Ning Ulya (1)

198 9 0
                                    


Genap lima hari setelah kepergian sofi. Kehidupan imam pun telah kembali seperti semula. Dan pada akhirnya, rizal kembali kepada imam tak kala kesendirian telah menenangkan dirinya. "kalau posisiku jadi kamu, pasti aku akan melakukan hal yang sama." jawab imam tak kala menerima permintaan maaf dari rizal.

"eh... mam. Gimana?"

"apanya?"

Ketika kita mencintai seseorang dan merasa bangga kepadanya, maka kita tanpa berfikir panjang kita akan memberikan suatu tanda selamat yang sering disebut sebagai hadiah. Dalam agama islam pun membolehkan untuk memberikan hadiah, tapi dalam masih batas kewajaran dan tidak memberatkan bagi si pemberi.

"ada sedikit masalah, zal." ungkap imam menepuk paha kirinya.

"masalah apa?"

"aku disuruh mengambil hadiahnya ke abah rosyid sendiri."

Kewajiban sebagai seorang santri memang begitu banyak, dan tugas utama yang di amanatkan oleh kedua orang tua di rumah adalah mengaji. Dan tak kala mereka telah meninggalkan pesantren, mereka di tuntut untuk bisa membimbing masyarakat awam ke dalam nikmatnya islam.

Imam yang dulu rajin mengaji, kini telah jatuh seratus delapan puluh derajat. Ia kini jatuh kedalam lembah ke malasan. Apalagi tak kala imam bertemu dengan ratna, ia jadi tak karuan. Setiap waktunya ia selalu kesulitan untuk mengatur waktu. Dan setiap usahanya untuk memulihkan semua itu selalu berakhir dalam hitungan hari. Ia kini sangat sulit istiqomah, paling lama imam bisa konsisten hanya dalam waktu lima hari. Selanjutnya ia selalu merasa bosen dan kangen terhadap ratna.

Cita-citanya agar bisa menjalin hubungan seperti kang hari dan mba lia sepertinya hanya angan-angan belaka. Ia tak pernah bisa mencontoh kesabaran kang hari dalam menjaga rasa kangennya. Begitu pula dengan mba lia yang selalu setia untuk menanti surat yang datang seminggu sekali.

"kamu taukan... aku sudah ngak pernah setoran." jawab imam menyesali dirinya sendiri. Ia takut kalau abahnya di rumah akan kecewa dengan keadaannya saat ini.

"ya sudah.. Bilang saja sama pak roiz."

"tapi kalau pak roiz dan pak said sudah bilang ngak bisa bantu." Uajar imam menemukan jalan buntu dalam masalahnya kali ini.

Namun, ide cemerlang yang rizal dapat, membuat imam agak sedikit menegapkan dadanya. Ide yang menurutnya terlalu beresiko untuk hubungan barunya, membuat ide itu menjadi opsi yang terakhir.

Kepala mereka yang telah panas untuk berfikir, menambah keringat yang mereka keluarkan di hari yang panas ini. Buntunya jalan yang akan mereka lewati, membuat imam berfikir untuk kedua kalinya. "udah mam. ngak ada jalan lain." Ujar rizal memojokkan.

"tapi, nanti bagaimana dengan ratna, diakan cemburuan banget?"

"Jika dia sayang sama kamu, dia pasti ngerti." jawab rizal memastikan jalan yang di pilih sahabatnya yang masih ketakutan kehilangan cinta dan kepercayaan orang yang ia sayang.

Mata rizal yang begitu waspada, kini menagkap sebuah pemandangan yang begitu mereka harapkan. "nah, itu ning ulya lagi baca buku, sendiri lagi. Kesempatan emas." sambung rizal menarik tangan imam menuju posisi orang yang tengah mereka perbincangkan.

Dengan sedikit dorongan dan paksaan, imam pun mulai melangkah mendekati seseorang tengah asik membaca buku yang ada ditangannya.seseorang yang mampu menciptakan dunianya sendiri, sesuai dengan keinginannya.

Ketidak percayaan diri menyerang hati imam. Mana mungkin ia, seorang santri yang tidak bisa melakukan apa-apa. Seorang santri yang kerjanya tidur terus. Harus meminta bantuan kepada sosok yang begitu berharga ini.

"ass.. ass.. assalamu'alaikum." Ucap imam gerogi melihat sosok yang begitu di idamkan oleh setiap lelaki.

"wa'alaikumsalam warohmatulloh." Jawabnya indah.

Matanya yang dapat menarik semua kemarahan, kini mulai mencari sumber manakah yang telah menyapanya. Suara tipis dan indah bagai benang sutra yang begitu terjaga kesuciannya. Dan, senyuman yang dapat membuat setiap lawan bicaranya masuk kedalam keindahan yang terasa abadi.

Tak pantas rasanya imam memandang sosok indah yang tengah duduk manis didepannya. "maaf menganggu ning." ucar imam yang tertunduk malu.

Matanya yang selalu menghormati orang yang tengah mengajaknya bicara, kini menatap imam dengan indahnya. "ngak apa-apa, ada yang bisa ulya bantu?" Tanya ning ulya mengembangkan senyum manisnya.

Entah dimana imam sekarang. Mendengar suaranya saja membuat imam menjadi kalang kabut tak tentu arah. "e...em...." Jawab imam gerogi.

"ada apa mas imam?" Tanya ning ulya menertawakan tingkah imam yang sangat menghibur dirinya.

Mas....

Dug dug dug

Ia tak menyangka akan di panggil seperti itu. Seseorang yang lebih tinggi derajatnya, memanggilnya mas. Imam tak mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Ia merasabahwa ini adalah mimpi yang tak mungkin nyata. Detak jantung imam bertambah cepat ketika ia mengucek-ucek matanya. Ternyata orang yang berada didepannya begitu nyata.

Tangan ning ulya yang mencoba menutupi tawanya agar tidak lepas kendali. Membuatnya melakukan hal yang tidak pernah ia sangka. "kamu lucu." ucap ning ulya tanpa sengaja.

Hah, lucu...

Imam mencoba mengendalikan dirinya kali ini. Dengan menarik nafas panjang ia mencoba menenagkan dirinya. "seperti ini ning.. kemarin kita kan ikut lomba." ucap imam sambil menutup kedua matanya.

"terus?" tanya ning ulya memperhatikan imam tingkah imam yang mulai bersungguh-sungguh.

"hadiahnya kan uang. Terus kata pak roiz uangnya ada di abah."

Seperti telah menebak jalan fikiran imam. ning ulya telah dapat memprediksikan kalau kedatangan imam yang begitu jarang. membuatnya tahu kalau imam meminta bantuannya agar dapat mengambil uang hadiah yang abahnya pegang.

"be... benar sekali."

"nanti ulya akan bicara dengan abah. Dan insyaalloh besok uangnya sudah ada."

Begitu mudahnya imam meminta bantuan orang yang baik hati ini. Membuatnya tak bisa menahan kegembiraanya yang telah meluap-luap di tempat ini. "makasih.... makasih banget ning." jawab imam sumringah sambil lari meninggalkan ning ulya.

Gembiranya imam juga terasa di benak ning ulya. Tingkahnya yang dapat membuat orang tertawa membuatnya menaruh perhatian lebih padanya. "imam. Imam..." ujar ning ulya menggeleng-gelengkan kepalanya yang di hiasi senyuman manisnya.


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 1 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang