Chapter 11 : Kembali ke tabiat asli.

4.3K 140 1
                                    

Mencintaimu, bagai punguk merindukan bulan....
Seperti mimpi dalam ilusi....
Bagai prahara dalam cerita, tapi aku lakon kokoh dalam setiap kisahnya........❤️❤️❤️ karena aku tulus mencintaimu ........❤️❤️❤️

Wulandari Astuti,

Beberapa hari tinggal di rumah Matteo, Fatma semakin mengenal Wulan, semakin dekat dan akrab.
Mereka sering bekerja sama dalam urusan dapur, mengurusi rumah, serta merawat taman kecil buatan Wulan.
Keduanya semakin akrab karena sama-sama memiliki hobi berkebun dan memasak.
Mereka sangat akrab dan erat, tak terpisahkan, dimana ada Wulan disitu ada Fatma. Keduanya sangat kompak saling membantu satu dengan lainnya.

Sebagai seorang mertua, Fatma sangat menyukai gadis itu. Pribadi baik, berperingai lemah lembut, halus tutur kata, sopan dan hormat kepada orangtua. Di wajah gadis itu juga tak pernah terlihat rasa sedih maupun mengeluh. Ia begitu sabar meladeni dan menjalankan perannya sebagai seorang istri dari Matteo.

Pagi ini tanpa sengaja Fatma, memergoki Wulan dimarahi dan dimaki Teo. Gadis itu hanya diam, tidak ada rasa dendam maupun membalas dengan suara tajam, malah Teo dibuat pusing karena Wulan menangis.

Fatma yang tadinya berniat menemui Wulan dan hendak mengajak jalan-jalan, harus  sembunyi di samping lemari. Ia masuk ke kamar Teo beberapa waktu lalu, tanpa sepengetahuan mereka.
Ia memasang telinga, mendengar semua suara yang keluar dari mulut Matteeo.

Wanita ini mengelus dada, ternyata kemesraan yang ditunjukkan di depan mata hanya sandiwara belaka. Anak dan menantunya berbohong perihal hubungan mereka, aslinya mereka saling membenci,  terutama Matteo. Rupanya ia sangat terpaksa menjalankan pernikahan yang berawal dari perjodohan ini.

"Kamu tahu gara-gara kamu ada di hidupku, aku harus kehilangan perempuan yang aku cinta. Dia memutus hubungan denganku, sekarang di Singapore dan ia takkan pernah kembali. Itu karena ulahmu. Sialnya lagi, papa mengubah harta warisan atas nama kamu dan anakmu, kamu biar bodoh tapi dipercaya papa untuk mewarisi kekayaan nya. Sementara aku..." Teo menyudutkan Wulan ke tembok, kedua tangannya memegangi lengan kurus Wulan, sangat kuat sampai Wulan meringis kesakitan.

"Dengar kamu itu parasit. Sumber derita dalam hidupku. Jujur aku muak, apalagi harus terlihat mesra didepan orangtua. Kenapa kau meski muncul dalam kehidupanku? Kenapa diantara kita terjadi pernikahan? Aku tidak mencintaimu, tidak pula menginginkanmu."

Airmata Wulan menganak, deras membasahi pipinya. Ia tak sanggup menyembunyikan sakit hati, karena suara tajam dan penghinaan Matteo.

"Maafkan, Mas. Jika kehadiranku hanya membuat hidupmu menderita, sungguh tidak bermaksud merebut apa yang seharusnya menjadi milikmu, bahkan aku tak menginginkan semua warisan itu. Dengar harta orangtuamu, tetap milikmu..." Wulan berusaha tegar sambil menghapus airmata. "Anda orang pintar tuan Matteo Hadibrata, urusan seperti itu bukankah urusan kecil bagi tuan. Tuan bisa merubah dan kembali menganti nama tuan disana. Kita bisa membuat kesepakatan hitam di atas putih tentang hal itu."

"Boleh juga." Teo mengedipkan mata, mungkin mata ia lelah dari tadi melototi Wulan. Emosi ia juga mereda, tidak semarah tadi.

"Setelah mereka kembali ke Yogyakarta, aku urus kesepakatan itu di depan notaris."

Amarah Teo terhenti, ia melepaskan lengan Wulan.

Wulan menghembuskan napas lega, jantungnya seakan copot diintimidasi Matteo dengan kasar. Lengan Wulan merah menyisakan bukti jika Matteo tadi bertindak kasar dan arogan.

" Sudah!" Suara Fatma mengelegar mengisi ruang kamar. Wanita paruh baya itu keluar dari belakang lemari.

Seketika wajah Wulan langsung pucat, sementara Teo berdiri kelimpungan karena bingung. Ternyata sandiwara mereka telah kepergok sang mama.

Ketika Aku Mencintaimu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang