Bagian 6

28 2 0
                                    

Mengapa rasanya sakit,
Saat aku baru menyadari
Ternyata aku begitu bodoh
Memperjuangkan apa yang ku sebut hubungan,
Sedangkan kamu tak pernah menganggap adanya hubungan,
Diantara kita.

~~~

Menyusuri koridor sekolah, langkahnya terhenti di hadapan mading yang letaknya tepat di sisi koridor sekolah ini, bukan hanya bait-bait puisi yang tertempel di sana, cerpen juga beberapa foto kegiatan ekskul, dan tak lupa hiasan kupu-kupu dari kertas berwarna tertempel cantik disetiap ujung papan.

Saat matanya mengedar, membaca bait-bait puisi, Raman datang dan berdiri di samping Mika, menyodorkan green tea yang cowok itu belikan di kantin sebelum menghampiri Mika di sini.

Menoleh, Mika mengambil minuman itu sambil tersenyum. "Makasih ya, Kak." Raman hanya mengangguk dan membalas senyuman Mika. Mereka berdua beriringan melangkah melewati koridor, hingga ucapan Raman memecahkan keheningan mereka. "Nunggu itu capek, ya." Menoleh memperhatikan Raman, Mika hanya menampilkan segaris senyuman sebagai bentuk pernyataan yang Raman katakan. Menyesap green tea pemberian Raman, lantas tatapannya kembali ke depan,seiring langkah mereka yang mulai menjauh dari mading.

"Ternyata, berjuang begini capeknya ya, Kak." Kini,giliran Raman yang menoleh pada Mika,namun gadis itu tetap mengarahkan pandangannya ke depan,kosong. Entahlah, Raman merasa prihatin melihat Mika yang rasanya begitu bodoh hanya tentang perasaan yang dimiliki gadis itu untuk cowok masa kecilnya, yang Raman ketahui cowok itu sudah kembali.

Memasukkan kedua tangan ke saku celana sekolahnya, "kamu tahu nggak kenapa alasannya?" Mengedikkan bahunya acuh, Mika menjawab "Karena terlalu lama menunggu,mungkin?"ucapnya asal lantas kembali menyesap minumannya yang terakhir,lantas membuangnya ke tempat sampah yang kebetulan ada di samping Mika.

Mendadak Raman menghentikan langkahnya, memegang pundak Mika yang otomatis ikut berhenti, mengubah posisi mereka menjadi berhadapan.

Raman menatap tepat di manik mata Mika. "Lo cuman berjuang sendirian Mika! Ya jelaslah lo capek." Menghela nafas, Raman berusaha untuk tidak emosi saking greget menghadapi gadis ini.

"Sebenarnya lo perjuangin apa sih? Udah jelas, dia gak kenal lagi sama lo kan?" "Hubungan ini---" sebelum Mika melanjutkan ucapannya, dirinya terbelalak mendengarkan penuturan Raman selanjutnya.

"Hubungan apa? Lo dengan percaya dirinya bilang, karena kalian teman masa kecil dan sekarang lo menganggap punya hubungan spesial diantara kalian,gitu? Lo menganggap diri lo sedang berjuang untuk dia, yang bahkan gue yakin cowok itu gak pernah tahu kalo selama ini lo lagi berjuang buat dapatin hatinya.

Lo harus tahu, dulu sama sekarang udah jelas beda! Termasuk perasaan seseorang juga bisa berubah, lo berharap hubungan lo bisa sedekat dulu, tapi orang yang lo harapkan gapernah nganggap ada hubungan diantara kalian kecuali sebatas teman! Gue gak mau lo jadi bodoh dalam hal perasaan kek gini."

Berusaha agar tak menangis, Mika berusaha memutarkan penglihatannya ke arah lain, namun dalam sekali kedipan mata semuanya luruh, apa yang sedari tadi Mika tahan agar air matanya tak jatuh,nyatanya tak bisa Mika tahan. Membekap mulut agar tak terisak, Mika segera berlari meninggalkan Raman yang membeku melihatnya menangis.

Tidak, Mika tidak marah pada sikap Raman tadi. Mika hanya menyayangkan, bahwa semua pernyataan yang Raman jelaskan semuanya adalah kebenaran.

Mengapa sebegini sakit?,gumamnya.

***
Raman yang masih mematung melihat kepergian Mika karena ulahnya, Raman menyakiti hatinya.

"Bodoh!" Mengumpat kesal karena kebodohannya, Raman menyalahkan dirinya sendiri, harusnya Raman tidak perlu mengatakan semua itu pada Mika walaupun semua yang dirinya katakan adalah sebuah kejujuran. Raman menyakiti hati Mika, harusnya Raman memberi dukungan untuk gadis itu, bukan malah menambah luka pada perasaan gadis itu, ya seharusnya~

Kembali berjalan, Raman mengedarkan pandangannya berusaha mencari Mika. Masih ada lima belas menit sebelum bel istirahat berakhir, setelah menghampiri kelas gadis itu yang ternyata hanya ada sahabatnya,Karin yang sedang menyantap bekal yang dia bawa tanpa ada Mika di samping Karin.

Saat akan melewati taman, akhirnya Raman menemukan Mika yang kini duduk di kursi yang ada di taman sembari memerhatikan beberapa bunga yang sudah tumbuh di sana.

Melangkah perlahan, Raman duduk di samping Mika hingga gadis itu menoleh, tidak ada lagi jejak air mata di wajahnya hanya bibirnya tersenyum kala melihat Raman. Lihatlah,betapa pandainya Mika menyembunyikan tangis yang tadi keluar karena perkataan Raman, kini sudah tak terlihat, hanya matanya yang sedikit memerah. Seolah tak pernah terjadi apa-apa Mika kembali ceria. "Sorry, seharusnya gue--" sebelum menyelesaikan kalimatnya yang Mika ketahui akan membahas kejadian tadi,segera Mika potong. "Udahlah Kak, Lupain aja."

"Tapi---" kembali memotong ucapan Raman, kini jawaban Mika malah membuat Raman semakin merasa bersalah.

"Mika gak bisa ngelak, karena semua yang Kak Raman katakan tadi, ya memang kebenaran. Aku cuman kaget aja sih tadi, ternyata aku emang sebodoh itu ya." Terkekeh, Raman tahu bahwa semuanya palsu, senyum yang tadi ia tampilkan, kekehan yang Raman ketahui untuk menutupi sakit hati yang kini Mika rasakan.

***

Haii,
Kalo kalian suka sama cerita ini,
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen kalian yaaaa:))
Terimakasih.

Salam,

MIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang