※ 02

1.6K 216 8
                                    

Tidak ada pilihan lain selain membawa gadis itu ke rumah sakit. Memangnya Johnny bisa apa? Bahkan dia tidak memiliki peralatan medis apapun selain betadine dan plester luka—sedangkan luka Chrys lebih dari hanya sekedar lecet biasa.

Ada pecahan kaca yang menusuk paha sebelah kirinya, tidak begitu kelihatan dari luar karena tusukannya lumayan dalam. Kalau dibiarkan bisa-bisa Chrys mengalami pendarahan parah—atau yang terburuk dari yang terburuk, mungkin nyawanya juga terancam.

Chrys masih sempat mengomel meskipun kesadarannya hilang-timbul. Tapi untung saja gadis itu sudah terlalu lemah, jadi Johnny bisa merampas senjata apinya dan membuangnya ke jok belakang mobilnya.

Selain itu, Johnny juga harus tahu bagaimana kabar Ren—bagaimanapun dia harus menjadi wali bagi temannya itu, mengingat bahwa Ren hidup sendirian di New York. Orang tuanya tinggal di Korea, dan dia di New York adalah seorang mahasiswa yang bekerja part time sebagai seorang DJ radio—sama seperti Johnny—yah, walaupun sebenarnya Johnny tidak memiliki kesibukan lain di New York karena dia juga tidak mengambil studi apapun. He's just enjoying his life.

Beruntunglah dia mempunyai paman yang sangat baik—ya, rasanya Henry lebih seperti ayahnya sendiri daripada orang tuanya. Tidak, Henry tidak mendukung Johnny agar menjadi anak yang tidak berbakti pada orang tuanya. Hanya saja, pria itu sangat mengerti bahwa Johnny juga mempunyai hak untuk mengenali dan menjadi apa yang dia inginkan. Meskipun dalam lingkup keluarga besar keputusan Johnny untuk keluar banyak ditentang, akan tetapi bisa bertahan tetap mengejar mimpinya itu adalah poin lebih. Oleh karena itu dia memfasilitasi Johnny—rumah, mobil, uang, semua yang Johnny miliki selama tinggal di New York berasal dari Henry.

Henry pun tidak peduli jika dia akhirnya ikut dimusuhi orang tua Johnny. You know well, he's free spirited person. Hal-hal semacam itu tidak akan membuat Henry khawatir.

Sambil menunggu operasi Chrys selesai, Johnny pergi ke ruangan Ren. Untung dokter bilang pria berparas cantik itu tidak mengalami luka parah—sebuah keberuntungan bahwa Ren ternyata menyadari kehadiran pesawat tak diundang yang tiba-tiba menghantam studionya. Dia masih sempat menghindar walaupun masih terkena sedikit dampak. Luka terparahnya hanya terkilir dan lecet-lecet, tidak sampai mengalami patah tulang atau gegar otak. Miracle did exist.

"Untung gak sampe mati, bisa bingung gimana aku jelasin ke Exy," canda Johnny, membuat Ren mengumpat lirih.

"Bacot," sungut Ren. Johnny tertawa renyah.

"Gimana? Orang tuamu perlu dikabarin gak?" tanya Johnny.

"Jangan deh kayaknya, nanti khawatir."

"Orang tua manapun juga pasti bakal khawatir kalo anaknya hampir ketiban pesawat."

Ren melepas tawa hambar. Siapa juga yang mau kejatuhan pesawat? Beda urusan kalau kejatuhan uang.

"Yaudah istirahat aja, jangan mikirin apa-apa."

"Ya mana bisa? Gini aja pusing gimana besok masuk kuliah? Gimana cari duit??"

"Sembuh dulu, baru kuliah," koreksi Johnny. Ren mendengus.

"Tapi untung aku gak mati ya.. gak tau lagi gimana kalo jadi ketiban pesawat."

Johnny tertawa kecil lalu menepuk bahu Ren. Pasti pria itu trauma, bagaimanapun dihadapkan dengan sebuah keadaan antara hidup dan mati itu menakutkan.

"Santai. Dosamu masih banyak, makanya sama Tuhan masih dikasih kesempatan buat tobat," ujar Johnny kemudian.

"Bangsat."

Sekali lagi Johnny tertawa. To be honest, dia tidak terlalu pandai membawa diri harus bagaimana bersikap. Kadang malah dia merasa cringe kalau akan menyampaikan kata-kata semangat.

[4] Last ; Johnny Seo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang