[28] INSTING ELANG

79 20 1
                                    


Untuk Arthur dari Jean

Kesan pertama, Lo begitu menyebalkan, keparat, dan suka usil. Perlahan Lo ubah semua sikap yang terpatri dalam pikiran gue tentang Lo. Membuat segala yang pahit jadi lebih manis, meringkuk diri yang terkadang sedih sendiri, dan sampai beri kejutan dengan mengecup bibir ini.

Namun gue sadar, semua hanya ilusi dan halusinasi. Tampak luar yang seakan ga inginkan gue hilang ternyata hanya topeng, semakin Lo dekat, semakin dalam luka yang Lo hunuskan. Seandainya gue ga menaruh rasa sama lo mungkin ga bakal serumit ini.

Dan sekarang permainan Lo udah jelas gue saksikan, latar belakang keluarga politik yang haus akan kekuasaan, meringkus si saksi mata, interogasi, provokasi, intimidasi, menyabotase. Gue Masi mengira-ngira, sejak awal tau tempat rahasia ini, gue bisa simpulkan dengan apa-apa yang keluarga Lo lakuin di depan publik.

Kini gue terjebak, bahkan entah gue bisa hidup setelah ini atau ngga, jika Tuhan masi berkenan memberikan kehidupan setelah ini, gue orang pertama yang bakal menguliti Lo hidup-hidup, jika gue mati, gue bakal request ke Tuhan untuk dengan senang hati memberi Lo tempat istirahat terakhir, yaitu neraka yang paling buruk.

•••

Diruangan entah dimana Jean merasakan kaku disekujur tubuhnya. Benda pertama yang ia lihat ketika sadar adalah sebuah lampu yang sangat-sangat terang didepan matanya.

Tak disangka-sangka tangannya juga ikut kaku, eh tunggu! Bukan kaku, tapi diikat dengan erat sampai tak bisa bergerak sedikitpun.

Napas Jean memburu, ini seperti ruang operasi. Disudut kiri ia melihat seorang dokter mengacak-acak kotak medis dan menjentik ujung jarum suntik.

"Siapa Lo?" Tanya Jean lantang.

Dokter bermasker itu berbalik tanpa ekspresi, ia mendekat dan sepertinya siap untuk menyuntik. "Tahan saja sebentar! Kau sudah jadi bagian kota ini jika sudah berani masuk, kau akan bekerja keras setelah ini." Ucapnya santai.

"Ga! Lo gila apa? Itu bius kan? Lo mau cuci otak gue? Lo mau jual organ tubuh gue?" Jean jadi cemas luar biasa.

Tak merespon, dokter itu malah berniat langsung menyelesaikan urusannya. "Jangan! Gue bilang jangan!! Apa Lo tega pada gadis belia kek gue? Apa Lo ga punya anak sampai-sampai tega mau giniin gue? Ingat orangtua gue yang cemas jika saja anaknya pulang tanpa organ." Teriak Jean seperti orang gila.

Dokter itu menurunkan tangannya lambat, merasa bahwa perkataan Jean ada benarnya. Ia melepaskan maskernya, berbalik karena matanya mendadak panas setelah mengingat akan mendiang anak perempuannya.

Mata Jean membulat sempurna saat melihat secara sekilas rupa dokter ini. Wajah yang seperti familiar, dimana?
Iya! Di memori Jean, sahabat ayahnya, yaitu orang yang menjadi cikal-bakal kenekatan Vigor dalam mencarinya hingga tewas, Dokter Lucas.

"Dokter...Lucas?" Panggil Jean dengan hati sedikit ragu.

Dokter itu tersentak, baru kali ini ada yang benar menyebut namanya. Lucas, ia langsung berbalik menatap gadis yang terbaring dihadapannya.

.
.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Ella, Aland, dan Arthur tiba di Coopermine. Dengan berjalan kaki sekitar 10 menit, mereka sampai ke rumah Nicholas. Ada banyak mobil polisi dan para polisi yang berjaga sekitar sini.

Arthur yang kini menyandang status pembunuh jadi greget sendiri. "Ella, ada polisi!" Ucapnya mengecilkan volume suara.

"Lo tenang, biar gue yang urus. Lo jaga sikap aja." Balas Ella percaya diri.

Saat mereka sampai, berdirilah Joan dengan wajah sembrawutan. Tampak memberi penjelasan kepada inspektur Susan. "Joan," panggil Ella mula-mula.

Joan terperangah, begitu melihat Ella ia langsung memeluk dan mengucapkan keluh kesahnya. "Bantu gue Ella." Ucapnya menggigil.

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang