Hampir 1 jam gadis kurus itu duduk diatas ranjang, ia memegangi foto pernikahannya dengan Matteo.
Tanpa ia sadari, air mata jatuh menetes.
Sungguh sedih, sebentar lagi ia akan meninggalkan pria yang di foto nampak tampan dengan setelan jas hitam dan peci hitam.Ia meletakkan kartu debit, kartu kredit dan beberapa lembar uang ratusan ribu ke atas meja rias, tapi untuk foto ini.
Ia memegang erat dan tak mau meletakkan. Ia akan membawanya kemana ia pergi.
Entahlah ia ingin membawa foto pernikahannya dengan Matteo.
Sebagai kenangan, masa lalu , atau apa ...? Wulan juga tidak mengerti, tapi hatinya ingin sekali membawa barang itu.Toh, untuk barang seperti itu Matteo tak akan marah dan melarang, ia hanya melarang membawa uang dan harta pria itu, Wulan juga tahu diri.
Apapun pemberian pria itu yang pernah ia dapatkan , takkan ia bawa pergi.Wulan hanya mengemas beberapa pakaian yang sengaja ia bawa dari kampung ke dalam tas tenteng usangnya.
Semua beres, ia tinggal pergi. Namun Matteo belum pulang, Matteo tak tampak ujung hidungnya. Sejak tadi pagi, sejak mengantar Wulan pulang dari RS, lelaki itu pergi dan belum kembali.Wulan masih sabar menunggu, ia tak bisa pergi begitu saja tanpa sepengetahuan dan pamit kepada sang suami.
Jam 9 malam, suara mobil terdengar dari garasi rumah.
Mobil Matteo, pria itu sudah pulang.
Wulan cepat-cepat memasukkan foto pernikahan ke dalam tas, ia mengangkat tas tentengnya dan berjalan keluar kamar.
"Ngapain malam-malam bawa tas. Mau kemana?" celetuk Matteo memicingkan mata. "Aku mau makan, tolong siapin!"
"Sudah aku siapkan di meja makan, mas," kata Wulan, ia berdiri dengan badan gemetar dan kedua tangan meremas ujung baju.
"Oh, jadi mau pergi. Jadi mau pisah, jadi minggat?" Matteo mengamati tas jinjing usang Wulan.
"Aku tidak membawa apapun, semua barangmu beserta pemberianmu masih utuh, aku taruh di atas meja rias."
Matteo tersenyum masam.
Ia terdiam sejenak nampak memikirkan sesuatu.
Padahal ia sengaja pergi pulang malam , agar gadis itu menunggu, dan mengurungkan niat untuk meninggalkan rumah.
Malam-malam hendak pergi dari rumah tanpa tujuan jelas, tentu gadis itu akan berpikir ulang, tak mungkin ia akan pergi malam-mlam begini.
"Ini Jakarta. Ibukota, diluar banyak penjahat. Apalagi malam begini, kamu tak takut diganggu atau diperkosa...Ikh, serem, loh.....Diperkosa rame-rame."
Bulu kuduk Wulan langsung berdiri, ia takut.
Cerita Matteo ada benarnya, beberapa kali nonton berita di tv, memang ada kabar terjadi pembunuhan, perkosaan dan tindak kejahatan lainnya di kota besar ini.Apalagi Wulan baru datang dari kampung, ia belum tahu tempat- tempat di Jakarta.
Wulan terdiam, memikirkan segala keburukan yang akan menimpanya bila memaksa pergi.
"Sono pergi!" celetuk Matteo tersenyum senang, serasa di atas angin, ia takkan kehilangan Wulan.
"Kenapa harus takut? " kata Wulan menatap mata bulat Matteo.
Matteo menolakkan pinggang berdiri tepat dihadapan Wulan.
"Jakarta,kota kejam. Kau takkan bisa hidup sendirian disini, tanpa uang, tempat tinggal, dan sanak saudara. Kau mau makan apa, tinggal dimana, dan .....Gadis selugu kamu, bisa dijahati orang. Kau masih muda dan cantik, kalo kau jatuh ditangan germo gimana? Mau dijadiin pelacur, mau dipaksa bercinta dengan om- om hidung belang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Mencintaimu.
RomanceKetika aku mencintaimu. Permis. Aku tidak bisa menolak perjodohan dengan wanita yang tak pernah ku kenal dan belum pernah bertemu, sekalipun di mimpi. Andai saja kedua orangtua ku tidak memaksa, serta mereka mau menerima kekasih ku, Gabrielle. Tentu...