Dulu gue ikut serta di dalamnya, tapi sekarang beda lagi. Gue bukan lagi siapa-siapanya.
~Fredella Karolina Emery~
<>
Matahari sepertinya malu untuk menampakkan dirinya, ia tengah bersembunyi di balik awan yang gelap. Della mengawali paginya dengan melihat hujan yang turun dari langit. Dulu, ia selalu bermain air ketika hujan turun, tetapi sekarang tidak lagi semenjak ia akan mudah jatuh sakit bila terkena air hujan. Ia pernah merengek ingin hujan-hujanan, tetapi Dava malah melarang tegas untuknya keluar.
"Udah bangun?"
"Bang?" rengek Della menunjukkan puppy eyes nya.
"Apa? Mau main hujan-hujanan? Nggak boleh! Nanti kamu sakit, La!" tegas Arsa pada gadis di depannya.
"Bang Arsa nggak asik, jauh-jauh sana!" rajuknya. Arsa terkekeh gemas.
"Udah nggak usah ngambek. Abang mau siap-siap kuliah dulu. Nanti abang bawain boneka panda buat Lala." Mata Della berbinar mendengarnya.
"Beneran?" Arsa mengangguk, Della bahagia bukan main, ia langsung memeluk tubuh jangkung abangnya, meloncat kegirangan bak anak kecil.
Setelah Arsa keluar dari kamar Della, senyum gadis itu tak pernah memudar. Ia tidak sabar ingin memeluk boneka pandanya, gadis itu sudah lama mengidamkan boneka panda namun tidak kunjung dibelikan sampai saat ini. Tapi sekarang, Arsa berjanji akan membelikannya.
"Della."
"Eh!"
"Mommy suka gitu deh," kesal nya membuat Risa tertawa.
"Sudah sudah, ayo turun sarapan!"
"SIAP MOM!"
<><><>
"Della, makan dulu sayang." Della terdiam sejenak menatap roti yang sudah diberi selai kacang oleh Risa, sedetik kemudian ia menerima uluran tersebut.
"Makasih, Mom." Della tersenyum membuat Risa ikut tersenyum.
"Makan yang banyak, biar cepet gede," ejek Arsa yang mendapat cubitan dari Risa.
"Bang!" tegur nya.
Della menatap lurus ke depan, dulu Kinan yang selalu memberinya roti dengan selai kacang kesukaannya. Tapi sekarang? Hanya bayangannya saja yang bisa ia rasakan. Tanpa gadis itu sadari, air matanya turun membasahi kedua pipinya.
"Della, kamu nangis?" tanya Arie yang melihat Della meneteskan air matanya, tetapi tatapannya kosong. Arsa terbelalak kaget.
"Kok kamu nangis sih? Abang kan cuma bercanda tadi," ujarnya dengan sorot mata yang menunjukkan kekhawatiran.
Della tersadar dari lamunannya, ia memegang kedua pipinya. Basah, benar ia menangis tetapi ia tidak sadar akan hal itu. Gadis itu segera menghapus air matanya, mengubah raut wajahnya menjadi ceria kembali.
"Enggak, Bang. Tadi cuma kemasukkan debu aja. Hehe."
"Jangan bohong. Maafin abang ya? Abang beliin boneka panda yang besar buat Lala deh ya? Janji," ujarnya membuat Della terkekeh.
"Apaan sih, nggak jelas. Mom liat nih bang Arsa. Hahaha!"
"Arsa, sudah! Berangkat sana, udah setengah tujuh tuh! Hujan juga udah berenti tuh!"
"Ya sudah, Arsa berangkat dulu," pamitnya mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
"Bye adik kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fredella
Teen FictionKeharmonisan kerap kali disebutkan pada sebuah hubungann yang berjalan tanpa diiringi masalah. Namun apakah pernah terpikir bahwa akan ada sebuah luka pedih yang menghantam di kehidupan selanjutnya? Memberi harapan dengan menyembunyikan kenyataan i...