[21] RELA UNTUK REDA

94 18 0
                                    


~~

"Sabar ya Eric, gue akan usahakan yang terbaik. Sekarang yang harus kita lakukan hanya berdoa, Tuhan pasti tahu juga yang terbaik." Ucap Joan.

Tak disangka seorang Lil Eric punya masalah serumit ini. Bagaimanapun Joan tak bisa membiarkan dekan atau sahabatnya ini bersedih, ia tak ingin orang lain rasakan apa yang pernah menimpanya dulu, saat ketika sang ayah pergi selamanya.

Eric kemudian pamit untuk pulang pada Joan. Wajahnya kentara amat bersedih, bibir tetap gemetar karena masih menangis. Dan kini sosok itu hilang setelah mobil yang dikendarainya melesat.

Joan menghembus napas panjang. Entah mengapa ia merasa bahwa masalah kerap muncul akhir-akhir ini. Apa harus ia memberhentikan passion yang ia bangun bersama Jean juga ayahnya? Bayangkan, banyak orang yang menggantung nasib padanya, ia tak bisa membiarkan orang-orang sedih meski ia tak tahu apakah ia bisa menyelesaikannya.

Sesaat setelah itu Joan meletakkan tangannya disamping tubuhnya. Tunggu, ada sesuatu yang ia pegang, Joan mengambil benda itu, dan ternyata itu sebuah foto, mungkin ini milik Eric yang tak sengaja menjatuhkan kertas ini. Didalamnya ada Eric beserta seorang pemuda, masih kecil, sekira umur 15 tahun. Tapi...

"Apa?" Joan membelalak ketika menyadari rupa adik Eric didalam foto itu. Dia anak laki-laki waktu itu, tepatnya orang yang Joan tangkap setelah balapan dan menabrak mobilnya tempo hari.

"Dia? Adik Eric?" Napas Joan memburu, apa ini kebetulan? Kenapa semua seolah jadi terhubung? Sejak awal Joan melihat lelaki itu ia merasa aneh, bayangkan anak dibawah umur datang menyerang dengan pakaian ala-ala agen. Membingungkan, tapi ini bisa jadi bukti.

"Udah ga bener ini." Joan bergegas kerumahnya saking terkejut dengan penemuannya.

Sementara Arthur yang sudah sampai dirumah tiba-tiba pergi lagi. Emosinya bercampur dan sepertinya ia butuh sesuatu untuk reda, pilihannya adalah Jean.

Jean kala itu kebetulan sedang berada diluar, melambai pada sebuah mobil yang didalamnya ada Nicholas, Megan, seorang wanita, dan seorang anak kecil.

"Jean!" Panggil Arthur sesaat sebelum Jean berbalik masuk.

"Eh Arthur? Tumben kerumah?" Jean tersenyum manis.

"Kangen Lo," Arthur membalas senyuman Jean. "Oiya, gue mau curhat ni!" Ujar Arthur menuntun Jean duduk dihalaman rumah.

"Napa? Ga enakan lagi sama ortu? Udahlah Thur, emang kita ga pernah tau jalan pikiran ortu kita bagemana tapi yakinlah kalo mereka punya niatan baik, contoh ni nyokap gue." Bukan mendengar lebih lanjut perkataan Arthur, malah Jean yang mulai curhat.

"Ternyata nyokap gue tahu apa-apa aja yang kita lakuin belakangan ini, liat aja luka di muka gue dia langsung depresi, takut. Ya, secara gue tau nyokap gue cemas sejak ayah meninggal." Jean tertunduk.

Arthur menggosok-gosok bahu Jean agar lebih baik. "Oiya, Lo mau curhat soal apa?" Jean langsung pada topik awal pembicaraan.

"Oh, itu-"

"Jean!" belum selesai Arthur berbicara, Joan datang dengan wajah sembrawutan, matanya juga memerah.

"Apa sih Joan? Santai dikit dong, kek buronan aja kelagapan gitu."

"Panggil Aland sama Ella kesini, ada hal penting yang harus kita lakuin." Joan seketika duduk diantara Arthur dan Jean.

Melihat kondisi Joan yang sepertinya gawat, Jean langsung menghubungi kedua sahabatnya. Secara rumah mereka berdekatan, jadi diganggu sedikit tak apalah....

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang