Untuk yang kedua kalinya aku mengatakan hal ini padamu. Aku kecewa, turuti apa mauku, atau selamanya aku tidak akan memaafkanmu.
▫▪▫▪▫▪▫▪▫
Semalam usai Rafa melamar Naya di pantai. Esok harinya ia langsung menuju ke rumah Naya. Kali ini ia datang tidak sendiri, melainkan bersama keluarganya, ada Daffa dan Nia, Rachel, juga Farrel yang turut datang.
Mereka hanya sekedar saling mempertemukan keluarga calon mempelai pria dan juga wanita. Tak lain, mereka ingin membahas tentang tanggal pernikahan, juga urusan pernikahan lainnya. Mulai dari tempat, gaun, makanan, hiburan, dan lainnya lagi.
Naya dan Rafa hanya mengikut saja. Mereka berdua setuju apapun itu keputusan dari kedua orangtua mereka.
"Kalian mau gimana, adat nikahnya mau pakai adat mana? Betawi atau solo?" tanya Ernan.
"Minang boleh?" balas Naya dengan polosnya. Sungguh, ia menginginkan pernikahan dengan menggunakan adat Minang.
"Pilihannya antara Betawi sama Solo sayang," kata Nia.
"Solo aja deh kayaknya, kalau Rafa sih, suka yang Solo aja," kata Rafa.
"Soalnya, ada siramannya kan?" kata Rachel. Rafa hanya menyengir kuda.
"Yang basahan berarti bajunya?" tanya Farrel.
"Ya enggak lah, nanti kedinginan," balas Naya dengan spontan.
"Bukan baju yang basah terus kamu pakai, bukan sayang. Tapi bajunya itu nggak ada lengannya," kata Rafa dengan sabarnya.
"Hilih, bilang kek," balas Naya sembari menyeruput minuman yang ada diatas meja.
Yang lain hanya geleng-geleng saja kala melihat tingkah kelakuan Naya. Menggemaskan, namun kadang juga bikin darah tinggi.
Setelah pertemuan yang menghabiskan waktu selama kurang lebih 3 jam itu, akhirnya semua urusan dapat dituntaskan. Mulai dari tanggal yang sudah diputuskan, adat pernikahan yang akan dipakai, juga makanan yang nantinya akan dipesan. Tak lupa, villa untuk bulan madu tentunya.
####
Lima hari berlalu, usai sesi pelamaran selesai. Tak terasa hanya kurang satu bulan lagi Naya dan Rafa akan menikah, undangan juga sudah mulai banyak jadi. Dan siap untuk disebar.
Usai pulang kuliah nanti, Naya berniat akan pergi bersama Rafa, katanya untuk fitting baju.
Namun, entah kenapa sedari pagi tadi, kepala Naya terasa begitu berat, ia merasakan pusing yang sebelumnya pernah ia rasakan. Bahkan wajahnya kini terlihat begitu pucat.
"Nay lo kenapa?" tanya salah satu kawannya.
"Gue gapapa kok Ge," balas Naya, temannya tadi bernama Gea.
"Lo yakin? Atau mau gue anter ke UKS? Atau nggak, gue panggilin pacar lo aja kali ya?" tawar Gea.
"Eh gausah, gue gapapa kok serius. Paling, cuma kecapean aja, soalnya, akhir-akhir ini banyak pergi-pergi," kata Naya.
"Yaudah kalau gitu, kalau lo ada apa-apa, hubungin gue aja ya? Gue mau ke perpustakaan dulu bentar. Mau nyari referensi dulu," kata Gea.
Naya mengangguk. "Hati-hati," ucapnya, Gea merespon itu dengan senyuman.
Naya lebih memutuskan untuk meletakkan kepalanya diatas meja. Mungkin, jika ia memejamkan matanya sejenak, rasa pusing itu akan hilang.
Ia memejamkan matanya hingga Gea kembali ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Boyfriend [Ending]
Teen FictionSequel "DafFania" Rafael Anton Pranata A cover by : @yongsoemt_ ~~~~~~~~~~~~ Mencintai kawan kecil tidak dilarang agama maupun negara bukan? Itu yang aku rasain sekarang. Mencintai sahabat dari kita masih kecil. Namun siapa sangka jika dirinya yang...