Sepulang sekolah Della terus termenung, bergelut dengan pikirannya sendiri. Akankah selamanya ia terus tinggal bersama pamannya? Tidakkah itu akan merepotkan?
"Della mau bicara serius." Ucapan Della berhasil membuat semua pasang mata menoleh ke arahnya. Memfokuskan pandangannya juga telinga nya untuk mendengar apa yang gadis itu akan katakan.
"Della mau tinggal sendiri aja mulai besok," cicitnya.
"Nggak!" respon Arsa cepat. Laki-laki itu terlalu takut jika terjadi apa-apa dengan Della. Terlihat jelas dari tatapan matanya dan juga penegasan dalam ucapannya.
"Kalau masih ada kita, kenapa harus sendiri?"
"Arsa benar, sayang. Selagi ada kita kenapa kamu mau tinggal sendiri?" tanya Arie setelah menyeruput teh nya.
"Dad, Della nggak mau kalau kalian terbebani dengan kehadiran Della. Bahkan Della bukan anak kandung kalian, jadi Della nggak punya hak buat tinggal di rumah ini."
"Kamu itu juga keluarga kita, kamu berhak buat menginjakkan kaki di rumah ini. Jadi, Lala nggak boleh ngomong kayak tadi," ujar Arsa yang diangguki kedua orang tuanya.
"Lala juga boleh anggap kita sebagai keluarga sendiri, Lala boleh tinggal disini selama apa pun."
"Nggak bang, Lala mau jalanin hidup Lala sendiri." Della menghela nafas sejenak, matanya mulai memanas tetapi sebisa mungkin gadis itu tahan di hadapan mereka.
"Boleh ya?" tanya Della memohon. Della begitu berharap, jawaban yang akan terlontar dari ketiga nya adalah 'boleh'.
"Ya sudah boleh, asalkan kamu sering-sering main ke sini." Senyum Della mengembang mendengar jawaban itu.
"Kalau itu sih pasti. Della pasti bakal sering main ke sini."
"Tapi, harus Abang yang antar kamu. Kamu nggak boleh sendirian ke sana. Nanti Abang cariin apartmen buat kamu."
"Iya Bang. Gini nih kalo punya Abang yang kayak Abang." Semuanya mengernyit bingung mendengar penuturan Della yang sama sekali tidak mereka mengerti.
"Maksudnya?"
"Nggak deh. Della ke kamar dulu ya, selamat malam."
Della melangkahkan kaki nya menuju kamar tidurnya. Sesampainya disana, Della duduk di tepi kasur, menatap sekeliling kamar yang tak lama lagi akan kembali kosong.
Della menghembuskan nafas sebelum beranjak menuju balkon kamarnya. Pemandangan seperti ini yang akan Della rindukan. Biasanya, Della akan duduk bersama di balkon dengan Arsa hanya sekedar untuk bercerita.
Angin yang berhembus kencang, pohon yang menjulang tinggi, rumput yang hijau, juga bunga yang bermekaran di bawah sana menambah kesan tersendiri untuk Della.
Della janji akan sering main ke sini. Kalian lebih baik dari keluarga Della sendiri.
Della terus membatin sembari menantikan malam tiba.
<><><>
"Della, udah siap?"
Pertanyaan Risa berhasil membuyarkan Della dari lamunannya. Della saat ini sudah siap dengan pakaiannya, juga dengan beberapa koper yang akan dibawanya. Tak lupa untuk membawa boneka panda berukuran jumbo yang dibelikan Arsa tempo lalu. Mungkin boneka itu satu-satunya yang akan menemani hari-hari sepi berikutnya.
"Sudah, Mom."
Risa mendekat, membantu Della membawa satu koper yang berada di tangan kanan Della. Kemudian, wanita paruh baya itu berjalan mendahului Della untuk turun ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fredella
Teen FictionKeharmonisan kerap kali disebutkan pada sebuah hubungann yang berjalan tanpa diiringi masalah. Namun apakah pernah terpikir bahwa akan ada sebuah luka pedih yang menghantam di kehidupan selanjutnya? Memberi harapan dengan menyembunyikan kenyataan i...