Chapter 31: Rindu.

2.6K 95 0
                                    

Hujan akan turun, dengan derasnya kenangan, dinginnya kerinduan, basahnya tangisan dan hangatnya pertemuan.
Pada hujan pada setiap bulirnya kusematkan anak- anak rindu, mengalirlah menuju muara kasihmu.

❤️❤️❤️❤️❤️

Matteo sangat sibuk sekali. Padatnya jadwal meeting, ditambah kunjungan ke salah satu mega proyek hotel dan pusat perbelanjaan dengan nama, " MOON LIGHT Plaza ," serta sebuah yayasan sekolah yang bernama serupa cuma berbeda dibelakang Moon Light tertulis School, sekolah yang ia bangun untuk membantu anak-anak kurang mampu tanpa biaya sepeserpun, ia dedikasikan semua untuk sang istri. Sang papa, Hadibrata senior bisa membuatkan panti asuhan untuk sang istri, kenapa ia tidak? Lagi ia mau menunjukkan ke papa, bahwa ia bisa seperti sang papa, tidak cuman bisanya diremehkan.
Kesibukan dan padatnya jadwal kegiatan membuat ia tak sempat menelepon sang istri, serta lupa istrinya itu.
Ia juga malas untuk beristirahat sebentar, sekedar mengisi perut. Sejak sarapan pagi tadi dengan Wulan, hingga kini jam 4 sore ia belum menyentuh makanan, ia tak bernafsu dan malas makan, ia terbiasa makan olahan rumah sang istri, dan saat ini, ia rindu wanita itu, tadi bekal nasi dari rumah terlupakan, ketika ia ingat mau memakannya hidangan cinta itu sudah basi.

"Aku balik saja, "Matteo mengambil kunci mobil di meja kerja. "Sebentar aku telepon Wulan dulu," Matteo bersandaran ditembok sambil memencet nomer Wulan.
Telepon tak kunjung diangkat, Matteo berdiri gungsar, ia menjadi resah. Kenapa tidak diangkat? Apa ia sedang berpergian atau sibuk mengerjakan sesuatu sampai hp lupa ditaruh atau tinggal di rumah. Tadi puluhan kali Wulan telepon, kini giliran ditelepon balik malah tidak kunjung diangkat. Mungkin Wulan marah dengan sang suami dan enggan mengangkatnya? Tapi itu bukan tipikal Wulan, dia bukan pemarah dan ia sangat dewasa, ia paham jika Matteo sibuk dan tak mau diganggu.

Wulan berada di kebun, sedari tadi siang ia sangat menginginkan jambu air, mumpung Tina menengok kebun, ia ikut.
Wanita muda itu memetik satu bakul jambu.
Ia beristirahat sejenak, jalan kaki 15 menit dari rumah hingga kebun, rupanya cukup melelahkan mengingat ia sedang mengandung, Wulan duduk dibawah pohon jambu, bersandaran sambil menikmati hasil petikan kebun dan menghirup segarnya hembusan angin sore. Rambut lurusnya terombang ambing, bergerak- gerak terkena angin menutup wajahnya. Sesekali tangan kurusnya membenarkan rambut kebelakang sambil mengelus perut dan mengajak bicara bayi didalam perut.

"Papamu pergi sehari, mama sudah sangat rindu. Apa kamu rindu papa juga? Jangan sedih ya, nanti papa pulang kok. Ada mama disini." Wulan tersenyum, tapi jujur ia sangat sedih karena baru sehari bekerja Matteo sudah melupakan ia, telepon tak diangkat, sekalipun mengangkat bicara ketus dan tak mau menerima telepon lagi, bilang mau telepon balik, tapi menunggu dari pagi hingga sore tak kunjung telepon lagi.
Wulan kesal, lalu meletakkan hp di kamar.
Ia lebih baik mengalihkan kegelisahan dihatinya dengan mencari kesibukan di kebun, daripada bengong menunggu sang suami kembali.

"Sudah sore, pulang, Lan. Hamil muda tidak boleh, sembarangan di luar!" perintah Tina sambil mengendong bakul berisi sayuran. "Barangkali sebentar lagi suamimu pulang, kau siapkan makanan. "

Benar kata ibu, sudah sore, Wulan belum menyiapkan makanan untuk sang suami, wanita itu bangun, membopong bakul buah lalu menggendongnya dengan kain.

Keduanya berjalan beriringan, makin waktu memang Tina mulai berubah, apalagi semenjak tahu Wulan hamil, perempuan itu sedikit perhatian terutama dengan bayi dikandungan sang putri. Tina mengingatkan Wulan makan, menyuruh tidur siang dan Wulan tidak diperbolehkan angkat junjung benda berat.

"Kamu harus menjaga bayimu, karena itu mahkota keluarga Matteo, kau tahu mereka sangat menginginkan bayi, penerus keluarga, statusmu akan nyaman jika kamu memiliki keturunan dari keluarga Matteo. Bayi itu pasti sangat disayangi mereka, dan kamu otomatis juga disayangi mereka, secara otomatis pula, kau memiliki harta mereka." Tina bicara, sepanjang perjalanan hanya tentang bayi, harta dan kelurga Matteo. "Ingat ini kesempatan emas, keluarga Hadibrata sangat menyayangimu, manfaatkan itu."

Ketika Aku Mencintaimu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang