Chapter 5: Tas usang sialan.

5.6K 185 5
                                    


Adzan subuh,Wulan beranjak bangun dari tempat tidur. Menuju kamar mandi, membersihkan tubuh lalu sholat.

Sang suami masih pulas, sebenarnya ia ingin lelaki itu bangun, mandi lalu ikut sholat dan menjadi iman sholat tapi ia takut untuk membangunkannya, ia takut pria itu marah dan kambuh menjadi penganiaya istri, lebih baik biarkan saja, mau bangun jam berapa, terserah pria itu.
Daripada hubungan yang mulai membaik menjadi panas dan memburuk lagi.

Wulan memulai aktivitas paginya dengan sibuk didapur, membuat makanan untuk sarapan pagi.

Menu kali ini ia membuat capcay kuah, gurame goreng dan tempe goreng.

Menu- menu kesukaan Matteo.

Biar badannya kurus ia cukup gesit, serambi memasak ia juga mencuci pakaian, menyapu mengepel lantai dan menyirami tanaman di halaman.

"Kurasa sudah matang," Wulan meletakkan sapu di dinding, ia berjalan menuju ke dapur.

"Hemssss.....sudah matang," ia cuci tangan, lalu mengangkat dan menaruh masakan ke dalam piring.

Begitu masakan matang, ia menata semua hidangan ke meja makan.

"Mas Teo, belum juga bangun," Wulan melihat pintu kamar masih tertutup rapat.
"Biarkan saja, lebih baik aku meneruskan bersih-bersih halaman samping."

Huaaahhhh........ mulutnya menguap lebar. Ia perlahan bangun dan membuka mata.

"Wulan!" ia kaget, sang istri sudah tidak ada disebelahnya.

Istrinya dimana? Apa ia sudah pergi dan meninggalkan rumah.

Matteo mengambil celana pendek, buru- buru mengenakannya. Ia tak mau istrinya pergi, biar benci tapi ia butuh. Matteo menggeram, gigi putihnya saling bertautan hingga menimbulkan bunyi kecil. Wulan tidak boleh pergi, titik! Ia melirik keatas nakas disamping ranjang, disitu tergeletak kartu kredit, debit dan beberapa lembar uang kertas yang sengaja ia berikan ke Wulan.

"Dia meninggalkan pemberianku, Wulan benar- benar telah pergi. Sial, ia meninggalkanku. Minggat kemana si bodoh itu?" geram Matteo, ia mengambil barang- barang diatas meja itu dan melemparkan ke sembarang tempat, barang itu berjatuhan, tercecer di atas lantai, dan uang itu berhamburan memenuhi lantai.

"Oh, ia memberi ini, meninggalkan kenangan berupa foto konyol!" Matteo meraih bingkai foto pernikahan mereka, ia melihat sekilas tersenyum kecut, lalu membantingnya, hingga pecah berkeping- keping. "Sialan, loe ,pergi juga. Terus ninggalin foto keparat itu."

Matteo tanpa henti mengamuk, kamar menjadi pelampiasan amarahnya, bantal ia lempar ke seberang tempat, sprei ia acak-acak dan pakaian di lemari juga menjadi korban amukannya , ia mengeluarkan isinya dan mengobrak-abrik. Puas menuangkan emosi di kamar, lelaki itu berjalan keluar sambil mengumpat serapah yang tak kunjung henti. Kemana si sialan itu?
Ia juga tak mendapati tas usang milik Wulan di keranjang sampah yang semalam ia lempar secara asal.

"Ia minggat!" oceh Matteo, hidung ia mencium aroma masakan dari ruang makan.

Langkah kakinya ia arahkan ke ruang makan, tiba disana ia membuangi dan mengacak-acak hidangan yang Wulan siapkan untuk sarapan pagi, melemparkan ke setiap ruangan dan membiarkan masakan itu berserakan memenuhi lantai.

Glumprangggg...pyaaakkkk...
Suara pecahan piring jatuh mengenai tembok, pyakk... gelas jatuh di lantai, duggg...teko jatuh dilantai,,panci terbang mendarat di pintu.

Wulan tersentak, ia kaget mendengar kericuhan di dalam rumah. Ia meletakan perkakas berkebunnya, segera mengayunkan langkah kaki ke sumber suara.
Setiba disana sepasang matanya melotot, menemukan Matteo berdiri diantara hidangan sarapan pagi yang berserakan diatas lantai dan ruangan yang ambruladul berantakan.

Ketika Aku Mencintaimu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang