Menyusuri toko buku yang ada di salah satu pusat perbelanjaan di kota Cirebon, Mika menilik satu persatu novel yang Mika incar, sedangkan sebelah tangannya sudah menggenggam sebuah buku yang berisikan kumpulan bait-bait puisi dari seorang penulis yang Mika sukai karyanya.
Namun Mika belum menemukan novel yang dia cari.
"Udah ketemu?" Dewi yang menemani Mika mengelilingi toko buku ini langsung menghampiri Mika yang sedari tadi masih mencari novel.
Sebenarnya Mika tidak meminta Dewi untuk menemani dirinya ke toko buku tapi beliau memaksa.
Mika yang meminta Dewi untuk lebih dulu ke supermarket yang berada di lantai satu sedangkan Mika sendiri akan pergi ke toko buku yang ada di lantai dua sembari menunggu Dewi belanja agar tak bosan tapi Dewi malah mengikuti Mika ke sini, jadilah mereka berdua ada di toko buku.
"Belum. Kok gak ada ya, Ma?"
"Masa sih?"
Mika hanya mengangguk pasrah sambil menunjukan buku yang tadi di pegang ke arah Dewi, "yaudah, aku bayar dulu ya, Ma."
Sembari menunggu anaknya yang masih berada di antrian, Dewi masih melihat-lihat novel yang tersusun rapi. Mika senang sekali membaca novel, Dewi tak mengerti mengapa anaknya ini gemar sekali mengoleksi novel dan beberapa buku yang berisi bait puisi, bahkan Dewi membelikan rak kecil khusus untuk menyimpan novel milik Mika yang disimpan di kamar gadis itu.
Tak hanya gemar membaca puisi, Dewi juga tahu bahwa Mika suka sekali menulis puisi yang di simpan di laci meja belajar juga ditempel di dinding kamar dengan di beri hiasan kecil.
Dulu Dewi pernah bertanya mengapa Mika suka novel dan jawabannya,
'Mika gak tahu kenapa bisa sesuka ini baca novel. Tapi saat Mika membaca, entah kenapa Mika suka saat bisa merasakan setiap situasi apapun yang tokoh utama itu rasakan dan dengan mudah bisa masuk dalam imajinasi dari tokoh novel yang sering dibaca, jika cerita itu benar-benar Mika sukai.'
***
Selesai menyusuri lorong buku kini berganti dengan lorong makanan di lantai bawah. Dewi yang masih memilih daging dan buah di bagian fresh sedangkan Mika memilih yogurt, segera menoleh ke arah Mika yang hanya berjarak satu meter dari Dewi. "Sudah dapat?"Mengangguk Mika menghampiri Dewi dan memasukkan yogurt tadi ke troli belanjaan yang Dewi dorong, "Mama belum selesai?"
"Udah. Kita cari susu dulu ya."
Mengangguk Mika berjalan di samping Dewi yang kini berjalan ke arah rak bagian susu.
Mengambil satu kotak susu dalam kemasan Mika sedikit bergeser untuk melihat beberapa varian rasa sampai akhirnya suara seseorang menyapa Mika.
"Haii," mendongak Mika segera menatap sepasang bola mata berwarna cokelat muda milik gadis itu. Gadis yang coba Mika hindari juga keberadaannya.
Menampilkan senyum walaupun senyuman kaku yang bisa Mika tampilkan segera menjawab, "ehm,,hai."
Dewi yang tidak menyadari suasana canggung pada kedua gadis itu segera maju mensejajarkan posisi ke arah anaknya, Mika. Dengan menampilkan senyum ramah Dewi memegang lengan Mika namun tatapannya tertuju pada gadis di depannya. "Ehh, temannya Mika ya?"
Mengangguk segera gadis itu menyalami tangan wanita yang tidak terlalu baya itu yang sudah gadis itu tebak ibunya Mika.
Tetap menampilkan senyuman Dewi kembali bicara setelah menyodorkan tangan yang gadis di hadapannya ini salami. "Cantik ya, siapa namanya?"
"Dita, tante. Kebetulan aku sama Mika satu sekolah." Dewi menatap Mika dan Gadis yang Dewi tahu namanya Dita secara bergantian, "oh ya?"
Mika mengangguk cepat, "Iya, Ma. Cuma beda kelas aja."
Dita ikut mengangguk pelan lalu setelah itu Dewi memilih mundur dengan alasan ingin kembali memilih apa yang akan dibeli walau sebenarnya Dewi memberi waktu sekedar mengobrol pada mereka yang Dewi kira sebagai sahabat putrinya.
Ah, sahabat.
Mika bahkan tak benar-benar menganggap Dita teman apalagi sahabat. Mereka bahkan tak saling mengenal atau dekat, hanya sering bertemu di lingkungan sekolah yang hanya sekedar memberi senyuman jika bertemu.
"Kamu sendiri?" Berusaha membuka pembicaraan Mika benar-benar merasa canggung dan enggan mengobrol dengan orang yang coba Mika hindari. Ya Mika tahu dirinya egois, menghindari orang yang bahkan tak memiliki salah apapun padanya tapi hanya karena gadis itu dekat dengan Evan, Mika merasa tak suka pada Dita, gila kan?
Dan Dita tahu, Mika tidak merasa nyaman padanya. Tapi apa salah menyapa teman? Ya, Dita menganggap Mika seorang teman. Sama seperti Mika, Dita juga mengenal Mika saat pertama sekolah di sini hanya saja mereka tak pernah sekedar mengobrol, hanya menyapa dan tersenyum.
"Aku sama Papa ke sini, tapi Papaku lagi ke toilet." Mika hanya mengangguk mendengarkan.
"Kenapa kamu bisa begitu dekat pada Evan dalam waktu singkat?" Pertanyaan itu hanya tertahan dilidah, sampai akhirnya ponsel Dita yang sedari tadi digenggam berdering dan setelah gadis itu mengangkat panggilan hanya mampu membuat Mika membeku di tempatnya.
"Ya, Van?"
Van?
Benarkan Evan?
Dan Dita memilih pamit dengan ponsel yang masih terselip di telinganya meninggalkan Mika yang wajahnya sudah pasi. Dan Sesak itu datang lagi.
******
Haii,
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen ya, Terimakasih.Salam,
KAMU SEDANG MEMBACA
MIKA
Teen FictionUntuk kamu yang dulu pernah ada dalam cerita yang akhirnya aku tutup rapat. Bagaimana? Sudah mendapatkan cerita yang lebih indah dariku? Aku tak menyesal melepasmu, sebab aku tahu menggenggammu lebih lama bukan pilihan terbaik. Kamu memaksa tak ingi...