Fredella _09_

210 9 6
                                    

Terus bahagia, gue tau lo bukan cewek lemah. Cewek kuat seperti lo patut diacungi jempol.

~Madava~

<>

Sinar Mentari yang cerah mulai menerobos masuk ke dalam kamar Della. Namun itu semua tidak ada pengaruhnya bagi seorang Fredella. Matanya sudah terbuka lebar, ralat, lebih tepatnya masih terbuka lebar. Semalaman dia tidak bisa tidur, perkataan Kinan semalam membuatnya merasakan kesakitan yang amat mendalam.

Mulai hari ini, detik ini, kamu bukan anak saya lagi. Saya nggak sudi punya anak seperti kamu yang bisanya cuman bikin malu keluarga.

Bukan anak saya lagi.

Saya nggak sudi punya anak seperti kamu.

Bisanya cuman bikin malu keluarga.

"ARGHHH!" teriak Della frustasi.

Dava yang mendengar teriakan Della bergegas menghampiri sang adik untuk memastikan apa yang sedang terjadi.

"Della?" panggil Dava mencoba untuk membuka pintu kamar Della. Namun nihil, pintunya terkunci rapat.

"DELLA BENCI DUNIA DELLA! ARGHH!"

Dava membulatkan kedua matanya, teriakan Della membuatnya semakin panik, dia terus menggedor pintu kamar gadis itu, namun hasilnya tetap sama, sosok di dalamnya seperti tidak ada niatan untuk membuka pintu.

"DELLA BUKA PINTU!! INI KAKAK!"

Brakkk

Dava terdiam di ambang pintu setelah berhasil mendobrak pintu kamar Della, tubuhnya menegang, matanya memanas, hatinya terasa perih. Gadis itu duduk di sudut kamarnya sembari menarik kuat rambutnya sendiri.

Dava berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis yang selama ini dia jaga, tanpa aba-aba, Dava langsung menarik tubuh Della ke dalam dekapannya, Della yang mendapat perlakuan seperti itu tentu saja membalasnya, Dava semakin mengeratkan dekapannya, seolah dia tidak mau terpisah walau sebentar.

Rambut yang selalu tertata rapi sekarang menjadi acak-acakan, mata yang selalu memancarkan binar bahagia sekarang hanya ada kehancuran yang terpancar di dalamnya.

Hidupnya yang selalu bersemangat, sekarang semangat itu tak lagi menempel pada jati diri Della. Rasa semangatnya sudah tergantikan dengan rasa yang jauh lebih buruk dari kehidupannya yang dulu. Itulah yang ada di dalam pikiran Dava.

"Della bukan anak bunda lagi hiks."

"Ayah bukan lagi ayah Della hiks."

Tangis Della semakin pecah, tanpa disadari, air mata Dava turun melukis wajahnya melihat adik yang amat dia sayangi begitu hancur, dia merasa menjadi sosok kakak yang gagal dalam mengurus adiknya. Dia benci melihat air mata kesedihan di wajah gadis itu, ia benci karena ia berpikir itu tidak pantas untuk Della.

"Sttt, jangan nangis, Della masih punya kakak, ada kakak di sini yang akan selalu ada buat Della, ada Kak Candra juga, ada Nita, ada Veli. Kita semua ada di sini untuk Della." Dava memejamkan matanya sembari mengusap punggung Della untuk membuat gadis itu tenang.

Dia menggigit bibir bawahnya untuk menahan agar isakannya tidak lolos, ia tidak ingin menangis di hadapan gadis itu, karena ia takut gadis itu akan merasa bersalah sudah membuat kakaknya menangis.

"Della sayang sama kakak, kan?" pertanyaan Dava di balas anggukan antusias dari sosok yang kini tengah berada dalam dekapannya. Dava tersenyum tipis.

"Jadi, kakak nggak mau Della kayak gini terus, kakak nggak suka liat Della sedih kayak gini. Jadi jelek tau nggak." Dava terkekeh saat mendapat respon dari sang adik berupa pukulan pada dada bidangnya. Setidaknya ia berhasil menghibur gadis itu sedikit demi sedikit.

FredellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang