Bagian 27

9 0 0
                                    

"Kamu gak bilang mau jalan bareng Dita. " merasakan sengatan sinar mentari di rooftop menerpa kulit, Mika membelakangi Evan yang duduk di bangku yang biasa mereka duduki, sedang Mika memilih berdiri.

Tadinya Mika berusaha tak peduli, tapi tak bisa. Wajarkan Mika cemburu? Mereka pacaran, dan Evan tak jujur pada Mika jika mereka pergi bersama kemarin.

"Kenapa? " membalikkan posisi menghadap Evan, dahinya berkerut. "Acara yang kamu maksud, pergi sama Dita ke kafe. Gitu kan? " Evan tidak terkejut.

"Ada Rendi bareng ceweknya kalo lo gak tahu. Bukan cuma Dita. " Evan selalu terlihat santai dalam situasi apapun.

"Harusnya kamu jujur sama aku, Van." meredupkan pandangan Mika mencoba agar Evan tahu kini Mika cemburu dengan kedekatan dia dan Dita. Tapi sepertinya Evan tidak peduli.

"Penting banget?"

Mika merasa pening. Mencoba mengatur nafas agar terlihat biasa dihadapan Evan yang sepertinya tak menganggap serius hubungan mereka. "sebenarnya kita lagi dihubungan yang seperti apa sih, Van?"

Menampilkan raut bingung Evan berdiri memghadap gadis itu. "seperti apa? Lo bertanya seperti apa hubungan ini, Mi? "

Memejamkan mata sebentar sebelum dengan jantung berdebar Mika kembali mendengar penuturan Evan yang membuat hatinya kian sesak.

"Hubungan yang selama ini lo mau, Mi! Kita pacaran, benarkan? " menatap wajah Mika yang entah kenapa malah terlihat pucat membuat Evan mendesah kesal lalu mengacak rambutnya sendiri.

"Sorry. Gue gak maksud bicara begitu." melangkah agar membelakangi tubuh Mika, Evan merutuki kebodohannya.

"Kenapa kamu menyembunyikan hubungan kita dari teman-teman kamu, Van?" membalik menampilkan punggung tegap cowok itu membuat Mika kian berdebar lalu diam-diam bersyukur bisa menjadi pacar Evan yang menjadi sahabat saat mereka kecil.

"Please, Mi. Bisa gak kita tutupi hubungan ini? Udah cukup teman lo aja yang tahu. " Evan enggan menatap Mika.

"Toh gue tetap jadi pacar lo kan tanpa orang lain tahu? " menurunkan nada suara, pernyataan Evan malah membuat Mika kian tak mengerti semua ini.

"Kamu malu kita pacaran?" walau agak terkejut dengan keinginan Evan yang tak ingin orang lain terutama Dita tahu mereka berpacaran jelas membuktikan, benarkan Evan malu berpacaran dengannya?

"Ngg--nggak gitu, Mi!" lalu bagaimana lagi Mika meyakinkan dirinya sendiri jika Evan benar mencintainya sama seperti Mika yang sangat mencintai Evan?

***
Terpaksa pulang naik angkutan umum Mika tak mengabari Evan jika dirinya pulang lebih dulu sebelum cowok itu ada di parkiran. Tadinya Raman memaksa walau sebenarnya Raman harus mengikuti pengayaan di jam pulang sebelum menyambut ujian nasional, dengan memohon Mika menolak ajakan itu.

Melipat mukena dan sejadah setelah selesai sholat maghrib, ponsel yang tergeletak di atas kasur menyala. Sengaja dalam mode silent Mika melihat pop-up chat juga satu panggilan tak terjawab dari Evan.

Membuka ruang chat tersebut membuat Mika bahagia lalu tak ingin Evan menunggu Mika segera membalas pesan itu.

Evan.
Lo cemburu sama Dita kan tadi siang?

Gue jemput lo sekarang.

Kita makan di luar.

Mika.
Hah? Demi apa.

Van? Beneran?!

Centang biru. Dua menit Evan tak lagi membalas hingga teriakan nyaring Dewi membuat Mika terkejut.  Oh ternyata mamanya itu sudah ada di depan pintu kamar.

"Kamu kok gak bilang Evan mau ke sini? " Mika hanya menampilkan cengiran.

"Ngedadak. Benaran ada, Ma? "

"Heem. Lagi ngobrol bareng Papa di bawah. "

"Ayo turun. " Mika lebih dulu menuruni tangga. Sampai di ruang tamu seperti apa yang disampaikan Dewi, Evan sedang berbincang dengan Tian.

Menoleh pada Mika, Tian tersenyum tulus tak lama Evan mengikuti pandangannya ke arah Mika, sedang Dewi baru berdiri di samping anaknya.

"Kita pergi ya, Om? " Tian mengangguk dan Dewi pun mengiyakan.

***
Sampai di teras Mika bersuara saat Evan akan melangkah. "Ehm, kita mau kemana? " menoleh saat Mika masih mematung sedang Evan bersiap pergi.  "Makan. "

Tak mendapati kendaraan milik Evan membuat alisnya mengernyit. "Motor kamu? "

"Kita jalan kaki. "

Tak mau lama Mika akhirnya menurut. Berjalan di samping Evan menusuri jalanan komplek yang tak terlalu ramai, hampir sepuluh menit berjalan akhirnya mereka berhenti di warung yang ada sepanduk bergambar seafood, bebek, ayam dan lainnya dipinggir jalan depan komplek mereka.

Masih bingung kenapa Evan membawanya makan ke tempat ini hingga yang Mika lakukan hanya menerawang ke warung yang lumayan ramai pembeli ini.

"Kenapa? Nggak suka makan di sini? " Tidak Mika bukan tidak suka makan di sini, toh dia dan mamanya sering membeli lauk pauk di sini yang Mika akui semua menu yang disajikan sangat enak walaupun mereka memilih makan di rumah.

"Nggak kok aku suka. " tersenyum Evan menggenggam tangan Mika dan mengajaknya masuk setelah Evan memesan.

******
Haii,
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen ya, Terimakasih.

Salam,

MIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang