Gadis ini hanya berjalan menundukkan kepalanya mengikuti Iqbaal dari belakang. Keduanya sama sekali tidak ada yang membuka suara. (Namakamu) hanya mendengar ucapan Iqbaal yang sedari tadi terus terputar di pikirannya. Seakan radio rusak yang terus mengulang ucapan Iqbaal yang masih terdengar di telinga (Namakamu). Ia berharap ini hanyalah mimpi buruk yang menghiasi tidur lelapnya.
Sesekali (Namakamu) mengangkat wajahnya menatap Iqbaal yang terus menuruni anak tangga dengan santai dengan kedua tangan yang disimpan ke dalam saku celana tanpa menunggunya atau setidaknya menoleh ke belakang memastikan (Namakamu) masih ada karena tidak bersuara dan suara sepatu pun tidak terdengar.
Hingga keluar dari gedung Iqbaal tetap diam saja. (Namakamu) tidak tahan lagi. Ia berjalan menghadang jalan Iqbaal yang kemudian menghentikan langkahnya. Ia menatap (Namakamu) dengan santai seolah tidak ada kesalahan.
"Kak Iqbaal, jelasin ke gue, lo tadi bercanda kan?"
"Enggak" (Namakamu) kecewa.
"Terus kenapa lo ngomong gitu? Lo gak bisa gitu jelasin ke gue?"
"Gak bisa, gue jelasin seratus kali juga lo gak bakal percaya"
"Apa sih kak sebenarnya? Lo jangan bikin gue.."
"Udah lupain semuanya" potong Iqbaal.
"Cepet balik ke sekolah, ntar kakak lo marah lagi" Iqbaal berjalan meninggalkan (Namakamu) lagi yang mengerucutkan bibir tak karuan.
Sesampainya di sekolah ia kembali ke kelas.
"Lo nyetor apa nyuci toilet sekolah?" cetus Maura.
"Hehe" (Namakamu) hanya menyengir. Setelahnya Maura diam. Ia bernafas lega karena tidak di introgasi lebih lama.
Beberapa menit kemudian bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa langsung berhamburan keluar kelas tanpa membereskan barang apapun di meja karena tidak ada yang mengeluarkan buku sekalipun siswa yang mendapatkan juara. Luar biasa anak sekarang.
"Gue duluan" Maura melambaikan tangannya kemudian menuju gerbang sekolah.
"Hati hati" sementara (Namakamu) menuju parkiran. Wajah yang ditekuknya terlihat jelas. Bibirnya sedari tadi ia majukan.
"Hai" (Namakamu) menoleh pada pria yang berjalan di sebelahnya.
"Hai kak" gumamnya tanpa senyum.
"Eh lo kenapa? Kusut bener tuh wajah?" tanya Aldi.
"Gapapa"
"Kalau cewek bilang gapapa tandanya ada apa apa"
"Ya udah ada apa apa" asalnya.
"Jadi apa?"
"Apa sih kak?" kesal (Namakamu). Aldi terkejut. Niatnya bercanda malah membuatnya semakin kesal.
"Maaf gue bercanda"
"Maaf kak" lirihnya. Tak lama Devano, Steffi dan Karel datang.
"Ayo pulang" Karel menepuk bahu (Namakamu). Ia mengeluarkan motornya. (Namakamu) hanya diam. Ia tetap di antar pulang oleh Karel seperti biasa. Tidak masalah baginya karena rumahnya tidak terlalu jauh. Hanya beda komplek.
"Gue duluan yaa bye" ujar Aldi menjalankan motornya.
"Yoo" sahut Devano dan Karel mewakili.
Sepertinya tidak ada yang menyadari perubahan (Namakamu) yang menjadi diam membisu seperti ini.
***
Devano baru saja menjatuhkan tubuhnya ke kasur empuknya. Ponselnya yang ia letakkan di nakas bergetar. Video call dari Aldi ternyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day (COMPLETE)
Fiksi RemajaGimana rasanya punya kakak rasa pacar, kalau gak ada dia sehari kosong deh hidup lo dan punya idola sekolah yang kepedean banget sama lo?? Tiap hari selalu digangguin, emosi terus deh pokoknya kalau udah berhadapan dengan dia "Kita itu kaya matahari...