9. Keluar Kota

581 24 0
                                    

HAPPY READING
.
_________________

Semilir Angin berhembus siang itu. Meski sang matahari menampakkan dirinya sepenuhnya tapi sang angin masih berhembus memberikan kesejukan di kala terik matahari yang seolah kapan saja bisa membakar hangus seluruh isi bumi.

Seperti hari hari sebelumnya dan akan tetap terjadi. Jakarta selalu dikenal dengan kemacetannya yang bahkan bia bermeter meter panjangnya.

Kemacetan disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau kurang memadai. Bisa juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk.

Apalagi jakarta sebagai ibu kota negara.

Kemacetan yang terjadi di jakarta membuat Pemerintah berencana memindahkan ibu kota negara dari Jakarta. Banyak alasan yang menjadi dasar rencana pemerintah tersebut, salah satunya kondisi Jakarta yang terlalu macet.

Polusi dan debu mengudara di sepanjang jalan besar di jakarta. Asap asap mengudara membuat pandangan jakarta tidak bisa dikatankan segar.

Ketukan jemari di kaca mobil mengisi kejenuhan seorang wanita berbadan dua yang sudah sejak dua puluh menit yang lalu terjebak dalam kemacetan tersebut.

Bisa dilihat dari dalam. Asap mengudara diluar sana bahkan sesekali ia memergoki warga yang berkemudi roda dua berbatuk batuk karena tidak memakai penutup hidung.

Selin menghela napas lalu menyandarkan punggungnya yang mulai kaku. Ia bergerak tak nyaman membuat seorang wanita paruh baya disampingnya menoleh dan memegang bahu kanannya.

"Kamu nggak papa sayang?"

Selin menoleh lalu mengangguk lesu. "Nggak papa Mah. Cuman pegel aja duduk terus."

Lea menghela napas. "Yang sabar yah pasti sebentar lagi kita bakal sampai rumah."

Selin mengangguk.

Hari ini. Selin periksa ke dokter kandungan di temani ibu mertuanya dan seorang supir pribadi keluarga besar suaminya.

Angga sudah berangkat dua hari yang lalu ke Bandung. Dan seperti keinginan Angga, ia pergi ke dokter bersama ibu mertuanya.

"Sini." Lea menaruh kepala Selin di bahunya.

Selin menurut dengan lesu. Ia benar benar pegal duduk lama seperti ini.

"Kamu tidur aja. Nanti kalo udah sampai Mama bangunin."

Selin mendongak. "Makasih Mah."

Lea tersenyum dan mengangguk. "Mama akan melakukan segala hal demi kamu dan cucu Mama." Ucapnya mengelus perut Selin.

Selin tersenyum.

"Oh iyah, gimana kabar Mas Angga yah Mah?" Tanya Selin menerawang. Ia benar benar tak bisa tidak memikirkan suaminya yang tengah sakit itu.

Lea mengelus kepala memantunya dengan lembut. "Dia pasti baik baik saja. Kamu kan juga tau dia itu orangnya kuat dan pantang menyerah.

Selin mengangguk. Dan menghela napas resah.

"Mama mengerti perasaan Kamu. Dulu Papa kamu juga pernah waktu sakit tapi masih saja keluar negeri mengurus perusahaanya." Ucap Lea mengerti.

Selin mendongak matanya sayu. Lea tersenyum.

"Waktu itu Angga masih kecil, tiga tahun mungkin. Dan setiap malamnya pasti mencari Papanya. Bisa saja video call tapi terkadang jika saking sibuknya Papa disana. Sampai tidak bisa berkomunikasi dan membuat Mama sendirian menenangkan Angga kecil waktu itu."

ANTIMEANSTREAM WEDDING (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang