[10] THE SECOND CLUE

122 35 1
                                    


Masi awal kita seneng-senengan dulu:)

Jangan lupa baca sambil rebahan ya, terus klik tombol bintang dan komentar di part ini. Kalian riders yang baik kan;)

So enjoy guys! Jangan bawa tegang, Masi manis kok alurnya.

.
.
.

🍃🍃🍃

Entah apa yang merasuki Jean saat ini, ia teringin menyusul pamannya yang letak rumahnya lumayan jauh. Ia sengaja menggunakan taksi online untuk menuju stasiun karena takut meninggalkan mobil disana nantinya.

Tiket menuju Coopermine sudah di tangan, selanjutnya tinggal tunggu kereta datang.

Dari balik arah terlihat kereta api mendekat, membunyikan sirine dengan nada yang panjang. Jean langsung ambil ancang-ancang ingin naik. Karena tubuhnya yang terkesan kecil, dengan mudahnya Jean disenggol dari segala arah oleh tribun yang ingin masuk.

Jean duduk sesuai dengan nomor yang tertera di tiket. Saat kereta perlahan melaju, Jean rasakan sensasinya. Kereta adalah alat transportasi yang paling ia suka.

Matanya melihat keluar jendela, tersenyum kecil saat pohon-pohon itu bergerak melawan arus, pesonanya tak pernah berubah.

"Tiketnya!" Kata penjaga gerbong dengan suara super jutek.

Karena kesan penjaganya yang tak enak, Jean juga berkidik demikian. Ia mengulurkan sebuah tiket dengan raut wajah yang sama, jutek.

Dulu pelayanan kereta ini sangat bagus, penjaga-penjaga yang ramah, fasilitas yang tersedia baru dan bagus, dan sampah tak bertebaran dimana-mana. Sekarang bertolakbelakang, penjaga disini lebih mirip penjaga rutan, kursi-kursi penumpang usang bahkan tempat duduk Jean saat ini pun goyang.

Jean kembali melihat keluar, menghiraukan manusia berseragam itu yang masih bersikap tak senonoh pada penumpang.

"Anda tak bisa pergi tanpa tiket! Cari atau saya terpaksa menurunkan anda di stasiun berikutnya!" Hardik penjaga itu pada seorang wanita tua.

"Tapi saya benar-benar tidak tahu ada dimana," ucap wanita tua itu lirih bahkan hampir menangis.

Mata Jean masih memperhatikannya, membaca gerak-geriknya dan apa yang diperbuatnya.

"Saya tidak mau tahu!" Kata penjaga itu lagi.

Kereta pun berhenti di stasiun berikutnya, mata penjaga itu berbinar, dengan kasar ia menarik tangan wanita tua itu bermaksud untuk mengeluarkannya.

"Ini sudah kelewatan batas," gumam Jean

Dengan cepat Jean beranjak dari tempat duduknya. Berusaha melepaskan cegatan tangannya yang menyakiti wanita tua itu.

"Hei, lo punya perasaan ga si? Udah bentak-bentak malah diusir, dia udah sama kek ibu lo, tau ga!" Teriak Jean.

Semua mata melirik padanya. Apapun yang terjadi Jean sudah melakukan hal yang benar, begini-begini Jean tak tahan dengan yang namanya kekerasan.

Wanita tua itu akhirnya menangis, tepat di belakang Jean. Sementara penjaga didepannya berlagak bak super hero, tersenyum seolah ngeri padahal tampangnya menjijikkan.

"Kau siapa berani-beraninya melawan orang tua?" Kidiknya.

"Anda siapa juga berani-beraninya melawan wanita yang bahkan melihat pun susah? Anda bisa dituntut!" Ancam Jean

Plakk

Telapak tangan itu melayang dengan mulus di pipi Jean, panas pun menjalar sampai telinga. Penjaga itu memperlihatkan ekspresi senang saat Jean meringis. Wanita tua tadi bahkan takut dan sempat terkejut.

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang