[11] GOOD GIRL

126 34 0
                                    


"Seperti labirin, kita bisa gila kalo masuk tanpa arah tuntun. Sama seperti Lo, begitu gue masuk dalam hidup Lo, Lo bikin berjuta teka-teki, tapi secara perlahan Lo juga yang kasi petunjuk, menjadikan labirin ini sebagai tempat persinggahan hati yang paling nyaman."


~Arthur 27 nov 2003

.
.

Sedari tadi Arthur senyum-senyum sendiri ketika melirik Jean. Jean tak peduli, memang itulah kebiasaan konyol manusia satu ini.

"Sekali lagi senyum-senyum, gue bonyokin tu mulut!" Ancam Jean.

Arthur spontan memegangi tangan Jean, "apa salahnya mengagumi ciptaan Tuhan yang paling indah?"

Jean memutar bola matanya dengan malas "gue memang indah, tapi kalo terus-terusan Lo liatin ntar indahnya gue memudar, mending tahan dulu pandangannya untuk masa depan besok, siapa tahu Lo dan gue jadi 'kita'!"

Oke, kini Arthur jadi bingung dengan apa yang dikatakan Jean. Dalam pikirnya perkataannya barusan seakan memberinya peluang mendapatkan Jean.

"Gue anggap tadi itu gombalan!" Arthur tertawa kecil.

Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai ke tempat tujuan. Saat mobil yang mereka kendarai memasuki areal Coppermine, Jean mengernyitkan dahinya ketika sadar jalan menuju rumah pamannya sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Sekarang belok kemana?" Tanya Arthur saat berada dipersimpangan.

"Belok kiri," kata Jean singkat

Jean ingat betul kalau jalur ke rumah pamannya tidak memiliki persimpangan seperti tadi, kira-kira jalan yang satunya menuju kemana ya?.

"Kenapa?" Tanya Arthur

"Seingat gue, rumah paman ga punya jalan yang bersimpang, apa mungkin jalan yang satunya jalan tikus ya?" Pikir Jean.

"Kita cek aja nanti, setahu gue emang ada jalan motong dekat sini," ujar Arthur.

Jean mengangguk, kini mereka menanjak sebuah jalan yang tinggi menuju perumahan tempat paman Jean tinggal.

Mobil berhenti tepat didepan rumah berwarna putih yang cukup megah, diluar berdiri sosok yang dicari.

"Hallo paman!" Sapa Jean tersenyum.

"Jean? Kok tiba-tiba disini?" Nicholas sedikit kaget.

"Nih!" Jean mengeluarkan sebuah jam tangan "besok-besok kepalanya yang tinggal lagi ya!" Ujar Jean berlagak sok.

"Hehe maaf," Nicholas menggaruk tengkuknya.

Arthur yang mulanya duduk menunggu di mobil kini mulai beraksi, sekarang saat yang tepat untuk mendapatkan hatinya paman orang yang ia cintai.

"Selamat siang paman," Arthur mencium tangan Nicholas.

"Eh, kamu bukannya yang nyanyi di cafe waktu itu ya? Udah pacaran aja ni ceritanya?" Goda Nicholas.

"Bentar lagi kok paman, lagi berusaha melunakkan hati Jean biar bisa nerima cowok gila ini!"

"Udah udah, ga perlu basa basi, ayo pulang!" Jean mencekal leher Arthur dan membawanya pulang.

"Kami balik dulu ya paman! Jangan ditinggalin lagi jam nya! Paman ga bakal tau sulitnya datang kesini, dadaghh!" Jean melambai.

Keduanya kembali ke mobil setelah selesai dengan tujuannya. Jean mengeluarkan kepalanya, melambai lagi pada sang paman.

"Terimakasih ya! Besok paman bakal ke rumah lagi, masi banyak yang bakal kita kerjain!" Ujar Nicholas.

"Titip salam buat Sam sama Tante Agatha!"

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang