Chapter 22: Tak bisa tanpamu.

4.3K 153 2
                                    


Hai, hai... ketemu si emak lagi, di lapak  jelek emak....
Maaf tulisan emak sangat jelek, jauh dari kata bagus dan  ceritanya juga kurang menarik....
Karena ini cuma bentuk keisengan emak di kala ada waktu luang sebagai ibu rumah tangga yang sibuk mengurusi anak dan suami....

Terima kasih ya bagi kalian reader yang berkenan membaca, mungkin emak nggak bisa memberi karya yang enak, indah dan menghibur untuk dibaca, emak hanya mampu memberi coretan ala kadarnya yang hanya sekedar goresan iseng dan jujur emak sama sekali nggak ada keahlian dalam hal tulis menulis....

Love u all, bagi kalian pembaca ku....❤️❤️❤️




Hemmm....ehmmmm.... Sadewa berdehem.
Suaranya itu cukup ampuh, untuk menghentikan aktivitas Matteo dan Wulan.
Keduanya terkejut dan langsung melepaskan diri dari tubuh satu dengan tubuh lainnya.

"Lepasin aku!" bentak Wulan mendorong badan sang suami, hingga mundur beberapa jarak. "Aku benci kamu, mas!"

Hadibrata dan Fatma mengerutkan kening, sambil menahan tawa, mengetahui Matteo mendapat penolakan dari sang istri, biasanya sang putra dengan mudah menaklukan manusia jenis wanita, kini ia harus susah payah melakukan berbagai trik-trik.

"Oh, sorry, Lan." Matteo mengaruk rambut. Ia berdiri kelimpungan karena ada kedua orangtuanya dan sang adik yang berdiri memergoki tingkah jahil Matteo terhadap sang istri.
Ia menjadi salah tinggi, karena hilang kendali.

"Tolong, pergi dari sini!" teriak Wulan sambil menangis. "Aku benci melihatmu."

"Jangan perlakukan begini, Lan. Aku tahu aku salah." Teo masih saja berusaha mencairkan hati Wulan.

Wulan hanya bergeming, ia menunjuk pintu sambil membuang muka ke samping.

Fatma mengerakkan kepala ke samping, memberi kode agar Matteo keluar.

Sadewa juga mengangguk sambil berkata lirih menyuruh Teo pergi.

"Baik, aku akan pergi," sahut Matteo bergegas keluar kamar.

Hiks! Hiks! Wulan menangis sambil menutup kedua wajahnya.

Gadis ini masih trauma, sakit hatinya masih membekas dan ia masih belum memaafkan bahkan melihat keberadaan sang suami. Ia makin benci.

"Sayang, cheps!" Fatma langsung memberikan pelukan hangat. "Tenanglah, Teo sudah pergi. Maafkan mama, kami semalam harus meninggalkanmu."

Hiks! tangis Wulan makin keras.

"Ma, bawalah aku pergi dari lelaki itu. Biarkan aku merenungi dan melewati takdir ini tanpa ada dia." Wulan memandang dengan penuh permintaan. "Aku benci dia, ma."

"Wulan, sabarlah. Berilah Matteo kesempatan sekali lagi, percayalah kakak akan berubah. Aku cukup mengenalnya." Sadewa menepuk pundak Wulan.
Ia juga ikut sedih dengan kejadian yang dialami Wulan.

"Iya, nak. Nanti sore kita berangkat ke Yogya, kebetulan papa sudah memesan tiga tiket. Kau bisa membuka lembaran baru dan mengobati luka hatimu,  kami semua menyayangimu," kata Hadibrata.

*****

Dr. Cecilia telah memberi tahu jadwal kepulangan Wulan kepada keluarga Hadibrata,  mengetahui Wulan hari ini pulang Pak Hadibrata langsung memesan tiga tiket pesawat untuk penerbangan  tujuan Yogya.

Di Yogya, hidup bersama kedua orangtua Matteo yang sangat baik dan memperhatikan Wulan, tentu kehidupan Wulan akan lebih baik, ia akan terhibur, ada tempat mengaduh dengan berbagi keluh kesah segala masalah hidupnya, setidaknya Wulan tidak sendiri dalam kepedihan dan penderitaan yang disebabkan putra tertua mereka.

Ketika Aku Mencintaimu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang