PROLOGUE

236 10 1
                                    

Kim Ara terduduk diatas sofa sambil memperhatikan seorang dokter yang kini tengah memeriksa kondisi Tuan Kim— Ayahnya yang telah jatuh koma selama satu bulan lamanya. Dalam hati ia berharap bahwa kali ini Dokter Kang akan mengatakan sesuatu yang berbeda dari hari - hari sebelumnya mengenai perkembangan kondisi Ayahnya yang semakin lama semakin tak menentu. Ia merasa bosan karena hampir setiap harinya Dokter Kang mengatakan hal yang sama— kondisi Tuan Kim masih belum menunjukkan suatu perkembangan yang cukup baik. Ara merasa lelah dengan itu.

Dokter Kang menghela nafas panjang dan menoleh kepalanya kearah Ara. Gadis tersebut mengerti betul tentang apa yang akan dikatakan Dokter Kang jika ekspresi pria tua tersebut masih menunjukkan ekspresi yang sama seperti sebelumnya. Ara memilih untuk bangkit dari sofa dan berjalan mendekat kearah pria berseragam serba putih tersebut.

"Apakah masih sama?" Tanya Ara yang sebenarnya tak membutuhkan sebuah jawaban karena ia sudah tahu jawaban apa yang akan diberikan oleh Dokter Kang padanya.

"Ya. Tuan Kim belum menunjukkan perubahan apapun." Ara hanya menghela nafas panjang karena harapannya tak kunjung terwujud.

"Apakah kau yakin jika Ayahku akan sadar?" Katakan bahwa saat ini Ara merasa sangat ragu dengan kondisi Ayahnya yang masih belum menunjukkan perubahan apapun. Semakin ia berharap bahwa Ayahnya akan sadar, maka ia semakin merasa ragu untuk mengharapkan hal itu.

"Kau tak perlu khawatir. Tuan Kim akan sadar, namun aku tak bisa memastikan kapan."

Ara mengangguk pelan, "Baiklah. Terima kasih sudah datang." Ujarnya diiringi sebuah senyuman tipis yang dibalas anggukan kepala oleh Dokter Kang.

Dokter Kang memasukkan seluruh peralatannya kedalam tas dan membungkuk sejenak pada Ara sebelum pergi meninggalkan ruangan. Ara menoleh kesamping, memperhatikan tubuh Ayahnya yang sudah terbaring diatas kasur selama satu bulan lamanya. Ia kembali menarik nafas panjang dan memilih untuk keluar dari ruang kamar Ayahnya. Melihat tubuh Ayahnya yang dipasang oleh alat - alat medis membuatnya sedih sekaligus ngeri.

Setelah menutup pintu dengan rapat, Ara langsung dipertemukan oleh seorang wanita yang sebenarnya enggan untuk Ara jumpai keberadaannya disini. Ara tak pernah menginginkan keberadaan wanita tersebut untuk hadir dalam kehidupannya, atau lebih tepatnya kehidupan keluarga kecilnya. Jika dibilang benci, tentu saja ia sangat membenci wanita tersebut, melebihi apapun.

Wanita tersebut tersenyum pada seorang gadis yang telah ia anggap menjadi anak kandungnya selama tiga tahun belakangan ini. Namun senyumannya luntur seketika setelah mendapatkan tatapan dingin dari Ara. Ini bukan pertama kalinya ia mendapatkan respon kurang baik dari Ara— karena ia sudah mengalami hal seperti ini selama tiga tahun lamanya.

"Kau harus segera makan siang, Ara." Ara mengalihkan pandangannya kearah lain dan lebih memilih untuk berjalan meninggalkan wanita tersebut sekaligus mengabaikan ucapannya.

Ara mengerti bahwa ini sudah melewati jam makan siangnya dan ini bukan pertama kalinya wanita tersebut mengingatkannya untuk segera makan siang. Namun kembali lagi, ia terlalu membenci sosok wanita tersebut sehingga ia menolak perhatian apapun yang diberikan oleh wanita tersebut untuknya. Ia tak ingin mendapatkan perhatian dari siapapun, terlebih dari wanita tersebut.

"Ibu akan menyuruh pelayan rumah untuk mengantarkan makan siangmu." Untuk kesekian kalinya, Ara kembali mengabaikan ucapan wanita tersebut.

Setelah menaiki beberapa anak tangga yang membawanya ke lantai atas, ia langsung membuka pintu ruang kerjanya dan kembali menutupnya dengan rapat. Ia segera mendaratkan tubuhnya diatas sofa lalu menyandarkan punggungnya ke belakang. Ada banyak hal yang menjadi bebannya selama tiga tahun belakangan ini dan ia masih belum bisa menyelesaikan salah satunya. Yang ada permasalahan lainnya datang dan menambah beban bagi Kim Ara.

THAT WINTER✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang