[24] A PAINFUL TRUTH

90 22 3
                                    


Jangan kaget!
.

"Hahaha, anjir ni bocah. Berak musti curhat dibuku?" Jean tak henti-hentinya tertawa melihat curhatan Arthur tentang proses pup-nya.

Tiba-tiba Joan datang dengan membawa dua koper besar, menjitak kepala Jean saat gadis itu belum juga berhenti tertawa.

"Cukup hari ini gue jadi babu Lo! Beresin barang-barang yang lain atau Lo gue masukin dalem ni koper biar dikirim keluar negeri!" Ancam Joan.

"Iya-iya, nih juga mau gerak." Jean segera beranjak dari kasur.

"Buku siapa ni?" Joan mengambil buku Arthur diatas kasur.

"Eitss, jangan diambil, ini buku privasi." Jean langsung mengambilnya dari tangan Joan disertai tawaan kecil.

Rasa bersalah pun baru Jean rasakan. Membaca buku harian orang adalah suatu kejahatan psikologi. Ia berniat mengembalikannya besok sebelum ia berangkat ke Coopermine. Untuk memastikan Arthur tak kehilangan bukunya, ia segera menelponnya.

Sayang nomor Arthur tidak bisa dihubungi, aneh, tak biasa-biasanya Arthur jauh dari ponselnya, apa jangan-jangan dia jadi pindah dan tidak mau menerima telepon dari Jean?

"Bagus dong kalo dia pindah, dia bisa Deket lagi sama orangtuanya, ga jadi sad boy lagi." Gumamnya menentang perkataan hatinya.

Ia murung kemudian mulai mengemasi keperluan besok. Hatinya kentara tak enak, hatinya mendadak ambyar, perasaannya juga kadang berubah-ubah, padahal belum fase pms.

"Jean, Lo tau ga kereta perusahaan punya Richman belum ketemu?" Tanya Joan tiba-tiba.

"Ah masa si? Udah berapa hari masa belum ketemu juga?" Jean kurang percaya.

Joan menegaskan, "Kanneth yang bilang, gue sih udah mengundurkan diri dari masalahnya gara-gara besok kita musti pergi. Bahkan ni, Kanneth rasanya juga ga bisa lanjutin kasusnya, karena kerabat pemilik ga ada yang peduli. Yaudah, kasus ini dianggap selesai aja."

"Iya ya, udah jelas-jelas kereta berharga itu hilang, tapi keluarga Richman kayak ga peduli gitu. Malahan Arthur bilang dia mau pin-" Jean mendadak menghentikan ucapannya, baru ia sadari jika Arthur dan keluarga lain akan pindah padahal masalah kereta miliknya belum tuntas. Beragam persepsi pun menjalar dikepala Jean.

"Dia bilang dia mau pindah! Kenapa pas dia lagi ada musibah malah pergi? Seolah-olah dia melarikan diri." Jean asal ucap.

"Iya juga ya, kita boleh curiga kalo dia berencana kek gitu, emangnya dia mau pindah kemana?" Tanya Joan pada Jean.

"Ga tau juga, katanya dia mau ngikut orangtuanya. Entah itu Richard Marx atau Lily. Gue sih denger dia lagi telponan sama Irish, makanya gue tau dia mau pindah." Jelas Jean.

Joan mangut-mangut, "soal Irish, kok gue kek rasain ada aura lain ya di diri dia? Dia lumayan cantik, tapi auranya kek pembunuh. Apalagi soal dia yang sering bully Lo tanpa sebab jelas, dan kadang gue juga denger dia ungkit-ungkit nama ayah kita."

"Kalo soal Irish, gue juga benci banget sama tuh orang, entah kenapa dia sering mojokin gue didepan umum. Padahal gue ga ada cari gara-gara sama tuh orang. Sue!" Cerca Jean.

Joan segera menelpon Kanneth, penjelasan Jean cukup kuat. Ia ingin memeriksa cctv diruangan Kanneth sewaktu mereka menginterogasi Irish. Karena sewaktu Joan dan Kanneth meninggalkan ruangan kepala stasiun, Irish terdengar seperti menelpon seseorang. Joan kira orang yang Irish telpon adalah temannya, jadi Joan tidak menguping percakapannya.

Kanneth menjawab, tapi ia kini tidak di kantor stasiun, Kanneth akan kembali bertugas dua hari kedepan. Sekarang yang berada di kantor kepala stasiun adalah seorang yang tengah mengikuti pelatihan kepala stasiun, Kanneth tidak akan memperbolehkan anak magang menyentuh apa-apa.

Half-zone (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang