[25] PERIH TERIRIS

101 21 2
                                    


"Sempat aku membayangkan indah masa depan denganmu, tertawa bersama anak-anak kita dengan riang. Kini, detik ini, kau tebas semua angan, bersolek kata manis dan gombal, ternyata penjahat sesungguhnya adalah rasa percaya, seketika semua perbuatanmu dulu ternilai berdosa dipikiran ku sekarang."

**

"Jean kemana sih?" Joan sibuk menghubungi Jean, entah berapa kali Joan menelpon tapi tak jua dijawab Jean.

Hari sudah menunjukkan pukul lima sore, seharusnya Jean sudah tiba sejak tadi. Apalagi diluar hujan lebat, semua orang disini cemas Jean kenapa-napa.

"Udah diangkat?" Tanya Megan.

Joan menggeleng.

"Duh, kemana sih Jean? Jangan bikin ibu cemas," Megan menggosok-gosok lengannya tanda dingin.

"Ibu tenang dulu ya, Jean pasti datang sebentar lagi." Joan menuntun Megan untuk duduk dan rileks.

Ketika Joan menghubungi Jean lagi, terdengar dengan samar nada dering ponsel yang sangat Joan kenal, berasal dari luar pintu.

Joan segera membuka pintu, didepan berdiri seorang gadis yang basah kuyup menangis dengan wajah super pucat.

"Jean?" Joan sedikit terkejut dengan yang ia lihat.

Spontan Jean memeluk saudaranya dengan hati yang amat hancur. Tangisannya bahkan mengalahkan suara hujan yang derasnya minta ampun.

"Dia yang ternyata bunuh ayah Joan!" Ucapnya menggigil dengan nada pilu.

"Siapa?!" Joan mengguncang tubuh Jean.

"Arthur dan keluarganya!" Tangisan Jean tambah pecah.

Mendengar keributan diluar, semua penghuni rumah keluar melihat apa yang terjadi. Keadaan Jean benar-benar buruk, jika dibiarkan lama-lama Jean bisa mati kedinginan.

"Jean? Kenapa basah kuyup gini? Ayo masuk, nanti masuk angin." Megan langsung membawa anaknya masuk dan memberi perlengkapan untuk menghangatkan tubuh.

Joan masih stuck ditempat, yang dibilang Jean barusan serius kan?

.

Di Ottawa

Pemuda itu hampir satu hari penuh duduk didanau. Keadaannya juga semakin lemah karena belum makan, ponselnya berdering lagi, tapi ini dari Ella.

"Hallo Arthur, Lo dimana?" Tanya Ella langsung.

"Danau Toronto, tolongin gue! Gue serasa mau mati." Ucap Arthur ngos-ngosan.

Sambungan terputus, Arthur sekarang tinggal menunggu takdir dari Tuhan tentang hidupnya setelah ini. Jika ia bergerak ia bisa saja tertangkap oleh bodyguard sialan itu.

Selang beberapa menit datanglah Ella dengan membawa sepotong roti dan susu kotak. Ia juga langsung memakaikan Arthur topi dan mengawasi keadaan sekitar.

"Makan cepat! Kita harus pergi secepatnya." Perintah Ella dengan nada tergegas.

Arthur langsung melahap roti tersebut dengan ganas, dalam sehari ia benar-benar jadi gelandangan. Setelah Arthur selesai makan, Ella segera memberinya sebuah jaket hitam dan menutupi kepalanya.

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang