※ 18

537 90 24
                                    

Jonny lupa sudah berapa tahun dia menjabat sebagai direktur utama rumah sakit ayahnya, jadi dia memutar kalender kecil yang terletak di atas meja, di sebelah papan nama bertuliskan "President Director | Johnny Seo" untuk mengecek hari.

Tapi ternyata masih seminggu.

Johnny menghela nafas panjang. Sampai kapan penderitaannya akan berakhir?

Johnny kemudian meletakkan bulpennya, sekali lagi menghela nafas sebelum akhirnya berjalan ke arah kulkas dan mengambil sebotol soft drink. Sambil membuka tutup kaleng minuman itu, Johnny berjalan menuju jendela dan duduk di sana, menghadap keluar.

"Aih.. banyak banget orang kesini, kenapa gak jaga kesehatan, sih? Ngerepotin," omelnya lirih, kemudian meneguk soft drink nya dan mendesah panjang.

By the way, ruangan Johnny ada di lantai tiga, makanya dia bisa melihat betapa banyak manusia di luar sana yang keluar-masuk area rumah sakitnya. Apalagi jendela ruangannya ini menghadap ke depan, ke gerbang depan. Tidak heran kalau pening di kepalanya semakin bertambah parah, apalagi kalau dihitung sejak dia duduk di sana, sudah ada tiga ambulans yang masuk.

Omelannya masih berlanjut dalam hati, sebelum dia tiba-tiba terpaku kemudian mempertajam pandangannya.

"Om Henry bukan, sih?"

Johnny mengernyit, mengamati pria di bawah sana, yang baru saja masuk lewat gerbang utama.

Kalau iya, bukankah Henry selalu membawa mobil? Kenapa dia hanya jalan kaki? Langkahnya juga terlihat agak tergesa-gesa. Dan lagi, ada apa dengan outfit serba hitam itu? Apa dia sedang dikejar?

Sampai sosok pria yang Johnny kira Henry itu tak terlihat karena masuk ke dalam gedung, Johnny mengecek ponselnya. Bibirnya segera menggumamkan oh kecil. Ternyata memang ada notifikasi pesan dari Henry yang bilang kalau dia akan berkunjung.

Tidak lama, pintu ruangannya diketuk dari luar, dan kemudian terbuka.

"Thought it was you and then it's really you," sambut Johnny, segera berdiri dari duduknya, menghampiri si paman yang segera menutup pintu.

"Kenapa, sih? Tumben banget pake item-item," komentar Johnny lagi.

"Jangan banyak ngomong, aku haus," jawab Henry sambil mengambil kaleng dari tangan Johnny dan meminum isinya.

"Sebenernya aku masih punya beberapa di kulkas.."

"Nih." Henry tidak peduli, malah mengembalikan kaleng itu yang ternyata isinya sudah kosong setelah dia tenggak habis alih-alih melemparnya ke tempat sampah.

Johnny berdecak. "Katanya dokter tapi akhlakless," cibirnya, duduk berseberangan dengan Henry yang entah kenapa terlihat sangat lelah, agak berbeda dari biasanya.

Ya, you know, he's too loud —sometimes.

"Om, are you fine?" tanya Johnny, karena Henry terlalu diam, dia jadi sedikit takut.

"Fine," sahut Henry. "Tapi kayaknya aku bikin masalah."

"Hah?"

Henry menelan ludahnya kasar. Kalau mau cerita tentang apa yang dia alami beberapa hari ini, apakah aman? Lalu bagaimana dengan reaksi Johnny? Apakah dia akan percaya? Atau malah akan mengutuknya?

Ya, ini tentang menjadi dokter bedah UnderGround dan kabur setelah menyadari beberapa hal.

Ah, Henry pusing!

"Cerita aja kalo mau cerita," ujar Johnny lagi.

"Terlalu panjang," sahut Henry.

"Hah? Ada apa, sih? Jangan bilang emang lagi nyusup?"

[4] Last ; Johnny Seo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang