Adzan subuh berkumandang menyerukan umatNya untuk menghadap sang pencipta, suara kokok ayam bersahutan hampir di penjuru desa, sang suryapun mulai menampakkan sinarnya di ufuk timur khatulistiwa.
Badan kurus itu segera bangun, meraih handuk dan melangkah ke kamar mandi. Begitu selesai kembali ke kamar dan segera menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba dihadapan Allah.
"Ya Allah lindungilah keluarga kecil hambamu ini, jauhkanlah hamba dan suami hamba dari godaan duniawi, lindungilah suami hamba dimanapun ia berada...." Suara Wulan terputus , ia menggelinjang kaget lantaran ada kedua tangan yang melilit dipinggangnya, tangan kekar Matteo, lelaki itu tersenyum kecil sambil mencium puncak kepala sang istri. "Doakan mas juga biar berhasil menangani perusahaan. Gimana kabar kamu , anak papa?" Teo mengelus perut sang istri.
"Mas, bikin kaget. Aku lagi sholat," keluh Wulan menyenggol badan sang suami. "Doanya terputus."
"Aku dengar, kok, terima kasih doanya. Doa tulusmu pasti didengar Alloh dan dikabulkan."
"Ya, udah sekarang lepas Wulan. Mas mandi, lalu sarapan, biar Wulan bikinkan nasi goreng."
"Ya, iya. Tapi kiss..." Matteo memajukan bibir.
"Nakal." Wulan mendaratkan bibir sekilas, lalu bergegas pergi ke dapur.
"Iya, mandi." keluh Teo menuruti sang istri.
***
"Mas..." lirih Wulan bersuara, mata perempuan itu berkaca- kaca. Jemarinya sibuk mengancingkan kemeja sang suami, ia hanya menunduk. Entah kenapa ia tak memiliki kekuatan memandang wajah sang suami, ia pasti akan menangis terisak-isak melihat wajah yang sebentar lagi akan meninggalkan ia sendirian di desa, meski cuma untuk bekerja.
"Ada apa?" Matteo mengangkat dagu sang istri. " Kamu menangis. Jangan sedih, mas cuma pergi sebentar. Nanti sore juga mas balik kemari." Matteo menghapus airmata di pipi sang istri dan memeluk istrinya itu dengan erat.
"Jangan pernah tinggalkan aku, mas. Aku takkan sanggup hidup tanpamu."
"Ya ampun, sayang, mas ini cuma bekerja. Nanti mas pulang, begitu pekerjaan beres, mas langsung pulang. Kamu jangan berpikiran macam-macam, apalagi berpikir begitu. Percaya, dihati mas hanya ada kamu dan cinta kita." Teo mengelus perut sang istri. "Jangan membuat mas pesimis, Lan. Mana support untuk suamimu? Hayo, senyum!"
Wulan memeluk badan Matteo dengan kuat, seakan ia tak mau melepaskan sang suami. Wanita itu menangis dengan isak yang kian kencang.
"Sayang, kalau begini mas jadi enggan berangkat kerja. Mas tetap disini, biarkan saja perusahaan bertambah kacau," Matteo menghapus airmata sang istri. "Bukankah kau ingin dekat dengan ibumu? Kamu jangan cengeng, airmatamu membuat mas tak berdaya, Lan." Matteo tersenyum.
Wulan menghapus airmata dan tersenyum meski hatinya menangis. Jujur ia tak rela melepas kepergian sang suami, ia ingin pria itu tetap disisi ia.
"Mas, sekarang sudah rapi. Yuk, sarapan! " Sang istri memperhatikan penampilan rapi sang suami dengan kemeja lengan panjang putih dan celana jeans biru.
"Hayukkk...."
Mereka sarapanpun hanya berdua, sepagi ini Bu Tina belum bangun tidur.
Perempuan tua itu, akan bangun sekitar pukul 7 pagi dan ini baru setengah 6 pagi, itu artinya ibu Wulan akan bangun satu jam setengah lagi. Wulan enggan membangunkan, karena setiap dibangunkan sang ibu tetap tak mau bangun, malah ia akan marah- marah merasa tidurnya terganggu. Lebih baik biarkan saja, toh Matteo tak mempermasalahkan ibu Wulan, mau ia ikut makan bersama mau tidak, bodoh amat. Matteo sama sekali tidak peduli wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Mencintaimu.
RomanceKetika aku mencintaimu. Permis. Aku tidak bisa menolak perjodohan dengan wanita yang tak pernah ku kenal dan belum pernah bertemu, sekalipun di mimpi. Andai saja kedua orangtua ku tidak memaksa, serta mereka mau menerima kekasih ku, Gabrielle. Tentu...