Matahari dan Bulan

1.6K 170 23
                                    

🌞🌞🌞
Kita itu kaya matahari dan bulan kak, kita bersinar di tempat yang sama, tapi kita enggak bisa bersama
🌛🌛🌛

Happy reading❤

***

Tepat di hari Minggu ini, sesuai permintaan Dira, kini sekeluarga berziarah ke makam Fildza. Jangan berpikir Dira baik baik saja dengan Farhan. Sejak semalam bahkan Dira mengunci pintu kamarnya dan sekarang ia tidak berbicara dengan Farhan sama sekali.

"Ini makamnya" ucap Farhan ketika berhenti di sebuah nisan bernama Fildza.

Dira hanya mendengar ucapannya, tidak berbicara atau mengangguk sekalipun. Ia berlutut di sebelah kiri makam. Farhan hanya berdiri di sebelahnya sementara (Namakamu) dan Devano di seberang.

Walaupun ini bukan anak kandungnya, tapi Fildza tetap darah daging suaminya, anak tirinya. Ia membacakan doa untuknya diikuti (Namakamu) dan Devano. Selanjutnya, mereka menaburkan bunga mawar di atas tanah yang sudah mengering itu.

Devano dapat merasakan perih di hatinya, ini kakaknya, kakak tirinya. Bahkan ia sama sekali tidak tahu ia mempunyai kakak tiri, bahkan ia tidak tahu bagaimana wajahnya.

(Namakamu) dapat merasakan yang Devano rasakan lewat tatapannya. Ia mengelus pundak Devano. Ia tersenyum tipis.

Setelahnya mereka segera kembali ke mobil. Keempatnya mulai beranjak meninggalkan tempat. Namun langkah (Namakamu) terhenti saat seorang pria mendekati makam Fildza dengan membawa sebuket bunga mawar. Bahkan keduanya berpas pasan.

"Kak Iqbaal" panggil (Namakamu).

Iqbaal menatap bingung (Namakamu) dan keluarganya baru saja beranjak dari makam kakaknya. Apa (Namakamu) dan Devano sudah tahu sekarang masalahnya? Mengapa mereka bisa ke makam Fildza.

"Kak Iqbaal ngapain?"

"Ke makam kakak Gue" Iqbaal menunjuk makam kakaknya dengan sorotan mata. (Namakamu) mengernyit dalam.

"Dek ayoo" panggil Devano yang sudah di depan.

"Kak gue duluan yaa" (Namakamu) pamit karena tidak ingin ditinggal keluarganya. Benaknya masih menyimpan berbagai pertanyaan.

Iqbaal mengangguk. Ia berjongkok di hadapan makam Fildza sambil meraba permukaan nisan.

"Kakak apa kabar, maaf yaa sudah tiga minggu Iqbaal gak ke sini" Iqbaal memang setiap minggu selalu rajin berziarah ke sini. Karena Iqbaal sempat dilanda masalah, ia sampai tidak menyempatkan diri menemui sang kakak.

"Kak, Iqbaal sekarang udah tahu, kenapa ayah sama bunda gak pernah damai. Iqbaal mau bilang makasih ke kakak karna udah pertahanin keluarga kita walaupun sekarang udah gak karuan. Iqbaal kangen sama kakak" tanpa disadari setetes aur mata lolos dari rongga matanya. Iqbaal segera menepisnya, ia tidak ingin terlihat sedih di depan Fildza.

"Iqbaal juga gak nyangka cinta sama anak teman gelapnya bunda, Iqbaal harus gimana kak, Iqbaal bingung" Iqbaal benar benar menumpahkah segala isi hatinya saat itu juga.

"Iqbaal pengen ikut kata hati, tapi Iqbaal takut semuanya bakal kecewa"

"Kak doain Iqbaal biar bisa selesai semua masalah Iqbaal yaa" Iqbaal meletakkan buket mawar yang ia pegang sedari tadi di atas tanah merah tersebut.

"Kalau gitu Iqbaal pulang yaa kak, minggu depan Iqbaal bakal ke sini lagi seperti biasa" Iqbaal mengelus puncak nisan kemudian mengecupnya sekilas. Setelahnya ia beranjak pergi.

***

'Kok kak Iqbaal tadi ke sana? Ke makam kakaknya tadi bilangnya?'

'Apa mungkin Iqbaal anak dari mama nya Sasha juga? Apa Iqbaal juga anak papa? Tapi papa tadi biasa aja'

One Day (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang