu marah-marah."

***

"Hei, kau belum tidur?" Tanya Sean, saat melihat Yun berdiri di beranda kamarnya.

"Kakak sendiri?"

"Aku baru selesai latihan, aku ingin melihatmu, tapi kau ternyata ada disini." Jawab Sean, lembut. "Kenapa belum tidur? Tak sabar untuk besok?"

"Apa tidak berlebihan?"

"Kenapa?"

"Kakak duel dengan Kak Dega, apa itu gak berlebihan? Kenapa kalian harus duel? Kenapa tidak bicara secara baik-baik saja?"

"Dia yang menantang duluan, kenapa harus aku tolak? Kau tau sendiri, Dega itu sudah berubah."

"Tentu saja sudah berubah, makanya Kakak juga harus berubah. Semuanya takkan berjalan dengan baik bila harus memakai kekerasan, kenapa Kakak gak pernah dewasa sih?"

"Jadi kamu mau aku mundur? Kamu mau aku dihina, dianggap pengecut oleh mereka?" Ujar Sean, nadanya meninggi. "Nggak, Yun, ini bukan lagi tentang kamu, tapi ini tentang harga diri aku."

"Kak Stuart benar, Kakak terobsesi bukan padaku, tapi pada Dega, Kakak ingin mengalahkannya karna dulu pernah meremehkannya, kan?"

"Bukan itu maksudku, aku mencintaimu, tentu saja. Tapi lewat duel ini juga, EXO akan dikenal sebagai genk kuat di kota lain."

"Lalu, apa keuntungannya kalian ditakuti?"

"Yun, mengertilah. Ini untuk masa depan kita, EXO, dan juga orang-orang sekitar."

"Disini banyak genk seperti kalian, Kak. Kakak pikir kalau EXO terkenal kuat, mereka takkan memanfaatkan nama kalian untuk melakukan kejahatan? Kriminalitas disini juga tinggi, apa jadinya kalau mereka menggunakan nama kalian untuk hal itu?"

Sean terdiam, ia menghela nafas. "Aku tak peduli, Yun. Aku hanya ingin mempertahankan kamu sekaligus memperlihatkan bahwa EXO tak semudah itu bisa hancur hanya karna tantangan mereka."

Yun menatap pria yang dulu pernah ia cintai itu, ia menghela nafas. "Kakak tak mencintaiku seperti dulu lagi, atau Kakak memang tak pernah mencintaiku, Kakak hanya terobsesi pada kemenangan ini, kekalahan Kak Dega akan membuat Kakak merasa lebih tinggi darinya."

"Kau tak mengerti Yun, aku melakukan ini semua..."

"Aku mengerti, harga diri Kakak terluka kalau posisi Kak Dega sama dengan Kakak." Ujar Yun, pelan. "Kak Dega pasti tengah terluka karna Kakak waktu itu, lalu besok dia harus melawan Kakak? Apa Kakak gak kasihan?"

"Untuk apa aku kasihan padanya? Itu karna kelakuannya sendiri, dia merebut dirimu dariku. Kau lupa ya, dulu dia memanggilmu apa?"

"Itu hanya masa lalu, dia hanya emosi karna Kakak..."

"Jadi kamu nyalahin aku? Kamu belain dia? Kamu lupa, aku pernah melakukan apa untukmu?"

Yun terdiam, ia menatap Sean tajam. "Kakak lupa, apa yang Kakak lakukan terakhir kali padaku?" Tanyanya, sinis. "Sudahlah, lupakan saja." Ujarnya sambil berjalan pergi, meninggalkan Sean sendirian disana.

"Yun, kita belum selesai!!" Ujar Sean, tapi gadis itu tak memperdulikannya. "Yun!! Yuanita!!"

Yun menghela nafas kesal, ia tak bisa lagi memaklumi Sean. Pria itu sungguh sudah keterlaluan, padahal Yun sudah mulai menerima masa lalu mereka. Yun memang tak bisa bersama Sean lagi, tapi gadis itu mau memaafkan Sean. Jika saja Sean dewasa sedikit, Yun takkan bersikap tak sopan seperti tadi.

Kak Dega, Kakak harusnya menolak itu. Karna aku tak mau kehilangan lagi, seperti dulu waktu Kak Sean pergi meninggalkanku bersama gadis lain.

OBSESSION (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang