Naya senang atas kejutan yang diberikan Rafa, ia tidak menyangka jika bongkahan es batu yang diberi nyawa itu, mampu bersikap romantis pada Naya. Bahkan sampai membuat Naya menangis terharu.
"Nay? Hidung kamu?" ucap Rafa.
Ia menyadari, darah segar keluar dari hidung Naya. Ia tidak pernah melihat Naya mimisan sebelumnya. Ini kali pertama ia melihatnya.
Spontan saja, begitu Naya mendengar ucapan Rafa barusan, ia mengusap bagian bawah hidungnya. Benar saja, ia mimisan.
"Kamu gapapa? Mau aku antar ke rumah sakit?" tanya Rafa mulai khawatir.
"Nggak usah, aku gapapa kok. Mungkin, terlalu kecapean aja, dibuat istirahat juga bakalan sembuh," balas Naya.
"Beneran gapapa?" tanya Rafa sekali lagi guna memastikan.
"Iya gapapa El," balas Naya sembari tersenyum.
Rafa lalu memberikan sapu tangannya pada Naya. Ditatapnya mata Naya yang berubah menjadi sayu.
"Yaudah, kita langsung pulang aja ya. Biar kamu bisa langsung istirahat," kata Rafa.
Naya hanya mengangguk.
Rafa kemudian memapah Naya menuju perahu yang tadi Naya bawa untuk menyeberang. Naya hanya memilih diam, karena ia merasakan pening yang begitu teramat di kepalanya.
"Nay, beneran gapapa? Kita ke dokter aja ya?" pasalnya, Naya sedari tadi memegangi kepalanya. Rafa takut jika Naya kenapa-kenapa.
"Udah gapapa El, cepetan dikit ya?" pintanya.
Rafa malah justru panik, namun ia berusaha untuk terlihat tenang. Sembari ia memandang Naya yang bersandar dibagian belakang perahu.
###
Setibanya di rumah, Rafa langsung saja membawa Naya menuju kamar Rachel. Ia menggendongnya, pasalnya, Naya ketiduran kala perjalanan menuju ke rumah Rafa. Mungkin benar jika Naya kecapean.
"Selimuti itu badan pacarmu, kasihan dia, pasti kecapean," kata Nia.
Ia tahu jika Naya tadi mimisan, Rafa yang memberitahunya.
"Iya Mah, ini udah kok. AC-nya juga Rafa matiin," kata Rafa.
"Yaudah, Mama tinggal arisan dulu gapapa kan? Kembaranmu tadi izin sama Mama mau pulang telat. Papa juga lembur, jadi, nanti kalau Naya ada butuh apa-apa. Kamu bisa kan, urusin sendiri?" ucap Nia.
"Iya Mah sans aja, itung-itung latihan jadi suami yang baik," kekeh Rafa.
"Mama aminkan, yaudah Mama pergi dulu. Jangan macem-macem kalian," kata Nia.
Rafa lalu mencium punggung tangan Nia. "Iya enggak kok Mah," balas Rafa.
"Pinter, yaudah Mama pergi dulu. Assalamualaikum," ucapnya.
"Wa'alaikumsallam, hati-hati Mah," balas Rafa.
"Iya," balas Nia sebelum akhirnya hilang dari pandangan.
Rafa lalu duduk ditepi ranjang, dipandangnya wajah damai Naya dalam tidurnya. "Gue takut lo kenapa-kenapa, gue takut lo pergi ninggalin gue untuk yang kedua kalinya," ujarnya sembari mengusap sayang pipi Naya.
"Gue sayang sama lo," wajahnya ia dekatkan pada wajah Naya. Hingga satu kecupan mendarat pada kening Naya.
"Nice dream dear," ucapnya sebelum akhirnya Rafa memutuskan untuk turun ke bawah sebentar guna menuntaskan aksi demo cacing-cacing di perut Rafa.
****
Jam menunjukkan pukul 3 sore, namun Naya belum juga bangun. Rafa takut jika terjadi apa-apa pada Naya, namun, ia juga tidak tega jika harus menggoyangkan badan Naya guna mengecek keadaan Naya apakah baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Boyfriend [Ending]
Teen FictionSequel "DafFania" Rafael Anton Pranata A cover by : @yongsoemt_ ~~~~~~~~~~~~ Mencintai kawan kecil tidak dilarang agama maupun negara bukan? Itu yang aku rasain sekarang. Mencintai sahabat dari kita masih kecil. Namun siapa sangka jika dirinya yang...