chapter 35: Salahkah masa lalu?

2.6K 75 8
                                    

Jangan salahkan keadaan apabila tidak lagi berpihak kepadamu, tapi pertanyakan sikapmu, kenapa keadaan tidak lagi memihakmu.

Author kece.

"Mama, aku putrimu...Bukan putri wanita murahan itu, kan?" Badan kurus Viona lunglai, merosot turun ke lantai bersandaran dibalik pintu. Perkataan Matteo tentang kebenaran dan fakta, jika ia saudara kandung Wulan dan putri seorang perebut ayahnya dari sang mama, seakan membuat dunia ia runtuh, dadanya semakin sesak saja, hatinya berserakan tercabik-cabik oleh luka baru, bahwa fakta ia bukanlah anak kandung sang mama yang merawat dan membesarkan, melainkan dilahirkan oleh perempuan penghancur rumah tangga orangtuanya dan penyebab ia menderita dimuka bumi.

Apalah ikatan darah, bila kasih sayang didapatkan dari orang lain. Biarpun ia terlahir dari rahim Hartinah, tapi hal itu tak mengurangi rasa benci ia terhadap Hartina, bahkan malah semakin memupuk.
Viona menghapus airmata yang menetes di pipinya, ia berusaha bangun dan menepis rasa sakit akibat luka dibadan berserta pedih dihati, ia berusaha kuat, membuang jauh keterpurukan.

"Ibu hanyalah mamaku yang merawat dan memberi kasih sayang untukku. Keluargaku hanyalah mama, bukan Wulan bukan pula ibunya, meski faktanya kita satu darah!" Viona menggeram kesal, sepasang matanya melotot seakan copot, jemari- jemarinya mengepal. "Lihat kalian akan merasakan apa yang aku rasakan! Sakit hati, penderitaan dan airmata."

Alam seperti mendukung ucapan Viona, di luar halaman seketika mendung di langit jatuh menjadi gemuruh hujan dan petir bersahut-sahutan seolah membelah bumi.

***

"Lan, lihat tuh!" Matteo memajukan dagu, menunjuk ke seberang jalan, tepat ke arah seorang lelaki berbadan kekar sedang mengangkati jemuran di samping sebuah rumah kecil bercat hijau tosca. Mata Wulan membelalak, seakan ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya di rumah Ratih, sahabat karib nya. "Itu Rudi, yang benar saja dia, si preman mendadak insaf gitu."
Matteo terkekeh kecil.

"Benar dugaanku, preman itu masuk jebakan cinta. Lihat dia menjadi kittyboy begitu."

"Alhamdulillah, berarti lelaki itu berubah, semoga saja ia juga mengubah rasa bencinya terhadap Ratih menjadi cinta."

"Takluk juga dia, baru berapa hari nikah," Teo melambatkan laju mobil. "Kamu mampir?"

Wulan menggeleng.

"Baiklah, sepertinya kamu nampak lelah, " Matteo kembali mempercepat laju mobil. "Ingat kamu meski banyak istirahat."

Wulan mengangguk, kepala ia masih memikirkan Viona, jelas ia tak bisa tenang antara kecewa, sedih dan iba terhadap sang kakak. Wulan membayangkan bagaimana susahnya sang kakak berjalan dengan tongkat penyangga, hidup seorang diri dikontrakan kumuh dalam keadaan sakit tanpa sanak. saudara.

"Mereka sudah balik, " Tina meletakkan barang belanjaan yang baru datang lewat jasa pengiriman kilat, selain gemar belanja di mal, kini ia juga pelanggan situs dagang online, beli berbagai barang yang diinginkan guna memenuhi keinginan hidup glamornya. "Silahkan!" Tina mempersilahkan anak berserta sang menantu masuk. " Bagaimana Viona?"

"Permintaan maafku, tak ada gunanya. Dia semakin membenci kita, Bu," kata Wulan mendudukkan badan di kursi. "Itu apa?" Wulan melihat bungkusan dus diatas meja.

"Belanjaan ibu," sahut Tina mengambili kotak- kotak kardus diatas meja. "Baju sama sepatu!"

"Ibu...Tidakkah itu terlalu berlebihan?" keluh Wulan protes dengan kebiasaan belanja sang ibu.

Teo menyunggingkan senyum masam. "Dasar matre! Selalu memanfaatkan darah daging sendiri, nyawa anakmu sendiri dihargai 100 juta, " kata hati Teo, lelaki itu enggan bertatap muka maupun bertegur sapa dengan Kartina, ia sangat enek melihat tingkah maupun wajah sang mertua, Teo lebih memilih masuk ke kamar, rebahan disana daripada berkumpul dengan wanita licik.

Ketika Aku Mencintaimu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang