BAB 48 - Detak

207 37 0
                                    

Selamat Membaca♡

Pria setengah baya dalam balutan jas warna coklat itu duduk dengan tenang di kursi penumpang.

Sementara BMW SUV melaju perlahan membelah jalanan Jakarta. Ada banyak kemungkinan yang sedang otaknya pikirkan. Mulai dari hal yang paling ia inginkan, juga hal yang paling ia tidak harapkan.

Setelah mengadakan rapat oposisi penolakan masa perpanjang jabatan CEO sementara, Elang Wijaya perlu memastikan jika dukungan yang ia harapkan menopang setengah dari saham yang ia pertaruhkan.

"Papa kayaknya perlu kasih tau Badha deh."

Rabu yang mengemudikan mobil membuka suara, memberi saran kepada ayahnya. Semenjak meningalkan pelataran Lara Group, ayahnya itu tidak begitu fokus. Tentu saja. Banyak hal yang Elang Wijaya pertaruhkan demi tiba di perusahan besar tersebut.

"Boleh juga,"

Setelah menyetujui usul putra sulungnya, Elang Wijaya lantas meraih ponsel. Ia memang perlu menghubungi putrinya.

"Badha,"

♡♡♡

Badha berlari menyusuri koridor sekolah. Wajahnya mengisyaratkan semangat yang membara. Langkah kakinya lebar, dengan dada bergemuruh, dibukanya pintu ruang kelas.

Kedua bola mata mikiknya melebar, meneliti setiap sudut. Ia perlu menemukan wajah seseorang.

Nihil.

Aksara duduk di meja belakang, seperti biasanya. Zuan juga Siang menatap heran kearahnya. Sementara Sokela mengerjap.

Badha kembali berjalan keluar, memutar otak. Kira-kira kemana ia harus membawa kakinya berlari. Aha! Badha tahu harus pergi kemana.

Brak.

"Badha, lo ngapain sih. Bikin kaget aja!"

Gadis dengan rambut di cepol satu itu mendongak, nafasnya memburu. Sementara Talita menatap dengan satu alis terangkat. Baru saja ia menutup pintu loker, eh si Badha bikin orang jantungan aja.

"Lo! Lo harus bantuin gue!" ujar Badha terbata.

Talita mengerutkan dahi. Nih anak ngomong apa sih, gak jelas banget.

Baru hendak menjawab, suara derap langkah kaki terdengar mendekat. Dua gadis itu menoleh bersamaan, dan ternyata. Yang sedang berjalan mantab dengan senyum mengambang itu adalah Siang Bahtera.

"Gue rasa informasi yang gue punya bisa bantu banyak. Jadi gimana Badha, mau rekrut gue kan?" ujar Siang dengan wajah berseri.

Badha juga Talita diam. Terpana, saling menatap bingung. Lima menit berlalu, Badha mendesah.

"Ok deal. Talita, bilang ke bokap lo. Beliau bisa bantu dengan berkas apapun!" putus Badha dengan suara lantang.

Talita menggeleng heran, menatap Siang dalam. Kenapa sih pola pikir orang-orang itu rumit banget. Talita masih tidak bisa menemukan dimana titik terangnya. Kenapa mendadak Siang turut serta melengserkan ayahnya. Dunia belum mau kiamat kan? Kenapa anak durhaka banyak banget.

Menerima tatapan tajam dari Badha, Talita mendesah. Diraihnya ponsel dari dalam saku. Ia tampak sibuk dengan layar ponsel untuk beberap saat. Lantas berdeham.

"Papa," ujarnya begitu sambungan telfon sudah terhubung.

Badha mengangguk. Fokusnya beralih ke Siang. Meski masih diliputi banyak pertanyaan menggantung. Badha yakin, ini akan jadi awal yang baik.

Tuhan Kenapa Aku Cantik ? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang