BAB 04 - Smokey Ayes

717 106 8
                                    

Selamat Membaca👑

Bangun.

Udara kota Bogor di sore hari sungguh melegakan. Badha menguap,mengucek kedua bola mata miliknya dengan malas. Ia enggan sekali sebenarnya untuk beranjak dari ranjang UKS yang nyaman. Hangat, sepertinya hujan baru reda. Aroma lembab begitu kentara di kedua lubang penciuman Badha.

Hem. Zona nyaman yang membunuh. Badha tahu, ia harus segera tiba di rumah. Paling tidak, lima belas menit dari sekarang. Tapi, kenapa rasanya sangat malas. Baiklah, ia perlu meregangkan otot tubuhnya. Untuk langkah pertama, Badha memilih untuk duduk. Merentangkan kedua tangan. Sesekali ia masih tampak menguap. Kentara sekali masih menahan kantuk. Tapi Badha harus pulang, ia tak ingin keluarga satu rumah panik lantaran mendapati gadis perawan mereka, yang kadang sangat teledor dan pikun belum juga pulang dari sekolah.

"Nih tas kamu, tadi diantar sama Soke!"ujar Bu Susi.

Badha yang baru selesai menguap segera menutup mulutnya rapat.

Mengerjap, gadis dengan tubuh kurus itu turun dari ranjang. "Kok Soke?!"

Bu Susi menatap heran. Dibantunya Badha melipat selimut.

"Terus kamu berharap siapa, masih untung Soke mau nganterin tas kamu kesini!"

Badha mengangguk. Nyengir kuda. "Kamu mau pulang gimana? Bentar lagi maghrib tuh?"

Badha menimang untuk beberapa saat. Benar juga ya, malam sebentar lagi datang menghampiri. Jika di pikir memang benar, sedikit berbahaya jika harus berjalan sendirian.

"Iya ya!"sahut Badha seperti ingat akan sesuatu yang penting.

Gemuruh guntur perlahan terdengar saling bersahutan. Badha bergidik ngeri, untuk beberapa saat ia memilih bungkam.

"Aku ikut pulang Bu Susi aja deh, boleh ya!?"

Wanita dengan seragam dinas itu mendelik. Menatap kearah Badha dengan sorot horor. Barangkali apa yang baru ia dengar lebih mengerikan dari penampakan hantu.

"Gak ah. Suami saya ada di rumah. Ganggu aja kamu!"

Ah iya. Badha ingat, guru mudanya itu memang baru menikah satu bulan yang lalu. Jadi wajar saja jika tidak ingin Badha ada di rumahnya. Meski dalam hati, Badha sedikit yakin jika keadaannya berbeda, guru dengan jilbab besar itu pasti sedia menampung Badha di rumahnya.

"Terus Badha gimana dong Bu?!"

Bu Susi tampak menimang. Dan sepertinya sudah didapatkan jawabannya. Kedua bola mata Bu Susi melebar.

"Aksara, kamu bawa mobil kan ke sekolah? Gimana kalo saya minta tolong supaya kamu antarin Badha pulang dulu!"

Jadi, siapa itu Aksara. Dan kenapa harus mengantar Badha pulang. Menoleh, alangkah terkejutnya ketika Badha mendapati tubuh seorang siswa tengah menatap sama terkejutnya kearah Badha. Jadi, ini si songong tadi pagi kan?

"Kenapa harus saya yang mengantar dia?!"tanyanya dengan nada datar.

Oh tidak. Siswa tersebut memiliki pengendalian diri yang hebat. Dengan cepat, ekpresi jengah tadi hilang. Sekarang berganti dengan wajah dungu yang amat sangat menyebalkan. Entahlah, meski tak ada emosi apapun yang tersirat dalam nada kalimat tadi. Tetap saja Badha merasa jika lelaki yang tengah menatap penuh selidik kearahnnya itu berdrama seolah semuanya baik-baik saja, meski amat kentara jika ia yang tadi dipanggil dengan nama Aksara tersebut sedang berusaha mengintimidasi suasana. Kelihatan sekali merendahkan Badha, lebih-lebih aura dingin dan tidak bersahabat yang ditunjukkannya.

"Jadi, karena mungkin saja rumah kalian searah. Toh saya tahu, hanya kamu yang bisa menolong disaat hujan deras seperti ini!"

Badha masih bungkam. Setia dengan sikap acuh gak acuh yang ia perlihatkan. Balas menatap lelaki dengan nama aneh yang semakin tampak menyebalkan.

"Apa dia tidak punya keluarga?! Kenapa sangat merepotkan orang lain?!"

Badha sudah tidak tahan. Bisa-bisa ia melahap habis siswa menyebalkan tersebut.

"Badha bisa pulang sendiri kok Bu, terimakasih sudah berbaik hati. Badha pamit!"

Bu Susi tampak terkejut dengan apa yang akhirnya Badha putuskan. Tampaknya,guru muda tersebut hendak membuka mulut. Bersuara, barangkali juga hendak membantah ucapan Badha. Tapi sungguh sayang, Badha sudah buru-buru keluar setelah meraih ransel miliknya dinakas. Sementara saat hendak mencapai pintu, Badha sempat melirik raut puas siswa songong tadi, lengkap dengan senyuman penuh kemenangan.

Dasar iblis jahanam.

👑👑👑

Di depan rumah tiga lantai, dengan pagar kayu yang tinggi menjulang itu. Badha diturunkan oleh bapak supir taxi.

Hujan yang mengguyur Bogor turut juga membasahi tanah Jakarta. Dengan semangat untuk hujan hujan, Badha menerobos keluar dari pintu taxi.

Grendel dibuka dengan mudah. Gerbang terbuka, dan tak ingin bersusah susah untuk membawa kakinya berlari menuju teras. Badha memilih seolah tidak terjadi apapun.

Berbalik. Nyaris tersentak, Badha nyengir kuda begitu melihat satu ekor singa betina sudah siap menyantap kepulanganya.

"Badha! Kenapa kamu baru pulang jam segini! Kenapa hujan-hujanan pula?!"

Sudah bisa ditebak bukan. Sianganya bisa berbicara, ajaib bukan.

"Ya elah mama . Kayak gak pernah muda aja sih,"

Wanita dengan balutan tunik berwarna kuning langsat itu memijat pangkal hidungnya kesal.

"Cepat masuk, mandi terus makan. Masuk angin tau rasa kamu, mama gak mau absen arisan cuma karena terpaksa ngerokin kamu ya!"

Badha sudah berada dihadapan ibunya. Yang ia lakukan untuk pertama adalah melepas sepatu miliknya. Setelah itu jaket dan ransel.

"Mama tolong bawain barang Badha masuk ya, keburu mau mandi nih. Takut masuk angin!"seru Badha berhambur masuk.

Bisa ditebak, selanjutnya hanya teriakan penuh amarah dari ibu yang bisa Badha dengar. Sambil terlikik, Badha berjalan menuju tangga.

"Nak!"panggil satu suara.

Badha memutar jalan, menuju serambi kiri tangga dimana sebuah perpustakaan besar milik keluarga berda.

"Hai ayah! Kok tumben udah pulang?!"tanya Badha riang.

"Mama mu itu yang terlalu heboh. Memaksa pria tua ini berkenndara hanya karena anak gadisnya belum pulang sekolah saat hujan lebat mengguyur!"

Badha nyengir. Tahu betul siapa yang dimaksud sebagai duduk masalah oleh ayahnya. Pria tua dalam balutan kaus kaki biiru itu masih sibuk membaca sebuah buku tebal dalam pangkuannya.

"Little bit troub!"

"Apa itu ada hubungannya dengan teman laki-laki mu?"

Lagi-lagi Badha tersentak. Bagaimana ia harus menjawab pertanyaan dari ayahnya. Badha kikuk, moment seperti ini sangat sangat ia antisipasi. Kenapa malah ia sendiri yang terjebak didalamnya.

"Biasa lah, anak baru songong!"

Lelaki yang sejak tadi sibuk dengan bacaan dipaangkuanya itu mendongak. Menatap Badha tertarik, dengan satu alis terangkat.

"Jadi nak, bisa kau ceritakan padaku bagaimana gerangan anak baru songong itu. Dan yang paling menarik adalah cerita dibaliknya hingga bagaimana bisa kamu pulang terlambat hari ini,"

Badha hendak membuka mulut. Menyuarakan protesnya. Yang benar saja ia harus menceritakan perihal siswa baru tadi, yang namanya saja sekarang Badha lupa.

"Tapi sebelum itu, pergi nyamankan dahulu keadaan mu. Aku tak ingin mendengar teriakan dari ibu mu lagi. Telingaku rasanya sudah cukup sakit!"

~ b e r s a m b u n g~

Tuhan Kenapa Aku Cantik ? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang