[27] AFRAID TO BURIED (2)

75 18 1
                                    

Pa kabar pembaca tersayang sekalian? Semoga sehat selalu, terhindar dari segala penyakit, dan tetap menikmati karantina membosankannya ya:))
Makanya, biar ga bosen yuk liat-liat cerita aku, baca trus voment untuk berbagi kebahagiaan:p
Oke?

.

Dikereta, tiga orang tersebut hanya diam, hening dan tidak ingin bersuara. Bagi mereka suasana sekarang ini bisa dideskripsikan mirip seperti kontes diam-diaman orang bisu.

Setelah tahan suara selama lima belas menit, akhirnya Ella buka suara. "Guys, kita ini masih rekan tim. Setidaknya coba pikir langkah kita selanjutnya setelah ini." Ucapnya.

"Bodo, gue ga akan mau ngomong sama dia." Ujar Aland ogah-ogahan.

Arthur tidak melawan, dia hanya menatap kehampaan. Bisa dibilang Arthur saat ini mati emosi. Entah karena apa, sepertinya karena keadaan.

Kereta berhenti di stasiun selanjutnya. Ella berencana ingin membeli minuman kaleng dingin dengan beberapa cemilan. Meskipun di kereta sudah disediakan gerbong khusus makan, setidaknya untuk sekarang ia bisa menenangkan Aland yang ia yakini sedang lapar saat ini.

"Gue keluar beli cemilan sebentar, kalian jangan baku hantam disini, Ga enak diliat orang." Ujar Ella.

Keduanya hanya diam, membiarkan Ella pergi dan kini tatapan mata Aland menghunus bak pedang kearah Arthur.

"Gue ga tau Lo rencanain apa sekarang, gue cuma bisa diam pas Ella mutusin Lo ikut, dia bagaikan kapten dalam tim ini, makanya gue cuma ngikut. Gue heran apa yang lo kasi ke Ella sampe-sampe dia membawa tersangka pembunuhan dan sok-sokan mau nolongin cari Jean." Aland menggertakkan giginya.

Tak!

Arthur memukul keras dinding gerbong hingga mengundang pasang mata kearahnya. Ia amat marah, kenapa bertubi-tubi orang-orang menilainya pembunuh?

"Gue bukan apa yang Lo nilai sekarang, Aland! Gue tau gue ini cowok sinting ga tau diri. Tapi apa yang Lo bilang itu sama sekali ga ada dalam diri gue! Gue diam gara-gara mikirin Jean, bukan berencana busuk didepan kalian! Biarin orang-orang bilang gue bajingan atau apalah, yang terpenting gimana Jean bisa balik, kalo kalian ga mau gue masuk dalam tim ini lagi, oke. Gue bakal mundur dan berikan apapun agar kalian senang." Arthur mengatakan hal sepanjang itu dengan emosi yang membara, bahkan air matanya sempat turun saking sedihnya.

Melihat Arthur menangis, nurani Aland bergetar. Jarang-jarang ia melihat seorang pria menangis. Karena menurutnya, jika pria menitikkan air matanya, itu bertanda ucapannya serius dan bersungguh-sungguh.

"Udahlah-udahlah! Ngapa si pakai nangis segala? Cengeng banget sih jadi orang." Kesal Aland.

"Nih, pakai ni tissue. Lo beruntung hati gue tersentuh gara-gara air mata Lo. Karena gue percaya kalo tangis pria itu tanda sungguh-sungguh." Kata Aland memberi sehelai tissue masih ogah-ogahan.

Arthur mengambil dan menyapu lembut pipinya yang basah. Tak disangka-sangka ia mengeluarkan ingusnya yang selama ini ia tahan. Suara kurang enak pun menggema ke seluruh gerbong. Bahkan penumpang lain merasa jijik dengan tingkah Arthur tersebut.

"Eh Lo kalo buang ingus kira-kira dong, Kenceng banget suaranya tau! diliatin sekampung nih." Aland malah kalang kabut sendiri saat tatapan orang-orang tak lepas dari mereka berdua. Ia menutup-nutupi Arthur supaya tidak malu, eh si Arthur nya malah melihatkan wajah bodo amat.

"Ga peduli gue." Katanya singkat.

Tak lama setelah itu tibalah Ella dengan membawa sekantong cemilan yang seketika membuat Aland menjadi singa kelaparan.

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang