Chapter 3: Bunuh diri bukan akhir segalanya.

7.1K 271 11
                                    

Sepanjang perjalanan, Matteo tiada henti memaki sang istri.
"Sial! Sial! Si ndeso itu membuat hubunganku dengan Gabe semakin kacau. Si sialan itu harus dikasih pelajaran, gara-gara ia, Gabe jadi marah."
Matteo melajukan mobil dengan sangat kencang, ia mengebut agar segera tiba di rumah.

Wulan menangis sesegukan. Matanya sebam.
Sedari tadi siang ia masih terkurung di dalam kamar, Matteo belum kunjung pulang, tak ada seorang pun yang akan membuka kamar terkecuali pria itu.
Ia hanya duduk menangis, meratapi nasib malang yang tak diinginkan keluarga maupun suami sendiri.

Orangtuanya sengaja menjodohkan ia dengan Matteo, karena harta serta kekayaan semata tanpa peduli tabiat pria itu.

Bahkan terang-terangan orangtuanya, meminta mahar besar kepada keluarga Matteo. Uang 500 juta, 2 hektar lahan pertanian dan 15 ekor sapi.
Mungkin karena permintaan itu juga, perilaku suaminya terhadap sang istri sangat buruk.

Ia menganggap sang istri, seorang wanita matre yang menikah hanya sekedar untuk harta dan uang, karena gadis itu sama sekali tak menolak ketika dijodohkan dengan pria yang tak dikenali sebelumnya.

"Ngapain pula jam segini pulang ke rumah," Matteo membelokkan mobil ke arah lain.

Ia membawa mobil ke sebuah club' malam.

"Lupakan masalah, lupakan semuanya," Matteo masuk ke dalam club'.

Ia langsung menuju ke tempat bartender.
Meminta bir, meminum hingga mabuk.

Hingga larut malam, lelaki itu berada disitu.

Tepat pukul 1 dini hari , ia kembali pulang.
Dalam kondisi mabuk, ia melajukan mobil dan ajaibnya ia bisa membawa mobil hingga ke rumah, meski alkohol telah mempengaruhi kesadarannya.

"Si bodoh itu aku kunci di kamar. Ya, mumpung ia disana, aku bisa mengajaknya bercinta," oceh Matteo meracu tak jelas.

Dengan sempoyongan ia berjalan menuju ke kamar, tiba didepan pintu lalu membuka dan masuk ke dalam kamar. Wajahnya nampak sumringah melihat Wulan duduk di pojokan kamar, gadis itu belum tidur.
Matanya bengkak, wajahnya sangat pucat seperti mayat hidup tanpa aliran darah sedikitpun.

"Sini, bangun! Sini!" Matteo mendekat, menarik sejumput ramput hingga Wulan berdiri sambil meringis.

"Sakit, mas."

"Bangun, buka bajumu lalu bajuku," kata Matteo kini berdiri sejajar dengan Wulan, ia menundukkan kepala, menyentuhkan bibir untuk mencium bibir ranum sang istri, karena istrinya hanya setinggi bahu.

"Lepaskan, aku! Kau mabuk!" Wulan bergerak meronta-ronta, ia tak ingin disentuh dalam kondisi mabuk, ia mual dengan aroma alkohol ditubuh sang suami. Bau, membuat kepala pusing.

"Aku harus dengan paksaan, heh ...!" Mata Matteo menyipit menatap wajah Wulan, ia ingin Wulan, ia tak tahan menghentikan hasrat yang begitu menggebu, tanpa aba-aba, Matteo melempar tubuh Wulan ke atas ranjang.

Ia menindih, tanpa sedikitpun belas kasihan, tangan kekarnya dengan kasar melucuti pakaian Wulan, hingga tak menyisakan sebenang pun ditubuh Wulan.

Matteo memaksa Wulan bercinta, pengaruh alkohol membuat ia lepas kendali dan dengan kasarnya ia mencumbu Wulan.

Airmata Wulan leleh, sungguh ia tak sanggup meladeni nafsu liar sang suami, sungguh ia sangat terluka diperlakukan Matteo sekejam ini. Ia seorang istri harusnya Matteo lebih manusiawi memperlakuan sang istri bukan seperti pelacur murahan.

"Akhhh...!" Matteo limbung, setelah pelepasan.

Pria mabuk itu, jatuh ke atas ranjang, tergeletak disamping Wulan.

Ketika Aku Mencintaimu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang