Sasha Kenapa?

1.4K 154 12
                                    

Dimas tengah mencuci motor miliknya di halaman rumah seraya bersiul ria. Di liriknya Rani keluar dari rumah, ingin ia mencegatnya namun ia tahan.

Rani meliriknya sekilas, merasa aneh dengan Dimas yang acuh padanya. Ia membuka pintu pagar, namun tak lama ia tutup kembali. Dimas menoleh pada Rani yang berjalan ke arahnya.

Dimas hanya mengernyit. "Kamu gak larang aku pergi?" tanya Rani..

"Untung apa aku larang kalau akhirnya kamu tetap pergi?" ujarnya.

Rani mendengus. "Kemarin malam telepon siapa?" rasa penasaran itu masih menyelimutii benaknya, lebih baik tanyakan saja.

"Bukan urusanmu kan?"

"Urusanku, kamu suamiku"

"Sejak kapan aku di anggap suami?" Dimas menghentikan aktivitasnya kemudian berdiri setelah mencuci tangannya dengan air bersih yang berada di ember.

Rani terdiam. "Kamu sendiri juga punya pria lain, aku juga boleh dong" Dimas mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. Ia masuk ke dalam rumah meninggalkan Rani yang terdiam seribu satu bahasa.

***

(Namakamu) baru saja memgambil cemilan di dapur. Ia kembali ke kamar Devano.

(Namakamu) melewati kamar Dira yang pintunya sedikit terbuka. Ia melirik sekilas ke dalam namun langkahnya terhenti. Ia memperhatikan Dira yang tengah duduk di tepi ranjang sedang memegang bingkai foto. Karena posisi Dira membelakanginya, ia memperlihat penglihatannya untuk mengetahui foto siapa itu.

(Namakamu) melihat sekiranya itu foto seorang wanita dan pria yang ia pastikan itu kedua orang tuanya.

Memang, Dira sedang memperhatikan foto saat ia masih muda bersama Farhan sebulan sebelum menikah. Ia sangat merindukan Farhan. Sejujurnya ia tidak pernah membencinya, bahkan sangat mencintainya. Namun sandiwara farhan selama ini ternyata memupuk dalam harapan Dira bahwa Farhan hanya mencintainya.

(Namakamu) prihatin pada Dira, ingin sekali ia memeluknya dan mengucapkan semua akan baik naik saja. Tapi ia tahu Dira butuh waktu sendiri dan tidak ingin di ganggu. Semenjak berpisah dengan Farhan, Dira jarang berbicara bahkan pada kedua anaknya. Namun syukurnya Devano dan (Namakamu) sudah dewasa dan mampu berpikir bahwa Dira hanya perlu waktu untuk beradaptasi dengan kehidupannya.

(Namakamu) menutup pintu kamar Devano. Ia tidak mau melihat kerapuhan sang ibu yang membuat hati kecilnya hancur.

"Kenapa muka lo?" Devano yang tengah memetik senar gitar menghentikan aktivitasnya.

"Enggak kok, perasaan lo aja" (Namakamu) melempar sebungkus cemilan pada Devano.

"Lo kok bisa kekunci sih di toilet tadi?" (Namakamu) belum menceritakan pada Devano. Tidak ada yang tahu selain Iqbaal. Karena sejak keluar dari toilet tadi (Namakamu) hanya diam sesegukkan

"Gue di kunciin" jawabnya santai. Membuka bungkus cemilan kemudian melahapnya.

"Siapa yang ngunciin?" tanyanya kaget.

"Kalau tau, lo bakal ngapain?"

"Gue bales lah!"

"Kejahatan gak boleh di balas dengan kejahatan kak"

"Tapi udah kelewatan!" balasnya tak terima.

"Siapa?" lanjutnya.

"Kak Chelsea"

Telinga Devano memanas mendengar nama itu.

"Berani banget dia macem macem sama adek gue!" gumamnya seraya mengepalkan tangannya. Kalau saja Chelsea laki laki, wajahnya akan lebam besok.

One Day (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang