[15] HIDE YOUR FEAR

111 31 3
                                    

"Terkadang perasaan selucu ini, takut setengah mati ketika menghadap mu, tapi setelah memiliki mu kekuatan besar merasuki ku."
🍃🍃🍃

Happy reading guys!
.

Sudah dua hari Joan membekap di rumah sakit. Kini dirinya mulai bosan dengan keadaan disini, putih, bau obat, dan bau baju rumah sakit yang sejak awal masuk belum di ganti.

Joan merasa gerah, ia melepas bajunya dengan ganas, tak peduli siapa yang datang nanti, yang penting ngadem dulu.

Pemuda itu berjalan menuju balkon. Ia duduk disana, menyandarkan dagunya pada besi yang terbentang. Matanya nanar menatap indahnya kota Ottawa. Kota yang orang bilang sebagai kota syurga.

Kemudian ia bersandar, mengatup kedua matanya, membayangkan sesuatu yang menenangkan juga menyenangkan. Ia membayangkan sosok gadis impian yang tersenyum manis kearahnya, menyentuh pelan pipi mulus ini, deru napas yang hangat menyentuh hidung mancungnya, jarak mereka hanya beberapa inci saja. Joan tahu ia sedang berhalusinasi, tapi.. Ohh sial! Ini terasa begitu nyata.

Joan membuka matanya perlahan, entah kenapa sentuhan itu juga ikut hilang. Kaget bukan kepalang Joan saat halu-nya benar-benar bukan ekspetasi. Gadis yang seharusnya ada diruangan sebelah muncul dengan senyum yang menawan.

"Huwaaa..." Spontan Joan melingkarkan tangan pada dada bidangnya malu tidak berbaju. "Ella?" Nada bicaranya cukup ditekan.

"Udah lepasin aja tuh tangan, gue juga ga minat liat ABS Lo!" Kata Ella ogah-ogahan.

Joan perlahan mengendurkan tangan yang semula melekat di dada. Ia tatapnya Ella dengan perasaan yang tak karuan, mengingat tingkah anehnya tadi seakan harga dirinya runtuh.

"Sori gue tadi.. agak aneh." Joan bersungut-sungut, "lagi bayangin seseorang." Ukir senyumnya mengembang.

"Tau kok, dari sorot mata Lo aja udah jelas gitu. Mana orangnya di depan mata, lagi." Oke, kali ini Joan tak bisa mengelak lagi.

Joan langsung mematung, memang ya kalau bermain teka-teki dengan orang seperti Ella adalah pilihan yang salah.

"Langsung ketahuan ya?" Joan jadi kelagapan.

Ella hanya mengangguk kecil, percakapan setelah ini sempat terjeda beberapa saat sampai akhirnya Ella mengatakan maksud kedatangannya kemari. "Makasi ya udah nolongin gue, gue berhutang banyak sama Lo!"

"Sama-sama, Lo ga ada luka serius kan? Sori gue ga bisa liat Lo belakangan ini, soalnya Jean larang gue buat beranjak dari kamar, ini juga dikasi dispensasi duduk di balkon. Pakai penjaga lagi diluar." Joan mendadak jengkel.

"Haha, dasar Jean. Khawatiran banget jadi orang!" Ella tertawa tipis. "Seharusnya gue yang kesini liatin kondisi Lo bagaimana, kalo di itung-itung sih, luka Lo lebih parah dari gue. Gue baru bisa kesini sekarang karena teman-teman papa dan mama pada jengukin gue, jadi ga bisa kemana-mana, Maaf ya." Ella menyentuh tangan dingin Joan.

"Gapapa, gue juga maklumi kok." Balas Joan.

Pembicaraan terjeda lagi, entah kenapa ada sesuatu dari dalam yang mendorong Joan berkata jujur kepada Ella. Ia tak kuat lagi membuat gadis ini menunggu, karena secara tidak langsung Joan tahu Ella kini tengah menunggu ungkapan perasaannya.

Joan mula-mula menatap Ella, Ella juga demikian. Gemetar dalam diri Joan tak terbendung lagi. "Gue beda sama Jean, gue ga bisa bikin hati seseorang merasa teraduk oleh pernyataan yang ga pasti. Gue anggap Lo kakak, tapi gue mau lebih."

"Sambunglah." Mata Ella mengatup-ngatup sayu, sedikit gemetar mendengar jawaban berikutnya dari cowok yang ia cintai.

"Gabriella Siagian Renata, Lo mau jadi partner hidup gue? Akan gue beri semua yang gue punya. Karena sejak kita kenal, Lo buat gue ga bisa berpaling dari cewek lain. Gue sayang elo!"

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang