※ 27

379 76 24
                                    

Hanya dua minggu total Johnny berguru pada Coach Wonho dalam hal gymnastic, karena setelahnya dia memutuskan keluar dari gym itu dan melakukan oalahraga sendiri di rumah. Meskipun sedikit dongkol saat mengingat bagaimana seluruh set itu terbeli, tapi mau bagaimana lagi? Set itu terlalu mahal untuk dibiarkan rusak tak terpakai. Selain itu, Johnny terlalu malas untuk melakukan pengembalian.

Ya sudah.

Seperti hari ini, Johnny melakukan pemanasan terlebih dulu sebelum akhirnya memijakkan kakinya di atas treadmill.

"Hah.." Johnny menghela napas—canggung. Bukan karena apa-apa—dan by the way, dia selalu seperti ini saat akan berolah raga.

Ruang kosong yang kemudian digunakan sebagai tempat set olahraga ini terpasang bersebelahan dengan pantry, dan yang memisahkan dua ruang ini hanya sebuah bar. Begitu juga dengan ruang tamu, yang menjadi sekat pemisah dengan ruang lain hanya buffet dan lemari kaca besar berisi berbagai mini accessories.

Masalahnya ada di Chrys.

Wanita itu akan selalu duduk di bar ditemani segelas wine. Tangannya yang sibuk bermain dengan gelas dan juga tatapannya yang lurus tertuju pada Johnny membuat pria itu berpikiran aneh—entahlah.

Johnny menggelengkan kepalanya cepat, membuyarkan lamunan tak bermutunya dan melanjutkan kegiatannya dengan sebisa mungkin lebih fokus.

Tapi nyatanya tidak bisa. Fokus pria itu terpaksa bubar saat tiba-tiba sebuah sapu tangan menyentuh pelipisnya—bahkan saking terkejutnya, Johnny tersandung kakinya sendiri dan hampir tersungkur di atas treadmill.

"Hiissss kalo ada orang olahraga tuh jangan ganggu!" omel Johnny secepat kakinya melompat turun dari treadmill.

"Aku gak ngagetin. Kamu aja yang ngelamun," balas Chrys—dengan mata itu. Like, hey dude I want you~

"Astaga kepalaku," keluh Johnny. Pria itu kemudian memegangi kepalanya dan mengambil beberapa langkah mundur.

"Kenapa? Aku tadi ngelapinnya terlalu keras sampe sakit?" tanya Chrys dengan mata khawatir yang dibuat-buat.

"Nggak," jawab Johnny cepat.

"Kalo gitu biar ku-lap lagi." Johnny tidak sempat menghindar saat Chrys menarik tengkuknya, memaksa Johnny diam sementara Chrys menggunakan saputangannya untuk mengusap titik keringat di kening hingga lehernya.

"Minggir!" tolak Johnny gagap dan agak terlambat.

Sedangkan Chrys hanya menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyum. Dan sekali lagi Johnny merasa itu menyeramkan.

"Jangan senyum!"

Chrys mengerjap. "Kenapa?"

"Nyeremin. Hiiiiii~" Johnny beranjak, meninggalkan Chrys yang masih berdiri di tempatnya.

Tapi yang ada, senyum di wajah Chrys malah semakin lebar tersungging. Kemudian wanita itu berjalan ke dekat tangga. Tidak menyusul Johnny, hanya menunggunya di sana.

"Sneakers, jins, kaos, kemeja dengan dua kancing teratas terbuka, sisir jari.. berantakan.. ah, membosankan," gumam Chrys pelan, masih dengan matanya yang menatap ke atas. Beberapa menit dia terdiam, sampai kemudian dia kembali bergumam, "Lima.. empat.. tiga.. dua.."

Langkah kaki terdengar mendekat, dan kemudian Johnny muncul di ujung tangga.

"Gotcha." Chrys kembali menggumam pelan, dengan senyum yang terulas tipis. Tepat apa yang dia perkirakan, penampilan pria itu—sneakers, jins, kaos, kemeja dengan dua kancing teratas terbuka, tidak satu pun yang meleset.

[4] Last ; Johnny Seo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang