54-Ungkapan Cinta

1.3K 149 15
                                    

"Kecantikan adalah anugerah, tapi juga bisa menjadi fitnah. Cukuplah orang-orang terpilih yang bisa melihatnya."

-Arda Nazma Dewanda-

•••

Setiap orang pasti memiliki kisah dan jalan hidup yang berbeda-beda. Tak mungkin bisa sama rata, jika pun ada pasti hanya sebagian saja. Begitu pula dengan jalan hidupku yang dipenuhi dengan drama pelik yang tak berkesudahan. Dari mulai terlibat pernikahan diam-diam dan sampai akhirnya memutuskan untuk menikah ulang dan terlibat pernikahan sungguhan. Bukan hal yang mudah untuk melewati semua fase itu. Sampai pada akhirnya sekarang aku harus kembali bergelut dengan jalan hijrah yang di luar akal pikiran.

Berawal dari keisengan yang berakhir dengan kesalahpahaman, dan ujungnya harus menerima kenyataan yang tak sesuai harapan. Memilih mundur dan berkata jujur sangat tidak mungkin, karena aku sudah kepalang basah dan lebih baik nyebur sekalian. Dan kini aku benar-benar nyemplung pada kubangan yang kubuat tanpa sadar. Entah harus bersyukur atau malah sebaliknya, aku pun tak tahu menahu akan jalan hidupku ke depannya. Saat ini aku hanya ingin mencoba untuk menjalani, perihal kendala di depan sana biarkan dipikirkan nanti. Mungkin ini adalah cara Allah dalam menunjukkan hidayah-Nya. Kuharap ini bisa menjadi batu loncatan yang mampu membawaku agar menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi.

"Aku minta kamu jangan menaruh banyak harap sama aku. Aku cuma mencoba dan gak janji akan pake ini selamanya," kataku saat keadaan sudah mulai kondusif dan aku bisa mengendalikan diriku sendiri.

Dia mengukir senyum tipis dan membawa tanganku dalam genggaman. "Aku gak akan berharap lebih sama kamu, tapi aku akan minta langsung sama Allah agar Dia meng-istiqomah-kan hati kamu supaya selalu berada di jalan-Nya."

Aku mengangguk ragu. Berharap pada sesama hamba hanya akan melahirkan kecewa dan kurasa Arda tak mungkin melakukan kesalahan fatal tersebut. Cukuplah Allah yang dia jadikan sebagai sandaran dan tempat memohon petunjuk serta pertolongan. Dia terlalu taat dan memiliki iman kuat, tapi sayang dia harus menerima kenyataan bahwa perempuan seperti akulah yang menjadi makmumnya.

Tangannya dengan lembut melepas ikatan tali niqab yang kugunakan. "Kuharap kecantikan fisik yang kamu miliki gak membuat kamu sombong diri, dan tetap rendah hati. Kecantikan adalah anugerah, tapi juga bisa menjadi fitnah. Cukuplah orang-orang terpilih yang bisa melihatnya," katanya seraya membelai lembut permukaan wajahku.

Aku tak bohong bahwa aku merasakan kenyamanan serta ketenangan saat mendapat perlakuan manis darinya. Dengan tidak tahu dirinya tanganku memegang tangan dia yang masih bertengger apik di pipi sebelah kananku. "Insya Allah, Mas." Hanya kata itulah yang mampu kuutarakan.

"Kita kasih kabar Mamah, Papah, Umi sama Abi yah, Dar," cetusnya begitu antusias. Aku tahu dia pasti sangat senang dan menunggu saat-saat seperti ini. Terlihat dengan jelas dari pancaran matanya yang berbinar dengan begitu terang.

Aku hanya mengangguk dan mengulas senyum tipis. Entah akan bagaimana tanggapan mereka dengan keputusan singkat bin kilatku ini. Memikirkan respons kedua orang tua kami, otakku malah terpaku pada tanggapan orang-orang sekitar. Apakah aku siap untuk menerima segala asumsi yang akan mereka lontarkan? Aku harus menyiapkan mental serta iman yang mumpuni, agar mampu menghadapi hukum masyarakat yang terkadang lebih kejam dari hukum negara dan agama.

Tapi aku heran. Pada saat aku melakukan banyak kesalahan dan kekhilafan tak pernah ada satu pun dari mereka yang mau menegur dan mengingatkan. Namun pada saat aku berjalan lurus sesuai aturan, mereka begitu gencar berkoar dan mengatakan kalimat-kalimat penuh hinaan. Bukankah hal itu terbalik? Orang hijrah berubah ke arah yang lebih baik lagi dicie-ciein sampai tanpa sadar membuat mentalnya down, tapi pada saat orang tersebut tersesat malah diam dan seakan menutup mata serta telinga.

Matrealistis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang