[7] SI TUA MENYENANGKAN

139 35 1
                                    


Selamat membaca:)

"Mobilnya kenapa?" Sahut pria dengan memegangi secangkir coklat panas.

Joan dan Jean langsung tersenyum dan sedikit girang. Dengan cepat Jean berlari menuju pria paruh baya itu, mengambil ancang-ancang ingin memeluk.

"Paman Nichol! Jean kangen!!!" Ujarnya memeluk tubuh kekar Nicholas.

Nicholas meletakkan minumannya di meja, memeluk kembali tubuh keponakannya ini dengan erat. "Paman juga!!!" Ujarnya dengan membuat-buat tangisan seakan haru.

Joan kemudian menghampiri pamannya, bersalaman. "Tumben paman kesini!" Celotehnya

"Ihh, apasi Lo! Giliran paman ga dateng ditanya-tanyain, pas dateng pula dibilang tumben! Aneh!" Ujar Jean sinis

"Bercanda kali!" Joan masuk kerumah disusul Jean dan Nicholas yang saling bercerita.

Di dalam tampak Megan yang sedang sibuk merapihkan makanan di meja makan. Tersenyum saat anaknya datang.

"Kok baru jam segini pulangnya?" Tanya Megan di meja makan.

Jean duduk "tadi ada urusan sebentar Bu!" Mulutnya mulai mengunyah roti.

"Tuh, dari tadi paman kepengen ketemu kalian! Udah dari siang lagi!" Megan ikut bergabung di meja makan.

Nicholas hanya tersenyum, menepuk-nepuk pundak Joan seakan keponakannya ini sudah dewasa. "Wajar kok kalian pulang lama! Fase sekarang kalian mulai sibuk sama pacar!" Goda Nichol.

"Masi single kali paman!" Joan tiba-tiba cemberut.

"Sam sama Tante Agatha ga ikut ya paman?" Matanya menajalar ke seluruh ruangan.

"Ada diatas! Lagi tidur, paling bentar lagi juga bangun!" Kata Nichol

Tiba-tiba Jean beranjak dari kursinya, berlari keatas yang kemungkinan mencari keberadaan sepupunya. "Sam?" Panggilnya

Dari balik kamar terlihat sosok mungil menatap senang kearahnya. Sedetik kemudian sosok itu berlari dan berhasil duduk dipangkuan Jean.

"Kakak, Sam kangen!" Ujarnya bersemangat dengan memperlihatkan deretan gigi susu yang masih begitu mungil.

"Kakak juga!" Jean menggendong adiknya ini "kita kebawah yuk?" Ajaknya

Sam mengangguk patuh, kepalanya bersandar pada bahu Jean. "Sam, ga tidur ya?" Tanya Nichol.

"Sam baru bangun papa!" Katanya tersenyum.

Jean mencubit gemas pipi adiknya ini. Sejak dulu pipinya memang tidak pernah kempis, matanya yang biru terang apalagi senyum manisnya itu, benar-benar mewarisi fisik Agatha sekali.

Malam pun tiba, Nicholas memasuki ruangan Vigor dengan hati yang masih tak terima. Merayapkan matanya pada seluruh penjuru dan berharap sang detektif itu muncul disini, duduk dan bercengkrama ria bersama keluarganya. Tapi sayang, itu takkan pernah terjadi lagi.

"Aku tak yakin kau pergi secepat itu Vigor! Coba beri aku satu petunjuk, bilang bahwa kau pergi bukan karena penyakit tapi memang ada yang sengaja menghabisi mu!" Nicholas berbicara pada foto Vigor

"Sedang apa paman?" JJ tiba-tiba datang

Joan duduk disamping Nichol sedangkan Jean bersandar di meja kerja Vigor dengan menggigit buah apel ditangannya.

"Kami punya petunjuk!" Ujar Jean ternyata sudah mendengar Nicholas bicara sendiri tadi.

Joan mulai bicara "akhir-akhir ini kami merasa sedang diawasi! Malahan kami tadi sempet kejar-kejaran sama geng motor!"

"Untung pada tumbang semua tuh penjahat!" Tambah Jean.

"Pantas aja bagian belakang mobil kalian penyot! Kalian hebat ya," puji Nichol

Jean menggerai rambut pirangnya, "paman, Jean sama Joan udah ngerasa aneh akhir-akhir ini! Entah gimana orang-orang aneh yang kami temui rasanya ada sangkut-pautnya sama ayah!"

Brukk

"Kabar subuh waktu itu udah dipastikan ga bener!" Sahut Nicholas menggubrak meja.

JJ kegirangan "paman, kita musti kuak apa yang sebenarnya terjadi! Paman bisa bantu kami kan?"

"Haha, kalian punya tekad yang kuat ya! Oke, paman bakal bantu kalian buat cari titik terang kematian ayah! Tapi ingat, rencana ini ga bole sampe tau ibu!" Nicholas mengecilkan suaranya.

Joan dan Jean berdiri terpaku, sosok yang disinggung muncul dan berdiri garang, mereka mengisyaratkan pada pamannya untuk melihat arah tuju mata mereka.

"Kalian ga bakal lanjutin rencana kalian abis ini!" Suara parau itu sempat menyentakkan tubuh Nicholas.

"Tapi bu-" Jean membela diri

"Kalian tidak boleh selidiki masalah apapun! Yang harus kalian lakukan adalah belajar! Dan jangan pernah berpikir untuk bisa bohong dari ibu!!" Ancam Megan.

Joan menyaut "Bu, udah dua tahun masalah ini didiemin, sejak awal juga ibu pasti ga percaya dari apa yang terjadi, kalo misalnya ayah terbukti dihabisi apa ibu rela penjahat itu berkeliaran?"

"Sekali tidak tetap tidak!" Tekan Megan.

Tangan Jean dikepal kuat, giginya menggertak. Sudah lama ia menahan, sudah lama ia hanya diam dan patuh pada ketidaktahuan ibunya.

"Ibu mikirin apa si? Apa ibu ga sayang sama ayah? Apa ibu ga peduli sama ayah? Tolong mengerti kami Bu, kami cuma mau cari titik terang kematian ayah! Apa yang bikin ibu jadi keras kepala kek gini?!" Teriak Jean

Megan terdiam selama beberapa detik, menghembuskan napas panjang. "Cukup ayah saja yang pergi, ibu tak ingin kalian juga celaka! Ibu paham pekerjaan berbahaya seperti itu, pekerjaan yang bahkan tak memikirkan nyawa! Ibu tak ingin kehilangan kalian!"

Megan menyeka rambut putrinya ke belakang telinga, melihat dengan sedih apa yang tertera di leher Jean. "Dan ini salah satu bukti kenapa ibu ga izinin kalian!"

Nicholas dan Joan melihat apa yang dimaksud Megan. Luka lebam berwarna merah melekat di leher Jean.

"Kalian bilang seharian ini dikejar-kejar geng motor, hm, ga sayang nyawa apa?" Megan tersenyum miris.

"Megan, jangan terlalu mengekang anakmu! Mereka juga anak Vigor, wajar kalau mereka bersikeras menangani sebuah kasus, ingat kan? Mereka udah beresin puluhan kasus bersama Vigor! Seharusnya kau percaya pada mereka!!" Nicholas mencoba membela keponakannya ini.

Dengan langkah tegap Megan berdiri tepat didepan Nicholas seakan menantang. "Kehilangan secara mendadak bisa mengubah segalanya, kak! Apapun yang terjadi aku harus bisa memastikan kedua anakku aman disini! Tolong pahami itu!"

Megan akhirnya meninggalkan ruangan itu, tangisnya pecah saat berbalik yang sudah dari tadi ia tahan. Yang Megan takutkan adalah kehilangan lagi. Ia merasa sudah lakukan hal yang benar.

Suasana hening pun memenuhi ruangan Vigor, JJ bahkan sempat bingung apa yang harus mereka lakukan setelah ini.

"Joan rasa, kita ga usah lanjutin masalah ini!" Kata Joan dengan nada pasrah.

Jean menatap keluar jendela, telinganya mendadak panas mendengar ucapan Joan yang seperti hilang harapan. "Masalah ini harus tetap lanjut kita siasati! Meskipun ibu bersikeras ngehalangin kita!" Jean menyatakan penolakan.

"Ya, paman juga setuju! Bagi paman, Vigor bukan hanya sekedar ipar, tapi juga teman berharga dalam hidup!" Nicholas menambahkan.

Joan yang mulanya pesimis kini jadi bergairah lagi, ya..meski taruhannya omelan ibu, yang jelas ia berusaha mengungkapkan kebenaran kematian ayahnya yang sejak awal tak logis.

🌻🌻

To be continued..
#voment guys!

Salam ter luv rosaekavania




Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang