※ 10

851 107 20
                                    

Total 2 minggu sudah Chrys tinggal di rumah Johnny. Semua mulai terasa normal; Johnny sudah terbiasa dengan kehadiran Chrys, dan Chrys sudah menganggap rumah itu seperti rumahnya sendiri —ah, tapi Chrys sudah melakukannya bahkan sejak pertama kali menginjakkan kaki di sana. Natasha pun sudah menganggap Chrys lebih daripada Johnny.

Dan tentu saja Johnny cemburu. Lihat saja dia sekarang, menyeduh kopi dengan mata sibuk mengawasi Nat yang asik bermain dengan Chrys di lantai dekat ruang makan, di dekat mangkuk Natasha.

"Jangan diganggu terus, Nat mau makan," tegur Johnny. Chrys dan Nat hanya menoleh sekilas tapi kemudian asik bermain lagi.

"Masak sana, chef. Bukan Nat aja yang laper. Aku juga." Chrys akhirnya meninggalkan Nat agar anjing kecil itu makan, kemudian berjalan menghampiri Johnny dan kopinya yang baru saja jadi.

"Kan kemarin masak sendiri. Ya sekarang masak sendiri lagi, lah," kata Johnny.

"Ya soalnya waktu itu kamu lelet. Bangun siang, tamu keburu laper."

Johnny mencibir.

"Mumpung sekarang bangun, sana bikin. Aku males," kata Chrys sambil melangkah menuju pintu belakang rumah Johnny lalu pergi keluar.

Johnny menghela nafas. Ingin hatinya meraih cangkir berisi kopi yang barus sah dia seduh, tapi ternyata kopi itu lenyap —secangkir-cangkirnya.

"Aisshh, kalo mau kopi bikin sendiri!" teriak Johnny kesal. Sayup dia mendengar susra tawa Chrys dari luar. Menjengkelkan.

Tapi pada akhirnya Johnny hanya menghela nafas. Meskipun sambil menggerutu, dia beranjak membuka kulkas dan mengecek persediaan apa yang bisa dimasak.

Sementara Johnny di dalam rumah mulai memasak, Chrys sibuk menikmati pemandangan langit pagi New York di belakang rumah Johnny dengan kopi panas yang dia curi. Dia tersenyum simpul, dalam hati sibuk menebak-nebak apakah seperti ini rasanya hidup normal. Santai, tenang, tidak ada tekanan dari manapun.

Mata Chrys melirik pada gerakan aneh pada semak tinggi yang merambat pada pagar belakang rumah Johnny. Tatapnya tajam ke arah sana, tangannya kemudian meletakkan secangkir kopinya ke lantai.

"Yo!" Kepala seseorang menyembul dari sana, dan itu refleks membuat Chrys menghela nafas sambil tertawa tipis.

"Tolong aku gak bisa loncat!" keluh orang itu sebelum tiba-tiba menghilang diikuti oleh suara gedebuk kencang.

Chrys pergi ke pagar belakang rumah Johnny sambil menyeret kursi. Dia naik, mengintip ke luar pagar dimana seorang gadis tengah sibuk membersihkan bajunya sambil mengumpat dan seorang pria yang sibuk tertawa tanpa ada niat sedikitpun untuk menolong.

"Lewat depan aja, yang punya rumah jinak, kok."

l a s t

Tentu saja Johnny bingung saat mendengar ruang tamunya tiba-tiba ramai orang bercakap-cakap. Lebih bingung lagi saat ternyata ada 3 orang di sana —Chrys, seorang gadis berambut pirang panjang dan seorang pria berwajah tampan dengan dimple di pipi.

"Siapa ini?" tanya Johnny.

"Temen, dan adik," jawab Chrys sambil menunjuk dua orang itu bergantian.

Pria yang ditunjuk Chrys berdiri, pergi untuk menjabat tangan Johny dan memperkenalkan diri. "Jeffrey. Aku temen Chrys, dan adiknya. Rosé."

Gadis itu, Rosé, melambaikan tangan pada Johnny yang masih terlihat bingung sekalipun sedang menjabat tangan Jeffrey.

"Temen? Adik?" tanya Johnny terlambat, masih bengong beberapa saat sebelum akhirnya tertawa hambar. "Oh, pasti mau jemput cewek sinting itu, ya?"

"Excuse me?" jengit Chrys.

[4] Last ; Johnny Seo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang