"Kamu mau memperbaiki semuanya kan, Van?" Aisyah menghampiri Evan yang sedang bermain play station dengan adiknya, Ecan. Lalu Duduk di sofa memandang punggung kedua puteranya yang duduk di atas karpet berbulu dengan asik.
"Iya, Ma"
"Mama gak mau kamu nyakitin dia lagi!"
"Iya,"
Berdecak Aisyah memperhatikan Evan dengan kesal, "kamu kok jawabnya iya-iya terus?!"
Menaruh stick ps Evan memutar duduknya dan mendongak kala menatap wajah sang ibu. "Aku harus jawab apa kalo begitu?"
Kembali mengundang decakan kesal dengan menampilkan wajah masam karena si abang menghentikan kegiatannya, langsung membuat sepasang ibu dan anak itu menoleh lalu terkekeh.
"Lanjut besok gimana?" Terpaksa mengangguk bocah bertubuh gempal itu menunduk dengan bibir mengerucut.
"Masuk ke kamar, Can. Belajar! Kamu kebanyakan main sekarang, ayo masuk."
"Ah Mama,," Ecan menatap Aisyah dengan memelas namun si ibu malah membalas dengan pelototan. "Masuk dek," Evan yang gemas langsung mengacak puncak kepala Ecan.
"Nanti Mama bawakan susu ke kamar, Nak." Berlari bukannya menuruti perintah Aisyah untuk belajar, Ecan malah mangambil ponsel Evan yang tergeletak di kamarnya lalu memainkan game sambil menyandar di kepala ranjang.
***
"Kamu bilang mau ajak Mika ke sini hmm? Tapi Mama liat kamu pulang sendiri tuh tadi!"Menegakkan tubuh Evan langsung pindah ke sebelah Aisyah dengan memangku bantalan sofa, "Kamu udah gede ya, Van! Gak mau lah Mama lihat kamu egois begitu sama Mika!" Kali ini Aisyah meredupkan tatapannya.
"Ma, aku gak suka diatur-atur begini." Tak ingin memandang wajah Aisyah Evan memusatkan pandangan pada layar tivi di depannya. "Aku bakal lakukan apa yang menurut aku benar, Ma."
"Kamu udah jan---"
"Ma, tolong jangan bahas itu." Menangkup punggung tangan Evan Aisyah mencoba membujuk.
Tak sadar Aisyah terlalu memaksa puteranya. Terlalu ikut campur masalah hati pada Evan yang tumbuh difase remaja. Mencoba mendekatkan apa yang dulu sempat terputus, Aisyah belum menyadari akan banyak yang tersakiti nantinya, mencoba mengembalikan rasa bahagia tapi lupa jika waktu sudah merubah segalanya.
Menghela nafas lelah wanita paruh baya itu menyenderkan tubuh di sofa tak berniat memandang puteranya lagi, biarkan begini dulu.
"Aku bahkan gak yakin bisa selalu bikin dia bahagia, Ma."
"Tapi Mama tahu kamu adalah alasan Mika bahagia, Nak."
"Dia memiliki seseorang yang sangat mencintainya Ma, kalo Mama lupa."
"Evan cuman teman masa kecil Mika kan, Ma? Jangan salahkan Evan yang gak pernah anggap perasaan dia dengan serius."
"Mika keliru Ma, harusnya perasaan itu gak pernah timbul diantara kami," kembali menegakkan tubuh Aisyah menatap bingung, "apa maksud kamu Van?"
Menggeser tubuh kian dekat, Evan berusaha menjaga intonasi bicaranya pada Aisyah agar beliau memahami apa yang Evan sampaikan.
"Seharusnya perasaan itu gak timbul diantara kami. Mama tahu? Awalnya aku mencoba buat ngelupain dia, aku pernah kehilangan sosok Mika tapi itu dulu saat masih bocah yang bahkan aku belum tahu bagaimana menyukai lawan jenis."
"Mama tahukan saat Tante Rara bawa aku ke sana? Saat itu aku kehilangan sahabat aku Ma, Mika. Lalu apa salah setelah di Jerman lambat laun aku mulai ngelupain dia? Dan ingatkan, saat Mama memaksa aku chat dia buat pertama kali, aku menurutinya kan Ma."
Menahan nafas sebentar sebelum Evan bisa membuat lega perasaan ibunya. "Sekarang Mama gak perlu khawatir. Aku sedang mencoba buat mengulang semuanya dari awal, Mika masih mudah Evan dapatkan." segampang itu Evan mengatakan. Mudah. Tentu saja saat perasaan Mika seutuhnya milik Evan rasa itu akan begitu mudah untuk didapat sekaligus disakiti.
Ada binar bahagia di mata Aisyah, berharap bahwa Evan mampu menebus kesedihan Mika selama ini dengan kebahagiaan yang mampu mempererat hubungan mereka. Doakan saja agar mereka tak berulah.
"Jangan mempermainkan perasaan seseorang Van, kamu mengerti kan?"
Mengerjap tiba-tiba rasa bersalah itu muncul kian menghimpit dada, bagaimana kalau sampai nanti pun hatinya masih belum terbiasa-- Ah sudahlah.
Biar saja sekarang berjalan bagaimana mestinya karena akhirnya bukan hanya Mika saja yang tersakiti, Evan pun akan merasakannya. Sakit karena harus belajar untuk terbiasa sedang kenyataan ingin menolak lebih menggiurkan.
******
Haii,
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen ya, Terimakasih.Salam,

KAMU SEDANG MEMBACA
MIKA
Teen FictionUntuk kamu yang dulu pernah ada dalam cerita yang akhirnya aku tutup rapat. Bagaimana? Sudah mendapatkan cerita yang lebih indah dariku? Aku tak menyesal melepasmu, sebab aku tahu menggenggammu lebih lama bukan pilihan terbaik. Kamu memaksa tak ingi...