Chapter 15: Masuk kerja.

3.9K 129 4
                                    

Jam tujuh pagi, Matteo menguap. Matanya mengerjap begitu sinar matahari masuk, menyinari ruangan bercat putih itu.
"Kesiangan aku. Kenapa Wulan nggak bangunin, udah tahu aku masuk kerja." Teo melompat dari ranjang dan berlari ke kamar mandi.

Mulutnya tanpa henti mengoceh,  menyalahkan sang istri yang tidak membangunkan tidur.

Hari ini hari pertama ia masuk kerja, setelah dua Minggu cuti menikah. Ia tidak boleh terlambat masuk, karena tepat pukul delapan pagi nanti, ia ada jadwal penting untuk meeting dengan relasi dari luar kota.

Jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Usai keluar dari kamar mandi, ia buru-buru mengenakan pakaian kerja yang telah disiapkan sang istri.  Stelan kemeja biru, jas hitam dan celana denim warna senada dengan jasnya membungkus rapi tubuh tegapnya.

"Kemana pula si Wulan ? Bukannya keperluan suami disiapkan." Matteo beralih keluar kamar, ia berjalan cepat menuju garasi mobil, tanpa mau menuju meja makan terlebih dulu sekedar untuk sarapan.

"Brengsek punya istri gini banget, tahu suami kerja bukannya bangunnin malah sibuk ngapain tuh disamping rumah." Teo melotot ke arah sang istri yang sibuk menjemur pakaian.

Wulan meletakkan pakaian, ia berjalan mendekati sang suami.

"Mas sudah sarapan?" Wulan berdiri di samping mobil sang suami, Matteo membuka pintu mobil dan menutup tanpa bicara.

"Mau bawa bekal, aku siapin."

"Nggak usah, aku sudah kesiangan. Makan saja sendiri, lagi kenapa nggak bangunin aku." Teo menyalakan mobil dan menarik persneling.
"Kau emang tak pernah becus jadi istri."

Wulan langsung terdiam.
Padahal ia telah bangun pagi sekali, menyiapkan keperluan pakaian dan makanan sang suami, ia hanya tidak membangunkan pria itu, karena pria itu tidak menyuruh ia untuk membangunkan. Ia takut kalau membangunkan Matteo dari tidurnya akan menimbulkan lelaki itu emosi dan marah.

"Bisanya bikin anak doang." Celetuk Matteo tepat di samping sang istri, pria itu dengan kencang melajukan mobil meski masih di sekitar halaman rumah.

Brem! Mobil melaju kencang, meninggalkan Wulan berdiri sambil mengelus dada. Ia sangat  cemas melihat cara Matteo mengemudikan mobil.

"Hati- hati, Mas."

****

Hari pertama masuk kerja, Matteo langsung disibukkan dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani.

"Syukur, pak Hafiz menunda meeting. Kalo tidak, jam segini datang apa jadinya. Bisa-bisa gagal tender." Matteo membukai berkas sambil mengelus perut. " Lapar, kangen makanan si Wulan. Tadi aturan makan dulu, ngapain buru-buru berangkat. Rugi nggak sarapan masakan Wulan."

Sekitar satu jam di kantor Matteo sudah merindukan sang istri, terutama perutnya yang tidak bisa diajak kompromi. Lapar sekali, dari tadi cacing di dalamnya berteriak minta jatah makan. Ia mau makan pun enggan, meski sangat lapar tapi ia tak mau makan selain masakan sang istri.

"Telepon Wulan, suruh aja kemari, " kata Teo merogoh saku. "Sial hape ketinggalan pula." Teo  mengaruk kepala, karena tidak menemukan barang berlogo apel digigit disakunya.

"Permisi, Pak. Jam sepuluh nanti ada rapat dengan pak Hafiz dari perusahaan Miley Groups," kata si Viona, sekertaris pribadi Matteo, muncul dari balik pintu.

"Ditunda jam sepuluh, ok," Teo memencet tombol telepon di hadapannya.

"Beliau telah mengirim berkas proposal lewat email bapak. Bapak sudah mempelajarinya?" Viona agak meneliti karena dari tadi si bos, terlihat hanya bengong melamun.

Ketika Aku Mencintaimu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang