Berjalan menebar senyum disetiap langkah yang Mika tapaki di tiap ubin sekolah yang mengarahkan Mika ke arah kelas yang sudah ada di depan pandangan tiba-tiba suara berupa godaan mengalihkan dunianya, yaampun kenapa si dengan bahasa Mika kali ini?
"Duh yang wajahnya bersinar banget hari ini sampe nyamain sinar matahari."
"Hah?" Menoleh pada suara bass yang jelas bukan milik Karin dan saat menoleh Raman sudah berada di sini.
"Bisa gak sih tuh bibir gausah senyum terus apa gak kaku nanti?" Raman kembali menggoda dengan raut jenaka. "Apaan si!" Dan Mika merona.
"Idihhh nih pasti Kak Raman iri nih liat lo senyum terus, Mi." Mengernyit Mika menghadap ke arah Raman saat suara seseorang menimpali percakapan mereka yang berada di balik punggung cowok itu siapa lagi kalo bukan Karin yang kini melangkah mendekati mereka dengan membawa botol mineral.
"Udah?"
"Udah apa nih? Udah ketemu doi maksud lo?" Dan bukan hanya Raman kini Karin ikut menggoda Mika sambil menyikut sebelah lengannya.
"Kalian kenapa sih?!" Raman dan Karin terkekeh melihat raut jengkel Mika.
"Lupa. Minggu-minggu ini kan lo banyak diam, sekarang lagi bahagia kan lo udah ketemu doi makanya berseri terus wajah lo." Kini Mika yang menyenggol lengan Karin lalu diam saat menatap Raman.
Sekilas tatapan mereka bertemu lalu Mika lebih dulu memutuskan tatapan itu saat Raman menampilkan segaris senyum yang entah kenapa malah membuat Mika kesal karena Karin mengatakan tentang Evan dihadapan mereka.
"Gue masuk duluan ya," dan Karin pergi meninggalkan mereka berdua, entah kenapa Karin sering sekali meninggalkan mereka berdua seperti ini, lantas Mika mendengkus kesal.
"Gue senang liat lo bahagia gini, kemarin-kemarin ini gue bingung hibur lo yang terlalu diam dan sekarang gue beneran senang lihat wajah lo senyum gitu."
Mika benar-benar merasa tak enak dengan percakapan ini. "Kak--"
"Yang gue sesali, gue gabisa jadi alasan lo bisa bahagia kayak gini, Mi." Tetap menampilkan senyum Raman mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Mika yang kali ini tidak marah karena cowok itu merusak tatanan rambutnya. Baru membuka bibirnya hendak bicara Raman kembali memotong. "Gue balik ke kelas ya." Tak ingin mencegah Mika mengangguk.
Sebelum benar-benar pergi Raman kembali bicara, "Oh ya pulang sekolah mau beli es krim? Karin maksa buat ke sana pulang nanti." Dengan cepat Mika mengangguk dengan semangat "Mauu!"
Terkekeh Raman gemas melihat Mika lalu berbalik pergi.
*
Di sinilah mereka berada, cafe yang memiliki menu es krim yang cukup terkenal tak jauh dari sekolah mereka. Menyaksikan lalu lalang jalanan yang cukup ramai, mereka memilih menyantap es krim di luar cafe ini sambil duduk di kursi yang tersedia sambil mendengarkan ocehan Karin yang selalu memecah hening diantara mereka."Jadi ya masa gue pas liat bocah cowok tadi langsung salting masa," Karin yang tak henti berbicara malah membuat Mika dan Raman heran mendengarnya.
"Bocah itu bilang gini. Kakak cantik banget sih nanti kalo aku udah gede Kakak mau gak aku jadi pacar?" Sontak Mika dan Raman malah tertawa ngakak, benarkah bocah berumur sekitar delapan tahunan mengerti pacaran dan tahu mana yang cantik?
Kesal melihat mereka terus menerus tertawa dan seolah tak percaya Karin mendengus. "Beneran loh ini. Gue jawab gini, duh adek masih piyik gak boleh ngomong begitu sekolah yang bener aja dulu."
"Gila! Beneran ngomong gitu lo, Rin?" Kali ini Raman yang menanggapi, Karin dan Mika duduk bersisian sedangkan Raman di hadapan mereka.
Mengangguk meyakinkan Karin kembali melahap es krim dan menatap Raman, "Iyalah."
"Lagian kan ya gue bingung mau jawab apa ke bocah itu eh dia balik nanya lagi gini, piyik apaan Kak?bukannya piyik camilan buat lebaran ya? Soalnya di rumah nenek aku selalu ada piyik kalo lebaran. Halahh itu rempeyek bambankk."
Mika tertawa geli, "dia bocah yang tadi kan ya? Yang duduk di samping kamu pas aku ke toilet?"
"He'em" Karin kembali menyuap es krimnya.
"Siapa namanya?" Karin mengendik tidak tahu, kebiasaan Karin yang tak terlalu suka anak kecil, mengganggu katanya.
"Kok gue gak tahu?"
"Lo lagi ngantre es krim tadi." Raman mengangguk.
"Kampretnya lagi pas Mika nongol di sini dia bisikin ke gue sambil natap Mika terus, Kakak yang itu lebih cantik, aku gak jadi suka ke kakak, aku mau kakak yang itu aja."
Jadi saat mereka sampai di kedai ini Mika pergi ke toilet sedangkan Raman dipaksa Karin memesan es krim diantrian yang cukup banyak dan Karin duduk santai memainkan ponsel. Lalu tak lama bocah lelaki ikut duduk di samping Karin saat sang ibu ikut mengantre, tak disangka bocah itu bisa membuat salting sekaligus kesal karena banyak bicara.
Setelah Mika bergabung bocah itu malah senyam senyum setelah mengatakan pada Karin jika Mika lebih cantik dari dirinya, sial! Kejujuran anak kecil kenapa menyakitkan.
Lalu tak lama Raman muncul dengan membawa tiga cup es krim di hadapan mereka, tahu apa yang di lakukan bocah tadi? Dia merosot turun dan kembali berbisik pada Karin. "Aku mau jadi Kakak itu biar bisa pacarin kalian berdua hehe," sambil menunjuk Raman yang belum disadari oleh cowok itu.
"Kampret kan bocah tadi." Mika benar-benar tak bisa berhenti tertawa mendengarnya. "Yakin deh gue gedenya bakal jadi fakboi tuh bocah!"
Dan kali ini Raman yang tak bisa menahan tawanya.
******
Haii,
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen ya, Terimakasih.Salam,
KAMU SEDANG MEMBACA
MIKA
Teen FictionUntuk kamu yang dulu pernah ada dalam cerita yang akhirnya aku tutup rapat. Bagaimana? Sudah mendapatkan cerita yang lebih indah dariku? Aku tak menyesal melepasmu, sebab aku tahu menggenggammu lebih lama bukan pilihan terbaik. Kamu memaksa tak ingi...