"Cepat pergi dari sini," ajak Alban.
Zelda tak menghiraukan panggilan dan uluran tangan Alban, tatapannya kosong dan hendak menangis.
Menyadari pergerakan lawan yang mulai bangkit, lantas Alban menggendong Zelda di pundaknya seperti karung beras, kemudian membawanya lari keluar pesawat."Kamu bukan penjahat kan?" ucap Zelda masih dengan tatapan kosong. Alban tidak menjawabnya.
"Di— dia mengikuti kita," kata Zelda. Alban langsung membalikan badannya.
DUARRR...
Suara ledakan yang begitu dahsyat berasal dari pesawat yang mereka naiki tadi.
Zelda membekap mulutnya, "Dua orang tadi masih dalam pesawat."
"Tidak usah pedulikan mereka Nona," jawab Alban.
"Kau gila, jelas-jelas mereka belum keluar dari sana. Aku bahkan belum sempat meminta maaf pada orang yang ku tembak tadi. Turunkan aku!" jeritnya sambil memukul punggung Alban, tapi Alban tidak menghiraukannya.
—•—•—
Bau antiseptik menyengat di indera penciuman Zelda, dengan perlahan ia membuka mata dan menyesuaikan cahaya yang masuk.
'Ruangan bercat putih' itulah yang ia lihat saat ini.Seorang perawat membuka pintu dan langsung menyapa Zelda.
"Selamat sore Nona Zelda, bagaimana keadaan anda, Apakah sudah membaik?" ucap perawat wanita tersebut.
Zelda mencoba mengingat-ingat kejadian sebelumnya,
"Ah ... Suster apa yang terjadi dengan saya?"
"Anda hanya kelelahan mungkin karena syok ringan," jawab perawat itu.
"Kenapa saya bisa disini?"
"Anda merupakan salah satu penumpang pesawat yang dimana pesawatnya terjadi penyerangan."
Seketika bayangan kejadian itu muncul di kepala Zelda, ia merasa pusing dan memegang kepalanya. Hal terakhir yang ia ingat adalah ledakan pesawat dan laki-laki itu.
'Jika kamu diinterogasi polisi, bilang kalau kamu tidak melihat kejadian tadi. Jangan katakan apapun, ini perintah!' setelah itu zelda mulai kehilangan kesadarannya, masih di gendongan lelaki tadi.
Cklek..
"Selamat sore, kami dari kepolisian ingin meminta kesaksian Saudari Zelda Nixie Aurora atas kejadian penyerangan di pesawat. Menurut kesaksian sekitar, Anda yang terakhir keluar dari pesawat itu sebenarnya apa yang terjadi?"
"Mohon pelan-pelan Pak, pasien baru sadar dan keadaanya masih belum baik."
"Saudari Zelda?"
"A ... aiya Pak, saya tidak tau apapun," ucap Zelda sedikit gugup.
Polisi itu menaikan sebelah alisnya.
"Well, saya harap kamu jujur. Ceritakan sedikit saja bagaimana kronologi penyerangan itu agar kami bisa tahu apa motif dari kejadian ini."
"Brangkas, tombol peledakan," gumamnya, hampir tak terdengar.
'astaga, jika aku bilang aku mungkin dalam bahaya' ucapnya dalam hati.
"Apa yang anda ucapkan Nona?" tanya polisi itu.
"Itu Pak, kejadian yang saya tau. Awal mula ada satu tembakan tak tentu arah, sepertinya untuk menggeretak. Laki-laki di depan saya bangkit kemudian diserang oleh dua orang yang datang dari belakang. Mereka berkelahi setelah itu saya tidak sadarkan diri karena syok," bohong Zelda.
"Anda yakin kejadiannya seperti itu? Ada yang terlewat. Seperti ancaman peledakan atau—"
"Tidak pak," sanggah Zelda. "Mungkin pesawat meledak karena kesalahan mesin akibat peluru yang ditembakkan di awal," tambahnya.
Polisi itu mengerinyit "Bukankan seharusnya ada dua belah pihak dalam penyerangan ini. Sangat tidak mungkin tidak ada motif untuk kejadian ini. Tadi kamu bilang lelaki di depanmu yang diserang, Kamu tahu siapa orang itu?" tandas polisi itu.
Zelda menggeleng dengan cepat "Tidak pak, saya tidak tahu, bahkan saya tidak mengerti apa yang mereka bicarakan."
Polisi itu menghela nafas. "Baiklah sudah cukup untuk hari ini, terimakasih Nona Zelda. Anda masih menjadi saksi, pihak kami akan melakukan perlindungan untuk Anda. Saya undur diri." Pamit polisi itu.
Zelda merasa kepalanya semakin pening
"Saya mau istirahat, Sus," ucapnya sambil membaringkan tubuhnya."Baik, silahkan nanti makanannya dimakan." Kemudian perawat itu meninggalkan Zelda sendirian.
—•—•—
Di luar kamar pasien, Alban sedang berdiri sambil mencari seseorang. Ia memasukan sebuah kertas pada sebuah koper berwarna biru langit.
Saat ada seorang perempuan lewat, ia memanggilnya.
"Hey, kamu salah satu penumpang pesawat tadi kan. tolong berikan koper ini pada gadis di dalam sana," ucap Alban.
Perempuan yg merasa dipanggil itu lantas segera menutupi kebingungannya, "Ah iya."
Setelah itu Alban hanya mengisyaratkan gestur tubuh dengan anggukan kemudian pergi dari sana.
"Saudari Zelda, apakah ada keluarga yang bisa dihubungi?" ucap salah seorang perawat.
"Tidak perlu sus, saya baik-baik saja. Tidak usah menghubungi keluarga saya," balas Zelda.
"Anda yakin?" tanya perawat itu.
"Iya, masalah biaya saya bawa—"
"Biaya rumah sakit ditanggung pihak penerbangan Mba. Jadi, tidak perlu khawatir,"
"Oh.. baiklah, saya sudah bisa keluar dari sini kan, Sus?"
"Iya sudah bisa."
CKLEK...
"Permisi!" ucap seorang perempuan di ambang pintu.
"Ya silahkan masuk, ada keperluan apa?" Tanya perawat tersebut kemudian memandang Zelda dengan raut bertanya "Sodara, teman atau kerabat?"
Zelda tidak menggubris karena dia sendiri bingung dengan kehadiran seseorang disana.
"Ah— Saya mau mengantarkan koper ini, milikmu ... kan?" tanyanya kikuk sambil menunjukan koper berwarna biru muda tersebut.
"Iya betul, itu milik saya," ucap Zelda sambil tersenyum.
"Baiklah saya tinggal dulu ya mba, untuk konfirmasi penerbangan lanjutan bisa di tanyakan di layanan informasi rumah sakit."
"Baik Sus, terimakasih." kemudian perawat itu keluar.
•••
Hallo:) adakah yang baca ceritaku ini?. Gimana penasaran gak sama kisah mereka?
Yuk bantu share cerita ini ke temen-temen kalian.
Salam Hangat 🌹
------------------
Jangan lupa vote dan komentarnya teman-teman 🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
HERETOFORE [END✓]
ActionHERETOFORE merupakan kisah Laga-Romantis yang menceritakan tentang seorang gadis bernama Zelda yang pergi ke Vancouver untuk mencari keberadaan ayahnya. Dalam perjalanan ia mendapat kejadian yang tidak menyenangkan, yakni penyerangan dalam pesawat y...