"Loh, kamu mau berangkat sekolah?" tanya Arie yang terkejut melihat Della menuruni tangga seraya membawa tas sekolahnya.
Gadis itu mengangguk, bibirnya pun terangkat ke atas.
"Masih pusing nggak?"
"Nggak, Mom. Della baik-baik aja. Kalian tenang aja ya," ujarnya berusaha meyakinkan.
"Ya sudah, hari ini biar abang yang antar kamu ke sekolah. Pulang sekolah abang jemput, kamu libur kerja dulu."
"Iya benar kata Arsa, kamu pulang sekolah langsung istirahat, nggak usah ke Cafe dulu," timpal Arie.
Della menatap datar Arsa yang juga menatapnya. Della kini menilai, bahwa Arsa ternyata se-posesif itu terhadapnya.
"Nggak usah gitu juga kali, Bang."
"Abang yang antar atau Lio?" tanya nya.
"Iya, Lala sama Abang."
"Nah gitu dong!" pekik Arsa.
<><><>
"Lala turun dulu, kalo nanti Abang masih ada jam kuliah nggak usah jemput Lala," ujarnya sebelum turun dari mobil.
"Nggak ada."
"Ya sudah, nanti Lala kabarin Abang," ujarnya malas. Tangannya terulur untuk membuka pintu mobil, bahkan gadis itu sudah memijakkan satu kakinya di tanah.
"Mau kemana?"
Della mengernyit bingung atas pertanyaan tersebut. Bukankah laki-laki itu sudah tahu pasti? Lantas mengapa harus bertanya?
"Cium tangan dulu," ujarnya.
Della menghembuskan nafas kasar, namun tak urung ia melakukan permintaan Arsa.
Setelah nya, ia bergegas masuk ke dalam gerbang sekolah.
Cibiran tentang dirinya dengan Kenzie rupanya sudah mulai menghilang walau terkadang masih terdengar di telinga nya.
Della tersenyum, dalam hatinya ia berkata bahwa semesta itu adil.
Langkahnya terhenti saat ada seseorang yang memanggilnya. Tanpa menoleh, Della dapat mengenal pasti pemilik suara itu.
"Apa kabar? Gue denger lo kemarin pingsan?"
Benar dugaannya. Itu Galen. Tapi bagaimana laki-laki itu mengetahuinya? Bukankah teman-temannya juga tidak tahu perkara itu?
"Baik."
Galen tersenyum. Tak apa jika Della belum bisa memaafkannya. Laki-laki itu akan berusaha melakukan apa pun demi mendapatkan maaf dari Della.
"Gue khawatir sama lo, Del."
Laki-laki itu berusaha meraih tangan Della namun gadis itu segera menepisnya. Galen tersenyum tipis.
Nggak, gue nggak boleh nyerah. Batinnya.
"Lo tau dari siapa?" tanya Della tanpa mau menatap laki-laki itu. Ia takut, pertahanannya akan runtuh dalam sekejap.
"Lo nggak perlu tau itu, hehe."
Gue tau, Del. Gue tau sendiri tanpa denger dari orang lain. Bahkan gue tau lo udah nggak tinggal lagi sama bonyok lo. Batinnya berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fredella
Teen FictionKeharmonisan kerap kali disebutkan pada sebuah hubungann yang berjalan tanpa diiringi masalah. Namun apakah pernah terpikir bahwa akan ada sebuah luka pedih yang menghantam di kehidupan selanjutnya? Memberi harapan dengan menyembunyikan kenyataan i...