46-Rumah Allah

1.2K 167 9
                                    

"Menjaga pandangan memang tugas seorang laki-laki, tapi hal itu takkan bisa terealisasi jika perempuannya tak pandai menjaga diri."

-Arda Nazma Dewanda-

•••

Memang benar apa kata orang, jika kita ikhlas dalam menjalani hidup pasti kita akan merasakan sebuah ketenangan. Terlebih lagi jika kita pandai bersyukur serta menikmati hidup sebagaimana yang telah Allah tetapkan. Rasanya itu sangat amat melegakan, apa pun yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah dan tak ada sedikit pun niat untuk kembali melakukan sesuatu yang dilarang-Nya. Semoga perubahan ini bisa membawaku pada kebaikan dan kehidupan kekal di akhirat sana.

"Ingat pesan Mamah dan Papah. Kalian harus rukun-rukun, kalau ada masalah dibicarakan secara baik-baik." Petuah itu aku dapatkan dari Mamah saat sebelum aku dan Arda benar-benar pergi meninggalkan kediaman orang tuaku.

Menginap selama satu minggu di kediaman Mamah dan Papah banyak memberikanku pelajaran hidup yang sangat amat berharga. Mamah selalu mengajariku bagaimana menjadi istri yang taat dan bisa menyenangkan hati suami. Petuah yang biasanya kuanggap sebagai angin lalu kini tak lagi berlaku. Aku mengikuti apa pun yang menurutku baik dan patut untuk diteladani dari kedua orang tuaku.

Saat ini kami berdua sedang dalam perjalanan pulang. Dengan hanya menggunakan kendaraan beroda dua Arda membawaku untuk sampai ke tempat tujuan. Dari mulai sekarang aku harus terbiasa dengan kehidupan sederhananya. Aku akan berusaha sebisaku untuk cepat tanggap dalam beradaptasi dengan hal-hal baru yang belum pernah kutemui.

"Mampir ke masjid dulu yah, Dar," cetusnya setengah berteriak. Aku mengangguk setuju dengan usulannya karena memang sudah masuk waktu Zuhur. Kalau memaksakan untuk melanjutkan perjalanan pasti salatnya akan terlambat.

Aku memang sudah biasa mengakhirkan waktu salat, tapi itu tidak berlaku bagi Arda. Dia berpegang teguh bahwa salat adalah ibadah yang tidak boleh ditunda-tunda, karena kita tidak pernah tahu kapan Allah akan mempertemukan kita dengan Malaikat Maut. Bagaimana kalau kita meninggal dalam keadaan kita tidak taat?

Sebuah masjid di pinggiran kota menjadi pilihan Arda untuk menepikan motornya. Sudah ada beberapa orang yang berlalu lalang memasuki masjid. Duduk sejenak di pelataran masjid untuk membuka sepatu dan menikmati hiruk pikuk kendaraan yang tak pernah lelah berjalan. Allah sudah memanggil mereka, tapi dengan angkuhnya mereka tidak menyambut baik panggilan tersebut. Padahal itu hanya panggilan salat saja, bukan panggilan untuk segera mengakhiri hidup. Aku jadi teringat dengan kebiasaan burukku yang selalu melalaikan salat. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku yang telah lalu.

Aku dan Arda berpisah untuk menuju tempat wudu masing-masing, sebelah kanan untuk perempuan dan sebelah kiri untuk laki-laki. Tanpa membuang-buang waktu lagi aku segera menunaikan kegiatan bersuci lantas kembali memasuki area dalam masjid. Dari balik tirai penghalang aku bisa mendengar suara imam yang sudah mengucapkan takbir. Aku tertegun saat menyadari bahwa Ardalah yang berdiri tegak di depan sana.

"Masya Allah suara takbirnya saja merdu banget, apalagi kalau denger suara ngajinya. Suami idaman itu." Aku menatap ke arah belakang di mana ada segerombolan perempuan yang sedang sibuk memasangkan mukena ke tubuh mereka.

"Gak bakal nolak deh kalau sampai Allah jodohin aku sama dia. Pasti ganteng tuh, paket komplit banget," cetus salah satu dari mereka menambahi.

Aku ingin tertawa mendengar ocehan mereka yang menganggap Arda memiliki tampang indah rupawan. Apakah pada saat mereka bertemu pandang dengan Arda, mereka akan menarik semua kalimat-kalimat pujiannya itu? Kurasa sih jawabannya ya.

Matrealistis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang