.Dirumah Jean..
Mereka sama-sama terlelap selama hampir 15 menit. Arthur menggeliat saat kakinya mati rasa, akhirnya pemuda itu bangun dengan rasa kaki yang tidak bisa merasakan apa-apa saat tertiban kepala Jean.
"Aduh," ringis Arthur berusaha untuk tetap diam agar Jean tidak bangun.
Kemudian sebuah mobil datang, dari luar terdengar ujaran girang dari seorang anak kecil. Mungkin itu suara adik Jean yang pergi tadi.
"Jean, Jean! Nyokap Lo Dateng!" Arthur menepuk-nepuk pipi Jean dalam keadaan panik.
"Ha? Beneran?" Jean langsung terduduk.
Jean mendengar suara gaduh diluar. Dalam keadaan setengah sadar ia menyuruh Arthur untuk berdiri dan kalau bisa bersembunyi.
"Cepetan berdiri, ntar nyokap gue nanya yang macem-macem lagi kalo Lo duduk disana." Ujar Jean cemas.
"Ya tapi, kaki gue yang sebelahnya mati rasa." Arthur memegangi kaki yang dimaksud.
"Duh,, ga bisa digerakin banget?" Tanya Jean mengecek kaki tersebut.
Arthur mengangguk, dengan cepat Jean menggendong pemuda itu untuk duduk di sofa, Arthur bahkan terkejut saat Jean tiba-tiba membopongnya seperti drama-drama kebanyakan, yang perannya bertukar posisi sekarang.
"Kalian ngapain?" Tanya Megan saat melihat anaknya seperti membungkuk pada seorang pemuda.
"Oh itu, kakinya sakit, minta diobatin." Jean bicara seadanya.
Pandangan Megan mendadak serius, apalagi sekarang keringat tak henti-hentinya mencucur dipipi Jean. Sementara Arthur masih terkejut dengan apa yang terjadi, bibirnya masih belum bisa berbicara.
"Eh, ada Arthur?" Nicholas datang dan mencairkan suasana.
Arthur mengangguk kaku.
"Temen baru Jean ya?" Tanya Megan pada Nicholas dengan tatapan masih stay pada Arthur.
"Iya, temen tapi mesranya Jean. Udahlah, biarin aja mereka berdua, ganggu orang lagi falling in love aja." Nicholas langsung menarik Megan menjauh.
Arthur dan Jean saling menatap, cubitan gemas mendarat dipipi Arthur. "Hampir aja kita mati." Ujar Jean melipat kedua lengannya didada.
"Hahaha, iya." Arthur tetap mengelus-elus kakinya.
"Duh, masih mati rasa ya? Keras banget dong berarti kepala gue, maafin gue ya." Ucap Jean.
"Idihh minta maaf, kayak ga Jean banget. Udahlah, soal kaki udah bisa digerakin kok, gue cuma syok pas Lo angket gue ke sofa, kuat banget ya bisa ngangket cowo bongsor ini." Arthur tersenyum.
"Namanya juga kaget, tiang listrik aja pasti keangket sama gue." Jean balik tersenyum.
"Jean, Arthur, ayo makan!!" Tiba-tiba Megan berteriak dari balik dapur, nampaknya Megan mulai suka dengan Arthur, untuk tipe menantu idaman Arthur cocok deh.
"Gue ga bakal dikasi racun kan?" Tanya konyol Arthur ketika melihat perubahan ibu Jean yang tadi nampak mematikan sekarang menjelma jadi malaikat.
"Tenang aja, kalo Lo mati liang lahat masih banyak yang kosong kok." Jean lalu menarik Arthur masuk sembari tersenyum.
Arthur hanya cemberut.
Sampai diruang makan, kini suasananya terasa lebih bersahabat. Megan yang terkenal dengan pelit dengan senyuman hari ini malah tak henti-hentinya tersenyum.
"Duduk," perintah Megan seolah memaksa mereka duduk.
"Jadi sejak kapan kalian jadian? Kok ga bilang ibu?" Megan ikut duduk dan langsung menanyakan pertanyaan absurd.
KAMU SEDANG MEMBACA
Half-zone (Telah Terbit)
Ação(CERITA BELUM DIREVISI) Warning! 🔞 JJ tak bisa diam saat tahu ada hal yang ganjil berkenaan dengan kematian ayahnya. Clue demi clue perlahan membuka fakta bagaimana dan apa yang sebenarnya menimpa ayahnya sang detektif "Vigor". Manipulasi warta, h...